Sabtu 1 September Mazmur 34:1-14
Kecapan dan Percikan
Sukacita
Kecaplah
dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung
pada-Nya! (ayat
8).
Sukacita adalah kata yang luar biasa, bukan? Memiliki sukacita
yang penuh di dalam lubuk hati; mengalami sukacita, dipenuhi sukacita – tidak ada yang
menyamai perasaan itu! Dan, ‘mengecap’ segenap
sukacita: menggirangkan, menggairahkan. Sebab sukacita yang sejati itu melibatkan Tuhan; kita mengenal dan
mengalami anugerah-Nya, kemurahan-Nya, kasih-Nya yang kekal.
Tetapi sayangnya, kadang sukacita
lenyap. Kita terjebak dalam kehidupan yang menjemukan, dengan rutinitas dan
tanggung jawab. ‘Kecapan’ seolah hambar. Dan ketika tekanan menghadang, atau relasi yang memanas,
bahkan masalah-masalah yang berat seperti kesehatan dan kesejahteraan – kecapan menjadi
berasa asam, bahkan pahit.
Seorang perempuan Jepang, Marie Kondo, menulis sebuah
buku yang berkaitan dengan membuang hal-hal yang tidak perlu. Bukunya terjual
lebih dari dua juta kopi di seluruh dunia. Prinsip dasarnya adalah memegang
satu barang tertentu dan bertanya, ‘Apakah benda ini
mendatangkan sukacita?’ Jika ya, simpan. Jika tidak, berikan pada orang lain. Dalam pengertian rohani, kita
seharusnya melakukan hal yang sama. Jika apa yang kita pegang adalah sesuatu
seperti ketakutan, kecemasan, dendam atau kemarahan, kita perlu bertanya: apakah mereka ‘memicu sukacita’? Seharusnya tidak!
Karenanya kita harus membuang semuanya. Sebaliknya, pandanglah Tuhan:
… dan bersukacitalah (ayat 2).
Daud menulis mazmur ini sesudah ia berpura-pura gila di hadapan Raja Akhis,
yang kemudian membiarkannya pergi (lihat 1 Samuel 21:10-15).
Daud bersyukur kepada Tuhan yang telah menyelamatkannya dari Raja Saul – dan saya yakin ia
pun ingin agar kita ‘mengecap dan
melihat betapa baiknya Tuhan itu’.
Apabila kita dengan sungguh-sungguh
membuang semua sampah dalam hidup kita yang akan menyebabkan keruwetan, hal-hal
yang mencuri sukacita kita, dan sebaliknya memandang hal-hal yang memicu
sukacita – hal-hal yang hanya berasal dari Tuhan. Maka barulah sesudahnya kita
merasakan damai sejahtera, seperti yang Daud katakan:
Jauhilah yang jahat dan
lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya! (ayat 14).
Doa
Aku ingin sekali mengecap kebaikan-Mu, Tuhan! Mengalami percikan
sukacita yang hanya mungkin bila Engkau bersamaku. Terima kasih, Yesus!
Minggu 2 September Matius 11:25-30
Datang Kepada
Juruselamat
Marilah kepada-Ku, semua
yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu
enak dan beban-Kupun ringan (ayat 28-30).
Sungguh ayat Alkitab yang sangat otoritatif! Ayat yang
berbicara kepada jiwa tentang beristirahat di dalam Tuhan. Tentang
mengesampingkan semua hal yang membebani kita – semata-mata
menikmati curahan ‘harmoni anugerah yang alami’. Indah sekali!
Karenanya, lagu pujian hari ini mengundang kita untuk:
Datang pada Juruselamat, jangan lamban,
Lewat Firman, Dia tunjukkan jalan;
Kini kita Dia jadikan tempat kediaman,
Dengan lembut berkata: Marilah!
(SASB 413 ayat 1)
George Frederick Root, yang menggubah lagu ini pada tahun 1800an, adalah seorang
organis di Boston, Massachusetts, sebelum pindah ke New York. Sewaktu mengajar
di sana di Institut untuk Tunanetra, ia bertemu dengan Fanny Crosby – yang tidak
diragukan lagi berdampak besar dalam kehidupan dan gubahan lagu-lagunya.
Ayat 2 sekali lagi
mendorong kita untuk jangan menunda-nunda datang kepada Juruselamat untuk
mendapat peristirahatan: untuk selalu ‘menjadikan Dia
pilihan kita’. Dan, pada ayat terakhir, dan terutama dalam koornya, Root mengingatkan kita
bahwa kita pada akhirnya akan melihat Yesus dalam Rumah yang baka, ‘pertemuan’
itu akan penuh dengan sukacita
besar.
Jadi, jangan kita berlama-lama!
Sukacita Tuhan dapat menjadi milik kita saat ini – jadi mari kita
beryanyi bersama.
Renungkan, kini Dia hadir bersama-sama kita;
Simak perintah-Nya yang memberkati, dan taatlah;
Dengar suara-Nya yang lembut berkata:
Datang kepada Juruselamat, marilah.
Kelak betapa penuh sukacita
pertemuan kita,
Kala hati menjadi murni, bebas dari
dosa,
Dengan-Mu, Juruselamat, kita akan
bersama,
Dalam Rumah yang baka.
Senin 3 September Nehemia 8:1-10
Apakah Sukacita?
Karena Tuhan itulah
perlindunganmu! (ayat 10).
Kata ‘bahagia’ tidak cukup memuaskan, sungguh! Tentu, senang rasanya bisa berbahagia saat
ini. Tetapi sukacita itu jauh lebih
dalam, melampaui kebahagiaan tingkat tertinggi sekalipun. Mengapa bisa
demikian? Sebab sukacita yang sejati dan murni berasal dari Tuhan – hanya dari
Dia saja
Adalah jaminan mulia ketika kita
menjadi milik Kristus; kepastian bahwa
Dia adalah Tuhan dan Juruselamat kita. Dosa-dosa kita
diampuni dan dilupakan. Kita menjadi suci, bersih seputih salju. Ini seperti yang Ezra sampaikan kepada umat Israel: ‘Hari ini adalah kudus bagi Tuhan Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan
menangis!’ (ayat 9). Sungguh sukacita besar!
Ketika kita diselamatkan, kita diubahkan. Karena sukacita
Tuhan, kita tidak lagi ingin melakukan atau terlibat dalam hal-hal yang dulu
pernah memikat kita. Fokus kita telah berubah; prioritas kita
telah bergeser; tujuan kita menjadi baru dan berorientasi pada Tuhan. Kita telah beralih
dari maut kepada hidup. Sungguh
sukacita besar!
Sukacita tiada lain adalah tentang dipenuhi
oleh Roh Kudus dan merasakan hadirat-Nya. Martyn Lloyd-Jones, dalam salah satu
bukunya, mengulas tentang Thomas Goodwin – seorang Puritan yang hidup 300 tahun lampau yang
bercerita tentang seorang ayah dan putranya yang berjalan bersama, bergandengan
tangan:
‘Sang anak tahu
bahwa ia adalah anak dari ayahnya, dan ia tahu bahwa ayahnya mencintainya, dan
oleh karenanya ia bersukacita, dan berbahagia. Sama sekali tidak ada keraguan
tentang hal itu, tetapi tiba-tiba sang ayah, tergerak oleh dorongan hati,
memegang tangan anaknya dan menggendongnya, menimangnya, menciumnya,
memeluknya, menghujaninya dengan cinta, kemudian menurunkannya dan mereka
terus berjalan bersama. Itu saja! … Roh Kudus bersaksi
bersama-sama dengan roh kita.’
Seperti yang disampaikan oleh
perikop kita hari ini, sukacita Tuhan adalah kekuatan
kita – dalam semua kondisi. Sukacita yang
murni dan kudus yang diungkapkan oleh Tuhan dengan mengangkat kita, menggendong
kita dan menghujani kita dengan kasih-Nya; lalu menurunkan kita ketika Dia tahu
kita sudah siap; kemudian berjalan bersama kita, bergandengan
tangan.
Jadi, apa itu sukacita? Sukacita adalah
mengetahui bahwa Tuhan selalu bersama kita. Dan bahwa Dia mengasihi kita
melampaui segala imajinasi kita. Itu saja!
Tindakan
Mari kita membawa sedikit sukacita dalam hidup seseorang – mungkin lewat
telepon, email, atau kata-kata dorongan. Hal ini juga akan membawa sukacita
dalam hati Tuhan!
Selasa 4 September Mazmur 96
Menemukan Sukacita
Nyanyikanlah nyanyian
baru bagi Tuhan, menyanyilah bagi Tuhan, hai segenap bumi! (ayat 1).
Saya mendapat kehormatan menjadi bagian dari Staff Songsters (Paduan Suara) Kanada yang baru
terbentuk. Sungguh sukacita besar berkumpul setiap minggu
dan ‘menyanyi bagi Tuhan’! Belajar lagu-lagu ‘baru’, kemudian membagikannya kepada banyak orang lainnya.
Namun barangkali tidak semua orang
suka menyanyi. Jadi bagaimana menemukan sukacita
penuh? Sebab bagaimanapun juga,
sukacita adalah hak kita sesungguhnya, sebab kita semua terlahir dengan
kapasitas untuk mengasihi dan bersukacita. Dan sukacita
penting bagi kesejahteraan rohani kita – berapapun usia
atau kondisi hidup kita.
Sebuah buku kecil di perpustakaan
saya menguraikan beberapa cara di mana melaluinya kita bisa menemukan sukacita.
Berikut ada sedikit dari cara-cara yang tertulis di sana – dengan beberapa
komentar tambahan:
Bangunkan api batin Anda. Ketika kita
mengizinkan sukacita mengalir dalam diri kita, maka sukacita akan menyulut api
transformasi – yang melampaui semua pengertian duniawi dan konvensional. Kita seketika
penuh gairah hidup!
Biarkan sukacita meresap dalam diri. Sukacita akan memenuhi kita – beresonansi dengan
seluruh keberadaan kita. Barulah pada saat itu kita sepenuhnya hidup dalam Kristus!
uangkan waktu untuk kegembiraan. Tuhan ingin kita
menikmati hidup sepenuhnya; agar pekerjaan dikesampingkan untuk
sementara waktu. Sungguh kegembiraan yang luar biasa menjadi milik kita!
Kenali sukacita palsu. Apakah kita
melakukan sesuatu karena kita takut ketinggalan hal-hal tertentu? Kiranya kita
setiap hari mencari hikmat Tuhan.
Berkat hari ini: sebab hari ini
tidak akan pernah kembali lagi. Mari kita mencari
sukacita dalam waktu 24 jam yang Tuhan berikan kepada kita. Sungguh satu
karunia, satu berkat besar, jam-jam yang sedang kita jalani sekarang!
