Sabtu 1 Desember Mazmur 44:1-8
Kebanggaan
Karena Allah nyanyikan puji-pujian sepanjang hari,
dan bagi nama-Mu kami mengucapkan syukur selama-lamanya (ayat 8)
Kita semua pernah
bertemu dengan orang-orang yang terus-menerus membanggakan sesuatu. Barangkali
anak mereka, cucu mereka. Mungkin ada kaitannya dengan rumah, perjalanan,
banyaknya prestasi mereka. Kita semua, dari waktu ke waktu, pernah sedikit
sesumbar. Seringkali cukup polos: tentang orang-orang dan hal-hal yang membuat
kita bahagia. Namun ketika kebanggaan menjadi obsesif, ia dapat dengan segera berubah menjadi keangkuhan – memamerkan,
yang berefek merugikan orang lain. Yang kemudian menjadi ofensif, sesuatu yang
sangat tidak sehat dan tidak berfaedah.
Namun, bersama dengan pemazmur, kita sepenuhnya bebas – bahkan,
didorong – untuk membanggakan Tuhan ‘sepanjang hari’! Menyanyikan puji-pujian
selalu. Kita dapat dengan bangga
berkata:
Engkaulah Rajaku dan Allahku (ayat 4)
Tuhan senang ketika kita membanggakan Tuhan kepada
orang-orang. Ketika kita menceritakan kepada orang dewasa dan anak-anak tentang
perubahan yang dapat terjadi dalam hidup mereka – perubahan yang berlangsung
sampai kekekalan!
Tuhan telah, dan masih mengerjakan hal-hal yang indah bagi kita semua. Dan ketika ujian
datang, ketika penderitaan sepertinya menelan kita, kepada kita dijanjikan
bahwa Dia akan memberi ‘kemenangan terhadap para lawan kami’ (ayat 7) – tidak
peduli apapun atau siapapun musuh kita. Memang benar, musuh mungkin tidak akan
membiarkan kita hidup tenang. Tetapi dengan kekuatan Tuhan kita dapat melewati
peperangan yang kita hadapi, memproklamirkan kemenangan dalam nama Tuhan.
Jadi, hari ini, mari kita mulai membanggakan kepada orang
lain; bukan tentang diri kita, melainkan Yesus. Dan saat kita melakukannya,
mari kita memberikan pujian bagi nama-Nya yang kudus!
Doa
Tuhan Yesus, terutama
pada waktu yang istimewa tahun ini, kami ingin membanggakan tentang betapa
indahnya, betapa menakjubkannya Engkau. Kiranya orang-orang tertarik untuk
datang kepada-Mu pada masa raya ini – bersedia mengambil keputusan yang
mengubah hidup, supaya mereka juga dapat berani membanggakan Engkau!
Minggu 2 Desember Matius
2:1-12
Mereka Semua Mencari
Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea
pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem
dan bertanya-tanya; “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan
itu? Kami telah melihat bintang-Nya di timur dan kami datang untuk menyembah
Dia” (ayat 1-2)
Mereka tidak melihat
sembarang bintang; melainkan, ‘bintang-Nya’! Bintang yang menunjukkan di mana
Yesus dilahirkan. Orang-orang majus – para cendekia dari timur – secara naluriah
ingin pergi menyembah dan memuja Raja segala raja. Namun, orang-orang pada
zaman itu mempunyai ekspektasi yang berbeda:
Mereka semua mencari raja yang ‘akan
menghabisi musuh dan meninggikan mereka;
Namun lahir bayi kecil yang membuat para perempuan
meratap. (SASB 128 ayat 1)
George MacDonald, yang lahir di Skotlandia pada tahun 1824,
tumbuh dewasa di lingkungan yang luar biasa terpelajar di Gereja Kongregasi.
Sesudah lulus dari Universitas Aberdeen ia pindah ke London, memulai studi
untuk pelayanan.
Karena kecintaannya pada menulis dan puisi, terciptalah
lagu pujian kita hari ini. Lagu ini berbicara tentang pencarian umat manusia
akan seorang ‘raja’ yang membawa pemulihan, akan satu ‘kehadiran’ – yang
semuanya ditujukan untuk memahami kehidupan itu sendiri:
Ya Anak Manusia, ‘tuk tebus takdirku hadir-Mu belaka
sanggup tolong;
Roda kehidupan-Mu bersanding relung, layar kehidupan-Mu berapit
gelombang (ayat 2)
Ayat terakhir lebih merupakan doa. Kita minta agar Raja
kita untuk datang dan memenuhi kebutuhan kita, untuk datang dan menjawab
doa-doa kita. Saat kita memasuki masa raya Natal kita akui kita semua mempunyai kebutuhan dan keinginan
– bagi diri sendiri, bagi keluarga dan sahabat, bagi dunia kita. Jadi mari kita
menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran – berdoa agar Dia menjawab permohonan
kita sesuai dengan kehendak-Nya yang sempurna.