Kewajiban testimoni … jika Anda berkata
saya sudah muak. Maka kewajiban-kewajiban itu akan mendorong keluar energi negatif. Katakan
dengan lantang: ‘Saya sungguh-sungguh; Saya sanggup; Saya mau; Saya bersedia melakukannya.’
Menerima tarian perubahan. Perubahan memang terjadi. Mari kita
mengerjakan perubahan dengan cara-cara yang mendatangkan perasaan sukacita yang
sangat besar.
Sederhanakan hidup Anda. Singkirkan semua
kekusutan: urusan fisik, tetapi juga urusan emosional, dan memberikan
lebih banyak waktu untuk menikmati sukacita Tuhan.
Hidup dalam komunitas dengan semua
orang. Hal ini penting untuk mengalami sukacita sejati. Saling menemani: dalam duka, dalam suka. Kebersamaan.
Ingat, semua kasih adalah kasih
Tuhan. Kasihi Tuhan dengan segenap hati kita, dan kasihi sesama dengan seluruh
keberadaan kita. Sukacita besar
jadi milik kita!
Doa
Terima kasih, Tuhan, untuk karunia sukacita
yang berharga. Terima kasih untuk musik; untuk begitu banyak hal dalam hidup!
Kiranya aku, pada gilirannya nanti, menolong orang lain menemukan sukacita
sejati.
Rabu 5 September Ester 9:18-22
Menemukan Sukacita
Dalam Kegelapan
… dukacita mereka
berubah menjadi sukacita (ayat 22).
Bagaimana mungkin kita bisa menemukan sukacita saat kita diterpa kegelapan?
Penderitaan; dukacita; kesedihan; sakit hati; kesengsaraan – di mana sukacita? Kemarin kita membahas
beberapa perkara yang disebutkan dalam sebuah buku kecil yang tersimpan di rak
buku saya. Izinkan saya untuk mengikhtisarkan beberapa pemikiran dari berbagai
sumber, dan menambahkannya ke dalam pengamatan dan ulasan yang berkaitan dengan
menemukan sukacita dalam masa-masa kehidupan yang sangat sulit:
Kendalikan sesuatu … apapun itu. Kita harus selalu
memusatkan pikiran kita kepada Tuhan, sebab kita tahu Dia yang memegang kendali; lalu menggapai
untuk ‘mengendalikan’ sesuatu sendiri – seperti berjalan,
beristirahat, bernyanyi.
Senantiasa terhubung. Pertama dengan
perasaan kita; kemudian dengan sahabat. Dan yang terpenting, dengan Tuhan
Yang Mahakuasa.
Apa yang harus dilakukan jika Anda
berhenti. Berdamai. Kerjakan sesuatu yang membuat kita rileks, seperti berjalan
kaki, musik, beristirahat. Tarik nafas dalam-dalam – dan, tentu saja, berdoa.
Katakan ‘tolong’ kepada alam
semesta. Mengakui bahwa kita butuh bantuan adalah sesuatu yang sangat besar. Jangan
pernah malu untuk meminta bantuan kepada orang lain, dan terutama kepada Bapa
Surgawi kita.
Bebaskan rohmu. Mari kerjakan apa
yang perlu kita kerjakan: menyanyi, menari, berlari, melukis, menjahit, berolah raga, atau sekadar
bermain.
Ekspresikan ucapan syukur. Betapapun putus
asanya kita, kita dapat selalu menemukan hal-hal yang dapat kita syukuri. Mari
sebutkan, satu per satu.
Perikop Alkitab
hari ini berbicara tentang bagaimana kesedihan orang Yahudi berubah menjadi
jamuan pesta. Jadi, apapun yang kita alami, mari kita selalu
ingat Tuhan sungguh menyertai kita – di setiap langkah – dan Ia akan mengembalikan sukacita dalam hidup kita.
Doa
‘Yesus, jauh di lubuk hatiku hidup satu pribadi sukacita – penghuni kecil
bersayap yang suka bernyanyi meniti semua kejadian yang mendukakan. Dia adalah saudara
dukacita, yaitu sukacita. Aku sering berupaya memendam sukacita ini. Aku
menguburnya. Aku merahasiakannya. Tetapi sulit merahasiakan sesuatu yang bernyanyi … Bisakah malam
menyembunyikan bintang-bintang? Atau matahari menutupi sinar keemasannya? Dapatkah
gunung-gunung membungkus pohon-pohonnya? Tolong aku mengerti seni bernyanyi di
tengah dukacitaku … Yesus, Engkau adalah sukacitaku. Engkau alasan
mengapa sukacitaku tidak pernah mati – bahkan ketika aku
menangis. Engkau adalah sang penghuni bersayap yang bernyanyi dan bernyanyi dan terus
bernyanyi.’
Kamis 6 September Mazmur 66:1-9
Memilih Sukacita
Bersorak-sorailah bagi
Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia
dengan puji-pujian! (ayat 1-2).
Saat-saat bahagia menciptakan sukacita! Ketika kita terpilih untuk bermain
dalam tim; ketika kita mendapatkan pekerjaan yang selalu kita idam-idamkan;
ketika seseorang melakukan sesuatu yang menyenangkan kita; ketika kita menerima
hasil pemeriksaan yang baik dari dokter. Namun hidup tidak selalu berjalan
mulus, dan kadang kita berpikir hidup memperlakukan kita dengan tidak adil.
Masihkah pada saat itu kita ‘memazmurkan kemuliaan’ nama-Nya – dengan memilih
sukacita di atas dukacita? Masih mungkinkah bagi sukacita untuk bertakhta ketika kita merasa lemah,
rapuh dan rentan?
Saya pernah membaca satu kutipan
singkat dari seorang penulis Tim Hansel: ‘Rasa sakit itu
tidak bisa dihindari, namun kesengsaraan adalah pilihan’. Dengan kata lain,
kita dapat memilih untuk tidak bersukacita,
tenggelam dalam kesengsaraan kita; atau kita dapat memilih sukacita – bangkit dari semua yang membebani
kita. Bagaimana kita melakukannya? Dengan memuji Tuhan dan meminta kekuatan dan
keberanian dari-Nya. Sukacita itu pilihan.
Berikut adalah kutipan lain yang
dapat menolong kita melewati dukacita: ‘Anda dan saya
diciptakan untuk bersukacita, dan jika kita tidak bersukacita, maka kita
kehilangan alasan keberadaan kita! Lebih jauh, alasan Yesus Kristus hidup dan
mati di dunia adalah untuk memulihkan kita kepada sukacita yang lenyap dari
kita … Roh-Nya datang kepada kita dengan kuasa untuk percaya bahwa sukacita
menjadi milik kita sebab Tuhan telah menjadikan hari ini bagi kita’.
Kita semua diciptakan untuk sukacita, bukan untuk kesengsaraan. Indah sekali! Tuhan berkehendak
agar kita memilih sukacita setiap hari. Berikut adalah definisi yang baik yang
kita dapat memahaminya: ‘Sukacita adalah jaminan pasti bahwa Tuhan memegang kendali atas semua
detail hidup kita, keyakinan teduh bahwa pada akhirnya semuanya akan baik-baik
saja, dan pilihan dengan kebulatan hati untuk memuji Tuhan atas segala sesuatu.’
Apakah kita ‘dengan kebulatan
hati’ mempercayai Tuhan mutlak tanpa keraguan – dengan memilih
untuk bersukacita?
Doa
Tuhan, hari ini
aku memilih untuk bersukacita. Ya, ada banyak hal
yang membuatku khawatir, orang-orang yang masih kudoakan, dan karenanya aku
memerlukan sukacita-Mu lebih dari sebelumnya. Terima kasih, Yesus!
Jumat 7 September Yesaya 35
Mengakhiri
Dengan Baik Dan Penuh Sukacita
Dan orang-orang yang
dibebaskan Tuhan akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang
sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka,
kedukaan akan keluh kesah akan menjauh (ayat
10).
Beberapa dari Anda mungkin ingat film tahun 1993 berjudul Grumpy Old Men [Lelaki Tua
Pemarah] yang dibintangi oleh Jack Lemmon dan Walter
Matthau. Saya ingat pada saat itu, saya berharap tidak akan menjadi orang seperti
itu – juga diam-diam berharap suami saya tidak akan pernah menjadi orang semacam
itu! Sebaliknya, kami berdua akan
menjadi tua dengan keanggunan, dengan apa adanya; bahwa kami berdua
akan mengakhiri hidup dengan baik, dengan ‘kebahagiaan dan
sukacita’ tertambat di lubuk hati kami.
Saat menulis
renungan ini, saya mulai melihat ‘masa pensiun’ dalam waktu yang tidak terlalu
lama. Saya menulis kata pensiun dalam tanda kutip, sebab siapakah di antara kita yang benar-benar pensiun dari bekerja di
ladang Tuhan? Ya, kita mungkin pensiun dari pekerjaan atau posisi resmi di tempat
kerja kita. Kita umumnya mengambil tanggung jawab baru, bahkan mungkin jenis
pekerjaan yang berbeda yang membawa kita ke tahap kehidupan yang berbeda.
Apapun situasi kita, seyogianya tujuannya adalah agar kita mengakhirinya dengan
baik, sembari mengalami perasaan teguh akan sukacita Tuhan yang luar biasa.
Namun kadang di saat kita semakin
menua, banyak masalah semakin mengusik kita. Kita menjadi lebih kritis saat
usia kita matang, berpikir kita
mengerjakan semua urusan dengan jauh lebih baik pada zaman kita. Kita melihat generasi yang lebih muda, dan bahkan generasi
penerus mereka, dan merasa kondisi perlahan-lahan bertambah buruk. Pemikiran
seperti ini, dan perilaku semacam ini, pada akhirnya akan mencuri sukacita
kita. Dan kita akan menjadi orang-orang yang kalah.
Sebaliknya, kita dapat memiliki
pengaruh yang sedemikian positif terhadap orang lain! ketika orang-orang yang
lebih muda memandang generasi yang ‘lebih tua’ dipenuhi oleh sukacita hidup,
maka hal ini akan sangat mendorong mereka untuk berjuang memiliki sukacita yang
sama.
Dalam versi asli lagu pujian ‘Awake, my soul, and with the sun’ [BNBK #440
B’rilah berkat-Mu, Allah, Hu!]’ Thomas Ken menulis, ‘Jalani hari ini
seolah-olah hari terakhirmu.’ Kata-kata yang bijak. Sudah pasti saya
tidak ingin menghabiskan hari-hari terakhir saya di dunia menjadi seorang
pemarah! Dan saya yakin Anda pun demikian. Sebaliknya, mari
kita jalani momen ini untuk Tuhan, supaya kita semua dapat mengakhirinya dengan baik.
Doa
Beriku hati yang penuh sukacita,
dan jadikanku lebih serupa-mu, ya Tuhan!
Sabtu 8 September Amsal 8:22-33
Sukacita Dalam Hadirat-Nya
Tuhan
telah menciptakan aku sebagai permulaan pekerjaan-Nya, sebagai perbuatan-Nya
yang pertama-tama dahulu kala. Sudah pada zaman purbakala aku dibentuk, pada
mula pertama, sebelum bumi ada (ayat 22-23).
Amsal kita hari ini berbicara tentang hikmat, dan tentang menemukan
sukacita dengan cara memanfaatkan anugerah Tuhan yang luar biasa – hanya untuk kita. Hikmat adalah ‘sudah pada zaman
purbakala dibentuk’ untuk menolong kita menjalani hidup dengan penuh sukacita dari hari ke hari
– karena berbahagialah mereka yang memelihara jalan-jalanku (ayat 32). Sukacita
mengangkat roh kita dan roh-roh orang
lain; sukacita memampukan kita melewati masa-masa sukar; sukacita
mengekspresikan kasih dan ucapan syukur kita kepada Tuhan atas kehadiran-Nya
setiap hari.
Ini bukan hanya tentang menerima
hikmat Tuhan satu kali. Ini tentang meminta hikmat-Nya setiap hari, untuk
memampukan kita berlayar melewati situasi kehidupan – dan menemukan
sukacita dalam menjalani hidup. Hikmat lalu berbicara:
...aku ada serta-Nya
sebagai anak kesayangan, setiap hari aku menjadi kesenangan-Nya, aku
bermain-main di atas muka bumi-Nya dan anak-anak manusia menjadi kesenanganku (ayat 30-31).
Apabila hikmat dapat bersukacita
dalam Penciptaan – dan terutama dalam penciptaan umat manusia – bukankah
demikian juga dengan kita, mengalami perasaan sukacita yang melimpah dalam Tuhan?
Ya, kita semua pernah mengecewakan Tuhan di masa lalu. Sangat mengecewakan!
Tetapi sekarang kita dapat
bersukacita dalam hadirat-Nya – semuanya karena kasih karunia-Nya
yang menakjubkan. Bruder Lawrence menuliskannya demikian:
‘Ku rasa tepat
untuk mengatakan pada Anda sesudah dengan saksama merenungkannya di hadapan
Tuhan, yang ku pandang sebagai Raja. Aku anggap diriku yang paling celaka,
penuh cela dan kecurangan, dan yang telah melakukan segala macam kejahatan
melawan Raja. Dijamah oleh penyesalan yang dalam aku mengaku di hadapan-Nya
semua kedurjanaanku; aku meminta pengampunan-Nya; ku serahkan diriku ke tangan-Nya
agar Dia melakukan apapun yang dipandang-Nya baik. Sang Raja, penuh belas
kasihan dan kebaikan, sama sekali tidak menghukumku, sebaliknya Dia memelukku
dengan kasih, mengundangku makan di meja-Nya, melayaniku dengan tangan-Nya, memberiku kunci
harta-Nya; tak henti-hentinya Dia berbicara denganku dan bergembira
karena keberadaanku, dengan seribu cara, dan dalam segala
hal Dia memperlakukanku sebagai kesayangan-Nya. Oleh karenanya dari waktu ke
waktu aku beria-ria dalam hadirat-Nya’.
Beginilah sukacita dalam hadirat Tuhan yang kudus. Aku berdoa kiranya hari
ini sukacita dalam hadirat-Nya nyata kita
alami!
Minggu 9 September 1
Korintus 15:50-58
Mari Bersukacita
Dan sesudah yang dapat
binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini
mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang
tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan” (ayat 54).
Terlalu banyak yang dapat kita syukuri kepada Tuhan, bukan? Kristus datang
ke dunia sebagai seorang bayi, hidup di tengah-tengah umat-Nya, dan
mengorbankan nyawa-Nya di Kayu Salib supaya kita dapat diampuni, diselamatkan,
dan mengalami kehidupan kekal bersama-Nya di Surga. Itulah kemenangan! Yang
memenuhi hati kita dengan sukacita:
Mari bersukacita, kemenangan perang tiba,
Kegelapan takluk, maut binasa, hidup
bersukacita! Haleluya!
Dari zaman ke zaman bangsa-bangsa
bangkit
Lebih seperti kemurkaan-Nya tersulut. (SASB 226 ayat 1)
Percy Dearmer meraih pendidikan
di Swiss dan Oxford, Inggris, pada akhir tahun 1800an dan ditahbiskan
pada tahun 1891. Ia mengedit English Hymnal* 1906 bersama Ralph Vaughan Williams. Ketika menggubah lagu pujian kita
hari ini, ia barangkali memaksudkannya untuk Paskah, namun lagu pujian ini
dapat dinyanyikan kapan saja sepanjang tahun, sebab syairnya sarat dengan
sukacita yang besar:
Sukacita datang kembali! Semua kan
berakhir indah,
Sahabat yang terenggut di Surga kan
bersatu kembali! Haleluya!
Penghujung semua perjalanan adalah
kasih,
Dan dibangkitkan bersama Dia ke
Surga. (ayat 2)
Akan sangat membahagiakan ketika suatu hari nanti kita dipersatukan kembali dengan
keluarga dan sahabat di Surga. Bayangkan mereka semua, sekarang
juga. Sungguh hari yang teramat membahagiakan! ‘Sukacita abadi’, seperti syair
dalam ayat ketiga. Jadi mari kita menyanyikan atau membaca ayat terakhir,
bersama dengan koornya, yang hanya merupakan pengulangan dari kata ‘Haleluya’:
Kuasa-Mu tak terbatas, Engkau Allah
Maha Tinggi,
Tak mungkin anak-Mu gentar hadapi
maut? Sukacita abadi! Haleluya!
Kebenaran-Mu pahala, kasih-Mu
mengampuni;
Ku tahu Penebusku hidup.
Haleluya,
haleluya, haleluya, haleluya, haleluya!
* Buku Nanyian yang diterbitkan tahun 1906 untuk Gereja Inggris oleh Oxford
University Press. Buku Nyanyian diedit oleh seorang pendeta dan penulis Percy
Dearmer dan seorang komposer dan sejarawan musik Ralph Vaughan Williams, dan
merupakan publikasi yang penting dalam sejarah musik Gereja Anglikan.
Senin 10 September Yesaya 1:12-20
Terpilih
Penglihatan yang telah
dilihat Yesaya bin Amos tentang Yehuda dan Yerusalem dalam zaman Uzia, Yotam,
Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda (ayat 1).
Yesaya hidup di zaman ketika kekaisaran berupaya untuk saling mendominasi
dengan cara apapun – beberapa upaya lebih berbuah dibandingkan upaya-upaya lainnya. Israel adalah negara
kecil yang berjuang untuk bertahan hidup. Tetapi bangsa Israel adalah umat pilihan
Tuhan dan, jika mereka setia, Dia akan menyertai mereka.
Seseorang perlu menjadi suara Tuhan,
untuk berbicara kepada umat-Nya atas nama-Nya. Karenanya kita diperkenalkan
kepada Yesaya. Nama-Nya berarti ‘keselamatan yang
dari Tuhan’ – satu gambaran, sungguh, tentang keseluruhan kitab. Sebab keselamatan Tuhan,
dalam banyak hal, berkait dengan pembebasan
umat-Nya: dari invasi bangsa Asyur (pasal 36-37); dari penawanan
bangsa Babel (pasal 40); dari dispersi di antara
orang-orang non-Yahudi (pasal 11-12); dari dilepaskannya orang-orang berdosa yang terhilang dari penghakiman (pasal 53); dan pembebasan
kita semua dari belenggu dosa – pada waktu Kerajaan yang baru pada
suatu hari nanti didirikan (mengacu pada pasal 60 dan 66). Haleluya!
Kepada kita diberitahukan bahwa
Yesaya adalah anak Amoz dan bahwa ia menikah dengan seorang nabiah (lihat 8:3) – yang kemungkinan
keduanya mendapat penglihatan kenabian. Mereka mempunyai
dua orang anak laki-laki, yang nama-namanya juga menceritakan sesuatu tentang kitab ini: Syear Yasyub (lihat 7:3) – yang berarti ‘kaum tersisa akan kembali’; dan Maher-Syalal Hash-Bas (lihat 8:1-4) – yang berarti ‘cepat menjarah,
lekas mengangkut jarahan’. Ya, penghakiman, tetapi juga pemulihan.
Seorang anak, suami, ayah – dipilih oleh Tuhan
untuk menerima penglihatan, lalu menjadi juru bicara Tuhan bagi bangsa yang
memerlukan pertobatan:
Sekalipun dosamu merah
seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah
seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba (ayat 18).
Kita adalah orang-orang biasa, seperti Yesaya, namun dipilih
untuk menjadi juru bicara Tuhan. Dan meskipun dosa-dosa kita merah seperti kirmizi,
mereka dapat menjadi putih seperti salju oleh karena Yesus – Pembebas kita.
Doa
Tuhan, saat kami membaca kitab yang berkuasa ini, kiranya kami dikuatkan
dan semakin terbeban untuk menceritakan kepada orang lain tentang kasih
karunia-Mu yang menyelamatkan.
Selasa 11 September Yesaya 4:2-6
9/11
Pada waktu itu tunas
yang ditumbuhkan Tuhan akan menjadi kepermaian dan kemuliaan, dan hasil tanah
menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi orang-orang Israel yang terluput (ayat 2).
Hari itu hari Selasa. Tujuh belas tahun silam. Satu hari yang terukir dalam
benak kita selamanya – 11 September. Dunia menyaksikan layar televisi dengan kengerian
dan keterkejutan yang mendalam, melihat Menara Kembar World Trade
Center di New York runtuh di depan mata. Kehilangan nyawa yang sangat besar adalah sesuatu yang cukup tragis, namun
fakta bahwa teroris dengan sengaja mengikhtiarkan dan menjalankan rencana yang
jahat ini mengindikasikan bahwa tidak
seorangpun yang betul-betul aman. Oleh karena kelompok-kelompok teroris
yang ekstrim, rasa takut masih
tertinggal dalam bayangan. Peristiwa ‘9/11’ yang lain mungkin saja menunggu di pojok sana. Ada masa-masa yang menakutkan.
Sebelum melangkah lebih jauh, mari
kita berhenti sejenak untuk mengingat semua orang yang kehilangan nyawa mereka
pada hari yang mengerikan itu dan mendoakan keluarga yang ditinggalkan. Kita
juga berdoa bagi ribuan relawan yang masih terpengaruh oleh trauma yang
terjadi. kita mengingat juga orang banyak di seluruh dunia yang saat ini sedang
menderita karena perang dan ketidakadilan yang mereka dan keluarga mereka
alami. Tuhan Allah, anugerahkan mereka damai sejahtera-Mu yang sempurna, ini
doa kami.
Tetapi suatu hari – dan ini adalah
pengharapan besar kita, seperti diperingatkan oleh Yesaya – Tuhan akan datang
kembali dalam seluruh keagungan-Nya. Dan betapa
mulianya saat itu! Sebab ‘hasil tanah’ akan dipulihkan, dan seluruh umat Tuhan akan dihiburkan dan dipenuhi dengan sukacita:
Apabila Tuhan telah
membersihkan kekotoran … (ayat 4).
Ya, hari itu akan datang dan tidak
akan ada lagi perang, tidak ada lagi teror, tidak ada lagi kebencian. Perasaan damai
sejahtera yang dalam akan menembus segala sesuatunya. Semua karena ‘Sang Tunas’ – Tuhan dan
Juruselamat kita Yesus Kristus – akan memerintah:
… sebab di atas
semuanya itu ada kemuliaan Tuhan sebagai tudung … sebagai perlindungan dan
persembunyian terhadap angin ribut dan hujan (ayat 5-6).
Kita berdoa untuk damai sejahtera.
Kita berdoa supaya berakhir semua yang terkait dengan kebencian. Tetapi sampai
tiba hari itu, kiranya kita – umat Tuhan – terbukti setia
kepada Dia sampai kita memandang Tuhan muka dengan muka.
Rabu 12 September Yesaya 6
Penglihatan
Spektakuler
Kudus, kudus, kuduslah
Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya! (ayat 3).
Perikop Alkitab hari ini memberikan kepada kita barangkali salah satu
penglihatan yang paling kuat dan indah dari seluruh Perjanjian Lama. Pastinya Yesaya
terkagum-kagum melihat Tuhan dalam keagungan
dan kemuliaan-Nya:
...aku melihat Tuhan
duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi
Bait Suci (ayat 1).
Bisakah Anda membayangkannya? Apa warna pakaian
yang dikenakan-Nya? Dan bagaimana dengan jubah-Nya yang panjang? Sudah pasti
satu pemandangan yang spektakuler!
Yesaya melanjutkan:
Para Serafim berdiri di
sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi
muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai
untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang (ayat 2-3).
Serafim menyerukan bahwa Tuhan itu kudus – dengan suara yang sangat keras sampai-sampai tiang pintu dan ambang pintu bergetar!
Yesaya berteriak:
‘Celakalah aku! aku
binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir’ (ayat 5).
Nabi sadar akan keberdosaan dan ketidaklayakannya untuk dipanggil oleh
Tuhan. Tetapi sesuatu terjadi, yang mengubah semuanya:
Tetapi seorang dari pada
Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya
dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata:
“Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu
telah diampuni’ (ayat 6-7).
Kemudian, Tuhan berkata kepada
Yesaya apakah dia bersedia untuk melayani Dia. Tanggapan nabi? ‘Ini aku, utuslah
aku!’ Berapapun usia atau kondisi Anda, Tuhan hendak mengampuni dan menyucikan
kita – lalu kita dapat dipakai oleh Dia. Karenanya, bara … apakah kita
merasakannya di bibir kita? Jika ya, apapun yang Ia minta dari
kita, kita diperintahkan untuk menjawab, ‘Ini aku, utuslah
aku!’ (ayat 8).
Kamis 13 September Galatia
1:1-12
Takjub!
Sebab
aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu
bukanlah injil manusia … tetapi aku menerimanya oleh
penyataan Yesus Kristus (ayat
11-12).
Surat Paulus kepada jemaat Galatia adalah surat yang sangat penting bagi
kita pada zaman sekarang, sebab surat itu menentang legalisme [ketaatan secara
ketat pada hukum]. Kehidupan Kristen tidak dimaksudkan untuk tidak melakukan ini atau itu.
Sebaliknya, kita dibebaskan di dalam Kristus untuk mengerjakan semua yang dikehendaki-Nya dari kita – dan dengan
demikian, kita memberikan seluruh pujian kepada Tuhan.
Dalam kitab Galatia, kebebasan baru
yang ditemukan dalam Kristus tengah mengalami serangan. Karenanya rasul
merasakan pentingnya untuk membela kebenaran yang terdapat dalam Injil.
Paulus mengawali
perkataannya dengan lembut:
Kasih
karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari
Tuhan Yesus Kristus (ayat
3).
Betapa kita semua memerlukan kasih karunia dan damai sejahtera Tuhan dalam
hidup kita! Dan dengan kedua berkat ini, kita dapat melewati situasi apapun
yang hidup sajikan di hadapan kita. Kasih karunia untuk menerima; damai sejahtera
yang membawa penghiburan.
Lalu Paulus sampai pada inti
perkataannya:
Aku heran, bahwa kamu
begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah
memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. (ayat 6-7).
Tahukah Anda, orang-orang percaya di
Galatia merasa goyah, ragu terhadap iman mereka. Terdengar akrab? Injil tiba-tiba
tidak lagi memiliki makna sebab Injil berkaitan dengan gaya hidup atau komitmen
seseorang. Sangat tragis ketika hal ini terjadi, dan posisi yang
sangat membahayakan – bagi siapapun.
Paulus
menyerukan kepada jemaat Galatia, mengingatkan mereka – dan kita – bahwa Injil adalah kebenaran; satu-satunya kebenaran. Yesus datang ke
dunia untuk mati bagi doa-dosa kita, supaya kita dapat ditebus; dan Dia dibangkitkan supaya kita mendapatkan hidup
kekal bersama Dia. Kenyataan ini tentunya membuat takjub orang-orang pada zaman itu – dan kita pada zaman sekarang – sampai pada titik di mana kita tidak lagi pernah ingin memutarbalikkan
kebenaran. Heran … sebab Kristus mau mengasihi kita semua sampai
sedemikian rupa!
Doa
Tuhan Allah, kiranya kami terus merasa takjub akan diri-Mu, dan akan
kelimpahan berkat yang tercurah atas kami setiap hari!
Jumat 14 September Galatia
2:11-21
Dilahirkan Kembali
Namun aku hidup, tetapi
bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.
Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman
dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (ayat 20).
Banyak orang Kristen saat ini menghindari penggunaan istilah ‘lahir baru’,
barangkali merasa istilah tersebut menghalau orang dan karenanya mereka tidak
lagi aktif memperkenalkan orang lain kepada Kristus. Namun kita tidak dapat
menyebut diri orang Kristen apabila kita tidak
dilahirkan kembali. Lahir ke dalam hidup baru dalam Kristus – yang, seperti ditekankan
oleh Paulus dalam perikop hari ini, yang hidup di
dalam kita. Luar biasa! Pengalaman yang menyadarkan betapa tidak layaknya kita. Dan, ya, yang misterius.
Ketika kita dilahirkan kembali kita
menjadi ciptaan baru
dalam Kristus; sebab pada waktu itu Tuhan menjadi orangtua rohani kita, yang menapaskan ke
dalam diri kita hidup yang baru. Kita memiliki tubuh yang sama, namun hidup kita
menjadi baru dan penuh semangat saat kita menjalani hidup dari hari ke hari, oleh iman, dalam Kristus.
Kita menjadi rindu untuk lebih serupa Yesus – yang mengasihi
kita dan memberikan nyawa-Nya bagi kita. Bruder Lawrence menuliskannya
demikian:
‘Ketika kita memelihara
kesetiaan di hadirat-Nya yang kudus dan menempatkan Dia selalu di depan kita,
hal ini tidak saja menghindarkan kita dari menyinggung Dia dan melakukan apapun
yang tidak menyenangkan Dia, setidaknya dengan sengaja, tetapi juga melahirkan
kita ke dalam kebebasan yang kudus … Ucapkan syukur
pada-Nya, maukah Anda, bersama-sama dengan saya, untuk kebaikan-Nya yang teramat
besar kepada kita, yang tidak habis-habisnya kita kagumi, untuk begitu
banyaknya pertolongan yang diperbuat-Nya bagi kita, orang-orang berdosa yang
malang ini. Kiranya seluruh pujian adalah bagi Dia. Amin’.
Apakah mudah untuk berlaku ‘setia’
dan mengucap ‘syukur’ pada Tuhan, ketika masalah datang bertubi-tubi, yang
mengusik hidup kita – masalah-masalah yang mendatangkan duka, kesedihan dan rasa sakit?
Barangkali tidak. Tetapi, seperti jemaat Galatia dahulu kala, kita adalah umat
yang telah ‘dilahirbarukan’. Dan oleh sebab itu kita dapat
dengan bebas memegang tangan Tuhan – meminta-Nya
menuntun dan mengarahkan kita; bahkan meminta-Nya memegang tangan kita bilamana kita
memerlukannya. Sebab, meskipun kita hidup ‘dalam tubuh’, kita juga ‘hidup oleh
iman dalam Anak Allah’.
Lahir kembali! Kristus hidup dalam
kita oleh Roh Kudus yang mulia. Penyatuan yang tidak ada
bandingannya – yang memberi kita keberanian, penghiburan, keyakinan, kepuasan penuh. Sungguh
persekutuan yang indah! Oh, sungguh sukacita ilahi!
Sabtu 15 September Mazmur 35:1-10
Perlindungan
Berbantahlah, Tuhan,
melawan orang yang berbantah dengan aku, berperanglah melawan orang yang
berperang melawan aku … katakanlah kepada jiwaku: “Akulah keselamatanmu!” (ayat 1, 3 NLT).
Setiap orang memerlukan perlindungan: laki-laki, perempuan, anak-anak. Perlindungan fisik
sangat penting. Namun demikian juga perlindungan terhadap pelecehan emosi dan, bahkan dalam
beberapa kasus, pelecehan rohani. Tempat
yang aman untuk didatangi sangat fundamental – seperti dalam
batas-batas gereja. Tetapi mungkin juga di kamar, berhadapan dengan orang yang kita percayai.
Dan yang terpenting, kita memerlukan jaminan bahwa Tuhan melindungi kita – memberi kita
kekuatan untuk menghadapi situasi apapun, dan keberanian untuk bergerak maju
dalam perjalanan rohani kita.
Dalam mazmur kita hari ini menarik
sekali bahwa Daud, terutama pada awal hidupnya – yang adalah
seorang pejuang yang luar biasa – berseru kepada Tuhan meminta
perlindungan. Namun sering kita mendapati Daud berada dalam pelarian, mati-matian
berusaha melarikan diri dari musuh-musuhnya. Bagaimana dia mengatasi masalah
ini, bersembunyi dalam gua-gua dan terus-menerus bergerak dari satu tempat ke
tempat lainnya? Dalam novel sekuler, yang berpusat pada kehidupan Daud, penulis
Geraldine Brooks menuliskan bagaimana musik
sepertinya meredakan ketakutan Daud ketika berada di bawah tekanan besar. Ia
menulis (berbicara dari narasi suara nabi Natan):
‘Mereka yang tahu
dan mencintai musik merasakan ikatan instan dengan dia [Daud]. Anda tidak dapat
menyelaraskan dalam lagu atau permainan instrumen tanpa mendengarkan orang
lainnya, merasakan kapan saatnya keras dan kapan saatnya lembut, kapan saatnya
memimpin dan kapan saatnya mundur. Menurut saya hanya sedikit orang yang
mengerti kaitan antara berperang dan membuat musik, tetapi pada malam-malam
panjang, ketika bayangan nyala api terlihat pada dinding gua dan suara-suara
berpadu dan memuncak bersama dia, saya belajar kesatuan di antara keduanya.’
Ya, musik adalah terapi dalam berbagai macam situasi, baik itu dalam skenario
perang yang sesungguhnya atau jenis krisis lainnya. Tetapi yang terpenting
adalah mengetahui Tuhan tidak saja mengawasi
kita, tetapi juga memperhatikan kita – menjaga agar kita aman dari jenis bahaya apapun. Perlindungan. Oleh sebab itu,
kita memuji Tuhan:
Segala tulangku berkata:
“Ya, Tuhan, siapakah yang seperti Engkau?”(ayat 10).
Tiada seperti Dia!
Minggu 16 September Mazmur 98
Nyanyikanlah
Nyanyian Bagi Tuhan
Nyanyikanlah nyanyian
baru bagi Tuhan, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib (ayat 1).
Hari ini kita belajar satu lagu yang mungkin baru
bagi kebanyakan orang. Tetapi hal ini jangan sampai menggentarkan atau membuat
kita kecil hati, bahkan mencegah kita untuk melangkah pada
sesuatu yang lebih familier. Sangat bagus untuk mengenal lirik dan lagu baru,
melihat bagaimana lagu tersebut relevan dengan perjalanan rohani kita.
Kata-katanya dimulai sebagai berikut:
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi
Tuhan:
Sebab perbuatan tangan-Nya
mengagumkan;
Dianugerahkannya pada kita keselamatan,
Dengan tangan dan lengan-Nya yang
kudus... (SASB 344 ayat 1)
Michael Baughen, seorang pensiunan
uskup Anglikan, terkenal di Inggris sebagai seorang pengkhotbah, penulis dan musisi yang
berpengalaman. Ia telah banyak menulis himne dan lagu-lagu yang pernah
dinyanyikan di berbagai tempat, termasuk di gedung Royal Albert Hall yang terkenal
di London.
Lagu pujian hari ini menyatakan
betapa baiknya menyanyikan lagu ibadah yang baru – barangkali supaya
kita jangan pernah lagi menyanyi karena kebiasaan atau ritual. Baru itu penting
dan perlu, sebab hal baru membawa pandangan segar. Dan demikianlah seharusnya saat
kita memandang Tuhan – dalam kemuliaan dan keagungan-Nya.
Dalam ayat 2 kita diperintahkan
untuk memuji Tuhan ‘dengan ucapan syukur’ – melakukannya dengan harpa dan sangkakala. Merengkuh roh
sukacita sembari menghormati Raja atas segala raja. Ayat terakhir mendorong
kita untuk ‘bersukacita bersama’ – bergabung dengan seluruh ciptaan memuji Tuhan.
Mengapa?
Biar seluruh bumi bersukacita,
Dengan ucapan syukur puji Dia.
Mari bersukacita, sekarang juga, sembari bersujud di hadapan Pencipta dalam doa.
Doa
Bapa, kami naikkan pujian kepada-Mu hari ini karena Engkaulah Tuhan. Untuk
damai sejahtera dan sukacita yang Engkau anugerahkan, setiap hari – semua karena
kasih-Mu yang besar bagi kami. Kiranya kami selalu menyanyikan lagu baru dalam hati, hanya bagi-Mu!
Senin 17 September Yesaya 7:10-17; 9:1-7
Tanda Pengharapan
Sebab itu Tuhan
sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang
perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia
akan menamakan Dia Imanuel (7:14).
Yesaya tahu ia harus mengkonfrontasi bangsanya sendiri dengan dosa-dosa
mereka. Bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan! Nabi Yesaya juga sadar bahwa
pesan yang disampaikannya seolah membentur tembok. Namun Tuhan
mengingatkannya bahwa meski sebagian orang terus menolak Tuhan, akan ada umat
sisa yang setia. Karenanya Tuhan memberikan tanda pengharapan berikutnya
untuk hari-hari mendatang: anak itu akan dinamakan Imanuel – Tuhan beserta kita!
Suatu hari nanti Mesias akan datang. Dan janji ini
hendak menyatakan kepada umat-Nya bahwa Ia hadir bersama mereka dan untuk
mereka. Harapan adalah milik mereka – apapun yang mereka hadapi. Mesias yang akan
datang kelak itu tidak ada yang menyamai Dia:
Sebab seorang anak telah
lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita; lambang
pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat
Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (9:6).
Kita tahu Imanuel sudah datang – dan akan datang
lagi kelak. Inilah pengharapan kita. Jadi bagaimana
kita seharusnya menjalani hidup untuk memastikan pengharapan ini adalah milik kita – dengan cara yang
sangat pribadi – dan bahwa kita akan siap menyambut kedatangan-Nya yang kedua?
Bangsa Israel memilih untuk berjalan
dalam kegelapan, daripada dalam terang; memilih untuk
terus berbuat dosa, daripada mencari pengampunan; memilih untuk
mengabaikan pesan pengharapan, sebaliknya menikmati keberdosaan
mereka. Mungkinkah hal ini menggambarkan kita?
Kiranya kita mengambil waktu sejenak
untuk merenungkan tentang Tuhan Yang Mahakuasa dan siapa Dia, bagi kita, hari
ini:
Penasihat Ajaib. Tuhan menuntun,
mengarahkan, menasihati dan menghibur kita. Dan Dia sungguh luar biasa!
Allah yang Perkasa. Tuhan adalah
kekuatan kita di saat kita lemah. Dia menolong kita
dalam, dan melewati, setiap situasi yang hadir dalam hidup.
Bapa yang Kekal. Tuhan dahulu,
sekarang, dan selalu ada! Dan apapun yang kita hadapi, atau akan hadapi, Dia
menyertai kita – selalu!
Raja Damai. Betapa kita
memerlukan damai sejahtera di dunia ini! Dan kita semua memerlukan damai sejahtera Tuhan yang sempurna dalam hidup
kita!
Selasa 18 September Yesaya 11:1-10; 12
Seorang Anak Kecil
Akan Menggiring Mereka
Suatu tunas akan keluar
dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh
Tuhan akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan,
roh pengenalan dan takut akan Tuhan (11:1-2).
Yesaya tidak takut untuk mengkonfrontasi bangsanya dengan dosa mereka. Ia
menyampaikan kepada mereka tentang murka Allah terhadap mereka dan penghakiman
yang akan segera datang. Namun, di tengah-tengah semua malapetaka dan kekelaman
ini, ia menyampaikan tentang pengharapan akan datang: suatu ‘tunas’ dari ‘tunggul Isai’. Dari garis keturunan
Raja Daud akan datang ‘Taruk’. Dan bersama dengan Taruk, dengan kedatangan
Mesias, akan hadir damai sejahtera:
Serigala akan tinggal
bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan
anak singa akan makan rumput bersama-sama (ayat 6).
Mungkin sebagian orang mengatakan
sebagai pemandangan yang mengagumkan! Memesona. Semuanya karena Roh Tuhan ada pada binatang-binatang ini, apalagi pada
kita! Akan ada kekacauan di sekitar kita, tetapi jauh di lubuk
hati, kita dapat memiliki damai sejahtera
yang sempurna.
Kemudian Yesaya berkata:
… dan seorang anak
kecil akan menggiringnya (ayat 6).
Saya suka ayat ini! Kita semua melihat
mereka di sekitar kita: anak-anak kecil, dalam kepolosan mereka, bersikap manis, murah hati, penuh kasih, dan lemah
lembut – sering membuat kita orang dewasa malu dengan tindakan impulsif, prasangka,
dan ledakan amarah kita. Inilah keindahan dari kebajikan dan kemurahan sikap anak-anak yang memenangkan
hati orang-orang. Anda pernah melihatnya, seperti saya pun pernah melihatnya,
laki-laki dan perempuan tersentuh emosinya ketika anak-anak memegang tangan
mereka, atau memberi mereka kecupan di pipi. Mengasihi – seperti yang Tuhan
kehendaki dari kita.
Entah itu seorang anak yang
mempengaruhi kehidupan orang dewasa, atau hal lainnya yang menyebabkan
orang-orang tersentuh hati mereka, kita diperintahkan untuk memberikan pujian
kepada Tuhan untuk kebesaran-Nya:
Bermazmurlah bagi Tuhan,
sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi!
Berserulah dan bersorak-sorailah…sebab Yang Mahakudus. (12:5-6).
Doa
Lindungi semua anak-anak kami, Tuhan Yang
Mahakuasa!
Rabu 19 September Yesaya 14:9-17
Bintang Timur
“Wah, engkau sudah jatuh
dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh
ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (ayat 12).
Tuhan kita Yesus Kristus menegaskan bahwa Dia berasal dari keturunan Raja
Daud, yang disebutkan beberapa kali dalam kitab Yesaya, sebuah gelar yang
memiliki makna yang indah ‘Bintang Timur’, yang dinyatakan kepada murid-Nya
Yohanes dalam Kitab Wahyu:
Sesungguhnya Aku datang
segera ... Aku, Yesus … Aku adalah tunas, yaitu
keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang (22:12, 16).
Namun, dalam perikop hari ini kita
melihat bagaimana Iblis mengambil gelar itu untuk dirinya sendiri – sesudah diusir
dari Surga, dan yang sekarang berhasrat untuk naik ke tempat tinggi menyamai Tuhan dengan berkata:
Aku hendak naik ke
langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah … Aku hendak menyamai Yang
Mahatinggi! (ayat 13-14).
Kata Lucifer, nama yang
digunakan dalam Alkitab versi King James, adalah kata Latin yang berarti ‘bintang timur’; tetapi ‘bintang’ itu segera akan
ditelan oleh terang dan dominasi matahari. Namun, Lucifer bersikeras untuk
meniru Yesus Kristus, yang adalah Bintang Timur yang asli. Sejak permulaan
waktu Iblis licik dalam semua cara-caranya.
Dia menggoda manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengerikan; perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kehancuran dan kejatuhan, penderitaan dan
sakit hati. Tetapi suatu hari, sama seperti ia diusir dari Surga, ia akan
dilemparkan ke dalam Neraka untuk selamanya:
Sebaliknya, ke dalam
dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur (ayat 15).
Juga, kita mendapat kepastian ini:
Dan Iblis, yang
menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya (Wahyu 20:10).
Bagaimana dengan sekarang? Kita
harus terus-menerus sadar bahwa Iblis hidup di dunia kita, berupaya untuk
menarik orang menjauh dari Tuhan – seringkali diawali
dengan hal-hal kecil, untuk membuat kita menyimpang dari jalan yang benar.
Karenanya mari kita selalu waspada, tetap berada dekat
dengan ‘terang Bintang Timur’ yang sejati – Tuhan dan
Juruselamat kita Yesus Kristus!
Kamis 20 September Galatia
3:1-5, 26-29
Pesan Dalam Botol
Hai orang-orang Galatia
yang bodoh, siapakah yang telah memesona kamu? (ayat 1).
Staff Songsters (paduan suara) Kanada diminta
merekam lagu ‘Message in a Bottle’ untuk sebuah video yang akan
dipresentasikan dalam kegiatan orang muda Bala Keselamatan. Sebagai anggota
kelompok, saya, bersama-sama dengan orang-orang lainnya, belum pernah mendengar
lagu ini sebelumnya – barangkali karena lagu ini dinyanyikan oleh band rock Inggris The Police, yang ditulis oleh
basis sekaligus vokalis utama, Sting.
Liriknya menceritakan tentang
satu-satunya manusia, yang terdampar di sebuah pulau, yang mengirimkan pesan
dalam sebuah botol mencari cinta. Koornya mengulangi kata-kata ini: Aku mengirimkan SOS kepada dunia … Kuharap seseorang
menemukan pesanku dalam botol.’ Setahun berlalu – tanpa ada
tanggapan. Lalu tiba-tiba, ‘seratus miliar botol’ muncul di pantai. Orang yang terdampar di pulau itu menyadari bahwa ternyata ada banyak orang
yang kesepian di luar sana, mencari persahabatan, mencari cinta, mencari makna
hidup.
Paulus mengatakan kepada jemaat
Galatia bahwa mereka adalah orang-orang yang ‘bodoh’ karena mengabaikan iman
mereka kepada Kristus, karena dengan sangat cepat melepaskan kepercayaan yang
baru saja mereka temukan. Mereka ‘dipesonakan’, barangkali oleh orang-orang yang
mengatakan kepada mereka bahwa Yesus tidak nyata, tidak otentik; bahwa iman kepada
Kristus itu palsu dan untuk orang-orang yang lemah pikirannya. Apakah
orang-orang mungkin melakukan hal-hal yang ‘memesona’ kita? Mereka mencoba untuk memikat kita menjauh dari apa yang kita
ketahui sebagai kebenaran. Atau barangkali ada hal-hal yang terlihat cukup
menarik dan memikat – untuk membuat kita berbelok dari iman kita.
Sementara menulis kepada jemaat
Galatia, Paulus mengingatkan kita:
Sebab kamu semua adalah
anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus ... Dalam hal ini
tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka,
tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam
Kristus Yesus (ayat 26, 28).
Sungguh pesan yang luar biasa! Pesan yang tidak
berasal dari sebuah botol, melainkan dari Tuhan sendiri. Pesan yang
mengatakan bahwa kita semua adalah ‘satu’ dalam Dia, dan bahwa kita
semua adalah ‘keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah’ (ayat 29).
Ini memang kabar baik! Dan
karenanya, mari kita mengirimkan ‘SOS kepada dunia’ – kepada tetangga
kita, sahabat kita, anggota keluarga kita – supaya kita semua dapat menjadi anak-anak Tuhan yang
hidup, melalui iman kepada Yesus Kristus!
Jumat 21 September Galatia
5:1-12
Project Semicolon
Supaya kita
sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah
teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan (ayat 1).
Lebih dari setahun lalu, Amy Bleuel meninggal pada
usia 31 tahun. Dia adalah pendiri Project Semicolon – sebuah kampanye
sedunia yang menyentuh semua orang yang mengalami penyakit mental. Orang-orang
dari segala usia, yang berjuang melawan stigma masalah kesehatan mental, didorong
untuk menggambarkan semicolon (titik koma) di pergelangan
tangan mereka. Pengingat yang berkelanjutan bahwa tanda baca ini melambangkan
kisah kehidupan seseorang belumlah berakhir. Alih-alih berada di akhir
‘kalimat’ – dengan titik – titik koma menyampaikan kepada kita masih ada yang akan datang; kisah masih
berlanjut.
Diperkirakan Project Semicolon telah menyentuh
jutaan orang di seluruh dunia – terutama melalui sosial media. Amy ingin agar orang
mengetahui bahwa mereka tidak sendirian, dan bahwa ada
harapan untuk semua orang. Ada percakapan yang perlu berlanjut; kebebasan bagi
mereka yang memilih untuk percaya pada diri sendiri.
Rasul Paulus mengatakan kepada
jemaat Galatia bahwa kebebasan dalam
Kristus tersedia untuk
semua. Bahwa iman diperlukan untuk bergerak maju. Bahwa tidak ada
apapun yang dapat menghentikan kita untuk bertumbuh dalam perjalanan kerohanian
kita:
Dahulu kamu berlomba
dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak
menuruti kebenaran lagi? (ayat 7)
Barangkali kita tidak secara pribadi
bergumul dengan penyakit mental; tidak mengalami masalah kesehatan
mental, seperti banyak orang yang kita kenal. Tetapi ada
seseorang yang, sebagaimana Paulus tanyakan kepada jemaat Galatia, ‘menghalang-halangi’ kita – mencegah kita
melihat apa itu kebenaran? Atau barangkali sesuatu yang memikat kita, yang
membuat kita tersandung, bahkan jatuh. Atau mungkin yang ‘mengacaukan kita’ (ayat 10). Jadi mungkin perlu
bagi kita untuk menggambar sesuatu di pergelangan kita, yang mengingatkan kita tentang siapa kita – dan milik siapa kita!
Kristus menghendaki hanya yang
terbaik bagi kita – entah kita sedang bergumul dengan sakit hati, fisik, mental atau rohani. Kisah hidup kita
belum berakhir. Project
Semicolon mengatakan kepada orang-orang bahwa masih akan ada yang datang. Yesus mengatakan sesuatu
yang lebih baik; bahwa kita dapat dibebaskan di dalam Dia!
Benarkah ada cara lain?
Sabtu 22 September Mazmur 36
Sumber Hayat
Ya
Tuhan, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan (ayat 5).
Surat kabar harian saya, Toronto
Star, adalah koran sekuler. Jarang memuat berita-berita yang
memancarkan cahaya positif pada iman Kristen. Tetapi baru-baru ini, sebuah
kolom menarik perhatian saya – dimuat di bagian paling belakang surat
kabar – yang merupakan satu kesaksian yang berdiri sendiri. Berikut adalah
versi singkat dari tulisan Michael Coren:
‘Saya percaya pada
Tuhannya orang Kristen untuk berbagai macam alasan, beberapa alasan intelektual, beberapa tidak, dan meskipun
sebagian dari orang-orang agung yang saya kenal adalah ateis, yang terbesar
dari antara orang-orang yang saya kenal adalah Dia yang mendirikan Kekristenan
2,000 tahun silam. Dia adalah seorang pemuda Yahudi yang hidup di Palestina
yang sedang terjajah dan Dia mengkhotbahkan bukan tentang perubahan tetapi
tentang revolusi. Dunia tidak direformasi, melainkan dilahirkan kembali.
‘Dia adalah, saya yakin, Anak Allah, dan karena klaim
yang disampaikan-Nya Dia dipukuli, dilecehkan, dipermalukan, dihukum mati.
Orang-orang Kristen mengingat peristiwa-peristiwa itu … tetapi peristiwa
yang paling mereka ingat adalah kebangkitan-Nya. Personifikasi kasih, keadilan,
toleransi, pengampunan dan kebangkitan kembali … Anda tidak perlu
mempercayainya, tetapi saya sungguh percaya; sebab hal ini sangat masuk akal bagi
saya, yang menginformasikan saya, dan yang memberi saya makna dan tujuan dari
seluruh hidup saya’.
Mengapa saya memasukkan kesaksian
ini – ketika pemazmur Daud bahkan tidak tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah? Sebab
dalam perikop mazmur hari ini ia berbicara tentang kasih dan kesetiaan Tuhan
yang ‘berharga’ (ayat 7); lalu melanjutkan menulis bahwa dengan Tuhan semua dalam hidup ini akan
bertemu:
Sebab pada-Mu ada sumber
hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang (ayat 9).
Kita, sebagai orang Kristen, adalah
orang-orang yang diberkati – mengenal kasih Allah yang luar biasa
pada tingkat yang sangat pribadi. Maka, seperti yang Daud lakukan ribuan tahun
silam – dan yang baru-baru ini disampaikan oleh kolumnis surat kabar – kita harus
merayakan dan membagikan kabar baik yang luar biasa tentang ‘kasih’ dan
‘terang’ Tuhan kepada orang lain. Lalu mereka, pun,
dapat mengalami sendiri ‘sumber hayat’ yang menakjubkan yang hanya dapat
ditemukan dalam Tuhan!
Minggu 23 September Roma
8:35-39
Pernahkah Sejenak
Berpikir?
Sebab aku yakin, bahwa
baik maut, maupun hidup … tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita (ayat 38-39).
Lagu pujian kita hari ini diambil dari musikal Glory!, yang ditulis oleh Jenderal John Gowans dan John Larsson dan pertama kali
dipresentasikan di London pada tahun 1976. Lagunya diawali dengan:
Pernahkah sejenak berpikir betapa Tuhan
kasihimu?
Terdengar tidak masuk akal, tetapi
benar adanya.
Tak ada apapun di dunia atau di
langit di atas
Sepasti dan seyakin kasih Tuhan (SASB 29 ayat 1)
Pernahkah Anda merenungkan berapa besar kasih Allah bagi Anda? Sungguh ‘tidak masuk akal’. Sebab, seperti
dinyatakan oleh lagu itu, kasih Allah kepada kita ‘benar adanya’; melampaui
pengertian kita, sungguh, dan abadi.
Ayat kedua mengingatkan kita bahwa
ada begitu banyak perubahan terjadi di sekitar kita, tetapi kasih
Tuhan bagi kita tidak pernah berubah:
Semua di dunia ini berubah,
Satu hal dapat diandalkan apapun
situasinya,
Semua ‘kan berubah, tetapi jelas dan
nyata
Kasih Tuhan tetap sama selamanya.
Ayat terakhir mengatakan kepada kita
tentang kasih Tuhan, meski tidak layak, kasih-Nya tidak terbatas – dan baru setiap hari. Mengagumkan! Jadi mari
menyatukan suara menyanyi atau membaca ayat terakhir dan koornya, yang
menegaskan kasih Allah yang luar biasa dan tak terbatas bagi setiap kita:
Lebih luas dari pemikiran manusia,
Kasih-Nya tak terbatas, tak pernah
mati;
Meski kita tidak layak, setiap hari
kasih-Nya baru;
Itulah kasih Allah bagiku dan kamu.
Setinggi langit
dan sedalam lautan,
Seluas dunia,
kasih Tuhan bagimu dan bagiku.
Kita tidak bisa
lari dari kasih-Nya, atau pemeliharaan-Nya,
Di mana kita bisa sembunyi dari kasih-Nya? Kasih-Nya ada di mana-mana.
Senin 24 September Yesaya 24:4-13; 25:1-9
Perlindungan Terhadap
Angin Ribut
Ya Tuhan, Engkaulah
Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi nama-Mu; sebab dengan kesetiaan yang
teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak
dahulu (25:1).
Kita tahu Iblis benar-benar bergiat saat ini. Kita hanya perlu menyalakan
televisi atau membaca surat kabar! Peristiwa-peristiwa tragis dan mengerikan
terjadi di seluruh dunia. Tidak ada yang berubah, sebab Iblis masih sama
aktifnya seperti pada zaman Yesaya. Pasal 14 dan selanjutnya
mengatakan kepada kita tentang nubuatan dan ramalan terhadap bangsa dan suku: Asyur, Filistin, Moab, Damaskus, Kush, Mesir, Babel, Edom, Arab, Yerusalem,
Tirus – semuanya karena Iblis telah menyesatkan mereka. Yesaya menjelaskan
bagaimana Tuhan akan mendatangkan kehancuran ke seluruh dunia sebagai akibat
pemberontakan manusia melawan Tuhan.
Pasal-pasal ini dapat disebut apokalips Yesaya – serupa dengan apa
yang terjadi pada akhir zaman sebagaimana diungkapkan Yohanes dalam Kitab
Wahyu. Yesaya sebenarnya memakai ungkapan frase kecil ‘pada waktu itu’ sebanyak 40 kali di seluruh
kitab. Dia pasti merasa sulit sekali untuk menyampaikan pesan ini kepada bangsanya:
Bumi cemar karena
penduduknya, sebab mereka … mengingkari perjanjian abadi … dan kegirangan suara kecapi sudah berhenti … segala sukacita
sudah lenyap, kegirangan bumi sudah hilang (24:5, 8, 11).
Namun, meski memandang dunia yang
bergolak, Yesaya tahu Tuhan itu setia; bahwa Ia mengasihi
dan mempedulikan bangsanya:
Sebab Engkau menjadi
tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam
kesesakannya, perlindungan terhadap angin ribut, naungan terhadap panas terik (25:4).
Bukankah kita semua merindukan perlindungan ketika angin
ribut datang? Angin ribut mungkin menerpa kota atau komunitas kita; angin ribut
mungkin datang dalam konteks pelayanan kita; atau barangkali
ada angin ribut yang bersifat lebih pribadi yang datang dari dalam keluarga
kita sendiri. Namun, sama seperti Dia menyediakan bagi orang-orang setia pada zaman
Yesaya, Tuhan pun akan menyediakan bagi kita satu perlindungan – ‘naungan terhadap panas terik’ sampai pada titik
di mana kita dapat mengatakan bersama dengan umat Tuhan, ratusan tahun silam:
Pada waktu itu orang
akan berkata: “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan,
supaya kita diselamatkan ... marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh
karena keselamatan yang diadakan-Nya! (ayat 9).
Selasa 25 September Yesaya 26:1-8, 12-13
Meja Makan
Yang hatinya teguh
Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya (ayat 3).
Apa yang membuat Anda merasa damai sejahtera? Sebagian mungkin
berkata duduk sendirian di pinggir sungai, danau atau lautan. Sebagian lainnya,
berjalan jauh atau bahkan mendaki gunung. Barangkali berbeda bagi setiap orang. Bagi saya, sesungguhnya
adalah ketika duduk di meja makan bersama sahabat dan keluarga. Ketika kami berbagi
makanan bersama, dan yang jauh lebih penting adalah ketika kami berbagi
kehidupan dengan satu sama lain.
Seorang pendeta dan penulis Amerika Leonard Sweet mengatakannya
seperti ini:
‘Bukan kebetulan
kultural bahwa di sepanjang masa, di seluruh dunia, orang-orang
berkumpul bersama di meja makan untuk mengenal satu sama lain. Dengan cara
inilah kita sesungguhnya terhubung dengan orang lain … Tempat terbaik
untuk menghabiskan waktu bersama, bercakap-cakap satu sama lain dan semakin
mengenal satu sama lain adalah di meja. Relasi tidak
seperti cermin, di mana semua yang Anda lihat adalah diri Anda sendiri. Relasi adalah
seperti makanan, di mana Anda memberi makan diri sendiri sembari memberi makan
orang lain.’
Yesaya mengatakan kepada bangsanya
bahwa, apapun kehancuran yang mungkin mereka hadapi di masa depan, apabila
mereka percaya kepada Tuhan – yaitu ‘gunung batu yang
kekal’ (ayat 4) – mereka akan merasakan damai sejahtera. Damai sejahtera yang sempurna, dan hanya untuk mereka. Nah, bagaimana dengan kita? Damai sejahtera
mungkin berarti perlindungan.
Barangkali menerima berita, hasil-hasil,
yang sangat kita takuti. Hal ini mungkin juga berarti mematikan TV, menutup
laptop dan smart phones dan iPads,
dan menikmati membangun relasi di sekitar meja pada waktu makan. Apapun jenis
perdamaian yang diperlukan, satu-satunya yang penting adalah memintanya.
Apakah kita merasakan damai sejahtera, jauh di
lubuk hati kita? Mari pastikan kita mengerjakan semua yang Tuhan kehendaki dari
kita.
Leonard Sweet menyimpulkan: ‘Berkat terbesar yang
pernah kita berikan dalam hidup kita, kita mungkin tidak pernah mengetahuinya.
Dan kita tidak perlu mengetahuinya. Kita tidak perlu melakukan hal-hal yang
spektakuler. Kita hanya perlu terus mengerjakan apa yang Tuhan kehendaki supaya
kita kerjakan’.
Meja. Relasi ilahi. Hidup kudus. Damai
sejahtera yang tak terkira!
Rabu 26 September Yesaya 28:1-4; 29:1-4;
30:1-5
Kebenaran Itu Selalu Memerdekakan Kita
‘Celakalah
anak-anak pemberontak, demikianlah firman Tuhan … (30:1).
Dalam pasal 28–31 kitab Yesaya kita membaca serangkaian kata ‘celakalah’ – yang terutama
berfokus pada Yerusalem dan pada umat pilihan Tuhan. Tuhan, melalui nabi-Nya
Yesaya, mengatakan kepada bangsanya bahwa jika mereka terus-menerus berpaling
dari Tuhan – mempercayai dusta yang membuat
laki-laki dan perempuan berbalik melawan Tuhan – akan ada
penghakiman yang berat terhadap mereka. Kesombongan dan kemurtadan tidak akan
lagi ditoleransi.
Saya tidak yakin seperti apa kondisi
di belahan di mana Anda tinggal, tetapi belahan saya di dunia Barat prioritas
dan nilai sepertinya telah mengalami pergeseran. Apa yang sepertinya sangat
penting bagi orang-orang pada umumnya sekarang dianggap tidak terlalu penting. Mudah sekali untuk diiming-imingi agar
menjauh dari kesalehan dan kekudusan dan terjun ke dalam berbagai macam hal
yang mengalihkan perhatian orang dari melayani dan menyembah Tuhan. Sebagai
contoh: Untuk apa membaca Alkitab dan berdoa? Untuk apa datang
ke gereja? Untuk apa mempedulikan orang lain? Masyarakat
menekankan bahwa semuanya adalah tentang kita
dan untuk memuaskan hasrat kita
semata. Kebohongan! Dan celakalah kita
apabila kita menjauhkan diri dari Tuhan – sama seperti pada
zaman Yesaya.
Tulisan berikut ditemukan pada satu
halaman surat kabar New York Times –dengan cetakan huruf besar, tebal,
dan tanpa penjelasan apapun:
Kebenaran itu sulit. Kebenaran itu
tersembunyi.
Kebenaran harus dikejar. Kebenaran itu
perlu.
Kebenaran jarang sekali sederhana.
Kebenaran tidak selalu tampak jelas.
Kebenaran tidak mempunyai maksud
tersembunyi. Kebenaran tidak bisa dipoles.
Kebenaran itu berdaulat. Kebenaran tidak
dapat diciptakan.
Kebenaran berbicara jujur secara
langsung dan lugas. Kebenaran sering diserang.
Kebenaran pantas dibela. Kebenaran perlu
dinyatakan dengan sikap.
Kebenaran lebih penting sekarang
daripada sebelumnya.
Saya mendapati hal ini sangat
menarik, bahwa kebenaran dititikberatkan
dengan cara seperti ini – untuk khalayak yang agak sekuler. Kebenaran itu esensial: dalam segala hal, dan terutama bagi orang-orang
Kristen yang menghadapi begitu banyak tantangan setiap hari. Sebab kebenaran selalu memerdekakan kita.
Jadi, apakah kita orang-orang yang setia pada kebenaran? Kita hanya dapat
menjawab pertanyaan ini – dengan jujur – apabila kita telah
sepenuhnya merdeka dalam Kristus. Apakah ini kesaksian kita hari ini?
Kamis 27 September Galatia
5:13-26
Kasih dan Sukacita
Tetapi buah Roh ialah:
kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu (ayat 22).
Buah Roh – yang diuraikan dalam perikop Alkitab hari ini, yang juga menyimpulkan
pendapat kita tentang jemaat Galatia – semata-mata adalah
tentang memupuk karakter Kristen; tentang hidup
sebagaimana dikehendaki oleh Kristus saat menjalani hidup setiap hari bersama
Dia. Dan kita segera melihat bahwa yang tertulis di sana bukanlah ‘fruits/buah-buah’ (bentuk jamak) melainkan ‘fruit/buah’ (bentuk tunggal). Mengapa demikian? Penulis Stuart Briscoe mengatakan:
‘Jika kita memikirkan
fruit/buah dan bukan fruits/buah-buah, maka kita menghilangkan kebebasan
untuk memilih-milih buah yang kita sukai dan perilaku yang kita pilah. Kita
mengurung diri dalam posisi mengakui bahwa semua aspek buah, terlepas dari apakah
itu pilihan mudah atau sulit, diinginkan dan dibudidayakan … satu gabungan beragam gambaran perilaku
yang merupakan akibat langsung dari relasi dengan Tuhan yang hidup yang
mendiami umat-Nya melalui Roh Kudus-Nya.’
Dua ‘buah’ pertama adalah kasih dan sukacita. Bila kita mengindahkan keduanya, maka kita tidak akan mungkin
menyimpang – benar bukan? Nah, kita semua tahu bahwa sesuatu bisa terjadi yang dapat mematikan kasih
dan merampas sukacita kita. Beberapa hari lalu, saat menuliskan renungan ini,
saya mengunci pintu rumah – pergi berolahraga joging. Kami tinggal di
lingkungan yang cukup baik, dan jarang sekali saya merisaukan orang-orang di
sekitar kami. Tetapi pada kesempatan itu, tiba-tiba, dua orang transgender berdiri di halaman rumah
kami – meminta segelas air untuk minum.
Saya sedikit panik melihat gaun
panjang berwarna-warni, tas merah besar tersampir di bahu, riasan wajah yang
tebal … jenggot lebat besar! Saya segera berkata (dan saya malu mengakuinya), ‘Tidak, maaf.’ Keduanya mulai
berjalan pergi, terlihat patah semangat; kemudian saya memanggil mereka
dan memberi sebotol air!’ Wajah mereka langsung berseri-seri, penuh sukacita! Dan saya yakin, di saat
keduanya berbagi botol air minum, kasih Tuhan menjadi sangat nyata.
Kiranya kasih dan sukacita menguasai
segala sesuatu dan tersebar luas kepada semua orang – terlepas dari
usia, gender, ras atau status sosial.
Doa
Kiranya kasih-Mu yang menakjubkan dan sukacita-Mu yang berkelimpahan
terlihat nyata dalam diri kami, Tuhan Yesus!
Jumat 28 September Yohanes 14:23-31
Damai Sejahtera
dan Kesabaran
Damai sejahtera
Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang
Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah
dan gentar hatimu (ayat 27).
Ketika kita memikirkan kata ‘damai sejahtera’ kita sering mengasosiasikannya
dengan ketiadaan ketegangan atau ketiadaan konflik di sekeliling kita. Tetapi benarkah
itu damai sejahtera sejati yang ilahi? Kita bernyanyi
tentang ‘damai sejahteramu akan seperti sungai’ – dan pikiran kita melayang
ke alam yang indah di pedesaan: sungai yang mengalir tenang; daun-daun yang
bergemerisik dan angin yang sejuk. Tetapi apakah kita
serta merta merasakan damai sejahtera yang dalam di lubuk hati?
Berkaitan dengan damai sejahtera yang merupakan bagian
dari buah Roh, tiga aspek diperlukan:
Berdamai dengan Tuhan. Tidak ada yang ditahan; tidak ada dosa yang tidak diakui. Barulah sesudahnya
akan ada damai sejahtera yang sejati. Relasi Bapa-anak
yang kudus; ikatan yang suci. Nyamanlah jiwa kita.
Damai Sejahtera Tuhan. Ketika segala sesuatu di sekitar
kita runtuh, kita menggapai – kemudian mengalami damai sejahtera Allah yang dalam dan indah. Damai
sejahtera yang menopang, menguatkan dan mengampu kita saat kita dalam kesukaran
besar.
Damai sejahtera di bumi. Kita diperintahkan untuk memiliki
relasi yang utuh, murni dan sehat dengan orang lain – menyebarluaskan
damai sejahtera Allah kepada dunia melalui perkataan, perbuatan dan perilaku
kita yang baik yang terulur kepada semua orang. Dunia memerlukan damai
sejahtera Tuhan. Mari memulainya dari saya dan dari masing-masing kita.
Selanjutnya, bagaimana dengan kesabaran? Bagi sebagian kita
unsur kesabaran dalam ‘buah’ mungkin memerlukan lebih dari sekadar perhatian!
Kesabaran adalah satu kebajikan, itu
sudah pasti. Cobalah mengendarai mobil dalam lalu lintas yang padat di kota
yang sangat sibuk, dan segera kita akan menyaksikan ketiadaan kesabaran dalam
diri banyak orang. Namun apakah ini jenis kesabaran yang Paulus katakan dalam konteks
ini?
Kata makrothumia, yang diterjemahkan sebagai ‘kesabaran’ atau ‘panjang sabar’, sesungguhnya
berarti ‘lambat marah’. Tentang mengatasi kemarahan secara perlahan – tanpa bereaksi
cepat terhadap satu situasi. Tidak ada semburan kemarahan, teriakan, jeritan, amarah yang
membabi-buta. Kita diperintahkan untuk bekerja dengan
sabar, sambil memohon rahmat, belas kasihan, anugerah, dan kasih Tuhan.
Kita hidup di dunia yang serba cepat
yang terus bergejolak. Dalam skala besar: terorisme, perang, konflik,
permusuhan. Dalam skala yang lebih kecil: kecemasan, stres,
frustrasi yang terus-menerus. Kiranya Tuhan mengaruniakan kita damai sejahtera
yang sempurna dan kesabaran yang gigih. Dan kiranya aspek-aspek
buah Roh Kudus terbukti dalam hidup
kita, saat kita sekali lagi mempersembahkan diri kita kepada Tuhan hari ini.
Sabtu 29 September Mazmur 37:1-9
Bergembiralah
Percayalah kepada Tuhan
dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia, dan
bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang
diinginkan hatimu (vv 3-4).
Mazmur ini, yang kemungkinan ditulis oleh Daud ketika dia lebih tua dan
lebih bijaksana, sekali lagi mengarah pada subjek yang kontroversial tentang
kejahatan versus kebaikan: bahwa orang-orang yang melakukan kejahatan sepertinya hidup makmur,
sedangkan mereka yang melakukan kebaikan cenderung menderita hidupnya. Daud
mengatakan kepada kita agar jangan ‘marah’ tentang semua ini (ayat 1); sebaliknya, percaya kepada
Tuhan dan lakukan yang baik (ayat 3). Bergembiralah karena Tuhan – maka ia akan
memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu (ayat 4).
Dalam hal apa kita bergembira?
Anak/cucu. Tidak tentu mereka
adalah anak dan cucu kita sendiri. Mereka bahkan tidak harus anak dan cucu kita
sendiri! Tetapi orang muda adalah karunia dari Tuhan dan kita, sedikit lebih tua,
dapat menjadi bagian dari pembimbingan dan pertumbuhan mereka dalam Kristus.
Kegembiraan yang luar biasa!
Matahari terbit/terbenam. Tuhan menciptakan – dan bagi kita untuk menikmati semua ciptaan-Nya. Apakah itu gunung,
danau, bintang, burung, awan, pelangi, kita dianugerahkan mata untuk melihat,
telinga untuk mendengar. Sungguh menggembirakan!
Makanan enak Tentu saja, kita
harus waspada terhadap kerakusan, tetapi tidak ada salahnya untuk menikmati makanan
enak, jajanan lezat. Betapa menggembirakannya itu semua!
Liburan. Liburan tidak
tentu harus eksotis atau mahal. Barangkali sesederhana meluangkan sedikit waktu
menjauh dari pekerjaan – menikmati sesuatu yang benar-benar berbeda dan menyenangkan!
Firman Tuhan. Kita seharusnya
menemukan sukacita besar ketika membaca Alkitab, sebab itu adalah
pesan Tuhan bagi kita. Dan dengan demikian, kita menemukan kegembiraan yang luar biasa!
Relasi yang hidup dengan Tuhan. Kita adalah umat
yang diberkati; anak-anak Tuhan Yang Mahakuasa. Kegembiraan yang
mendalam menjadi milik kita!
Tuhan berjanji bahwa apabila kita
mendedikasikan diri sepenuhnya
kepada-Nya, mempercayai Dia secara mutlak, maka:
Ia akan memunculkan
kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang (ayat 6).
Tidakkah hal ini mendatangkan kegembiraan besar pada jiwa dan roh
kita? Maka, sekarang mari ucapkan syukur kepada-Nya oleh karena Dia adalah
Tuhan.
Minggu 30 September Mazmur 103:1-5, 19-22
Hai Hamba-Hamba
Tuhan
Pujilah Tuhan, hai
segala tentara-Nya, hai pejabat-pejabat-Nya yang melakukan kehendak-Nya.
Pujilah Tuhan, hai segala buatan-Nya, di segala tempat kekuasaan-Nya! Pujilah
Tuhan, hai jiwaku! (ayat 21-22).
Hari ini kita membahas sebuah lagu pujian agung yang digoreskan oleh
seorang penggubah himne yang prolifik, Charles Wesley. Liriknya
mengingatkan kita bahwa kita adalah subjek dan pelayan dari Tuhan dan Tuan kita
dan bahwa seharusnya kita tidak pernah berhenti menceritakan kepada orang lain
tentang Juruselamat kita yang mulia, Yesus Kristus:
Hai hamba Tuhan, beritakan hal Tuanmu
Siarkan ke seluruh bumi nama-Nya
yang indah;
Pujilah nama Yesus yang masyhur;
Kerajaan-Nya mulia, memerintah semesta
alam (SASB 97 ayat 1)
Kadang kita begitu terjebak dalam
kehidupan sehari-hari sehingga kita mengabaikan untuk secara konsisten
memberikan pujian kepada Tuhan. Juga, kita sering gagal melihat urgensi dari
membagikan pesan Injil kepada teman dan tetangga kita: kebenaran – realitas – bahwa Tuhan
memerintah atas semuanya. Jadi kita harus bertanya pada diri sendiri, ‘Cukupkah kita
menyanyikan pujian bagi Dia?’
Tuhan bertakhta di tempat tinggi,
berkuasa selamatkan;
Namun Dia ada dekat, kehadiran-Nya
kita rasakan;
Jemaah besar mengidungkan
kemenangan-Nya,
Keselamatan datang dari Yesus Raja
kita. (ayat 2)
Ketika kita sungguh-sungguh
merenungkannya, banyak dari kita akan mengaku belum memuji dan menyembah Dia
sebagaimana seharusnya. Orang-orang lain, dan hal-hal lainnya, sepertinya
menuntut hampir seluruh waktu kita. Setidaknya untuk hari ini – dan hari-hari ke
depan – mari memberikan waktu yang memang layak diterima-Nya. Dan mari kita mulai,
sekarang juga, menyanyikan ayat terakhir sebagai tindakan penyembahan
kita bersama:
Maka mari kita menyembah dan memberikan
apa yang jadi hak-Nya,
Segala kemuliaan dan kuasa, segala hikmat dan
otoritas;
Segala kehormatan dan berkat, bersama malaikat
di atas,
Dan ucapan syukur tanpa henti dan
kasih tanpa batas!