Semua inginku apa sebab Engkau hiraukan? Engkau datang
lewat jalan tersirat;
Engkau datang ‘tuk penuhi semua yang
perlu, ya, setiap doa yang terlewat (ayat 3)
Senin 3 Desember Mikha
6:1-8
Apa Yang Dituntut Tuhan Dari Kita?
Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain
berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan
Allahmu? (ayat 8)
Yang Mikha saksikan adalah
sebuah ruang sidang. Ada kasus yang diajukan terhadap umat Tuhan (ayat 2). Karenanya,
Tuhan – melalui nabi-Nya Mikha – menyampaikan kepada umat-Nya tanggapan yang
dituntut Tuhan dari mereka.
Sama seperti Mikha berbicara kepada umat Tuhan ratusan
tahun yang lalu, Ia berbicara kepada kita sekarang.
Ada banyak hal yang seharusnya kita lakukan untuk Tuhan, tetapi apa yang
sesungguhnya Ia tuntut dari
masing-masing kita? Kita menemukan jawabannya dalam ayat penekanan kita hari
ini.
Berlaku adil. Kita tidak hanya memikirkan orang lain, tetapi juga memperlakukan mereka dengan hormat,
kebaikan dan kemurahan hati. Bersikap adil – berjuang untuk selalu menolong
orang-orang yang mungkin sangat membutuhkan, baik secara jasmaniah, emosional,
spiritual. Agar memperhatikan orang yang miskin, terpinggirkan, terkucilkan,
dan memberikan kepedulian yang lebih di manapun dan kapanpun diperlukan.
Mencintai kesetiaan. Kita diperintahkan untuk menghargai
dan menghormati semua yang Allah telah kerjakan bagi kita. Dan sebagai
balasannya, kita diperintahkan untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang
lain – semua dalam nama Kristus.
Hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Kita diperintahkan untuk menjadi
umat yang rendah hati, yang sadar sepenuhnya bahwa adalah Tuhanlah yang
memampukan dan memberdayakan kita. Berjalan dengan segala kerendahan hati, kita
diperintahkan untuk selalu dekat Tuhan dengan mata tertuju kepada wajah Yesus
yang indah!
Doa
Tuhan, ada banyak
ketidakadilan terjadi di sekitar kami. Orang-orang dieksploitasi; laki-laki dan
perempuan diperlakukan dengan tidak adil. Orang-orang jahat memanfaatkan
anak-anak yang lemah. Jika hal ini membuat kami menangis, betapa lebih hancurnya
lagi hati-Mu. Bapa, tolong kami untuk menegakkan keadilan
di sekitar kami. Tidak pernah takut untuk berbicara dengan terus terang dan mengambil
tindakan yang tepat. Tuhan Yesus, kami melakukan semua ini dalam nama-Mu yang
mulia dan berkuasa!
Selasa 4 Desember Zefanya 1:1-3, 14-18; 2:1-3
Bersemangatlah dan Berkumpullah
Firman Tuhan yang datang kepada Zefanya bin Kusyi
bin Gedalya bin Amarya bin Hizkia dalam zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda
(1:1).
Tidak diketahui secara pasti,
tetapi banyak cendekiawan berpendirian bahwa Hizkia yang disebutkan dalam
silsilah Zefanya adalah Raja Hizkia yang memerintah di Yehuda dari tahun 715
hingga 686 SM. Periodenya tepat karena Zefanya melayani selama pemerintahan
Raja Yosia di Yehuda (640-609 sm).
Ini berarti bahwa sang nabi adalah cucu buyut dari raja. Zefanya berasal dari ‘’keturunan terhormat’, keluarga bangsawan!
Zefanya diperintahkan untuk menyampaikan pesan tentang
penghakiman yang akan datang:
Sudah dekat hari Tuhan yang hebat itu, sudah dekat
dan datang dengan cepat sekali! Dengar, hari Tuhan pahit, pahlawanpun akan
menangis. Hari kegemasan hari itu, hari kesusahan dan kesulitan, hari
kemusnahan dan pemusnahan, hari kegelapan dan kesuraman, hari berawan dan kelam
… Aku akan menyusahkan manusia, sehingga mereka berjalan seperti orang buta,
sebab mereka telah berdosa kepada Tuhan. Darah mereka akan tercurah seperti
debu dan usus mereka seperti tahi (ayat 14-15, 17)
Jika saya mendengarkan perkataan ini, saya akan
cepat-cepat bertobat dari dosa-dosa saya – memohon pengampunan Tuhan! Saya
yakin Anda tentu akan berbuat yang sama. Bukan sekadar untuk menghindarkan diri
dari penghakiman yang akan segera terjadi, melainkan karena kita tidak bisa
menjalani hidup dengan beban perasaan bersalah dan malu, mendukakan hati Tuhan.
Nabi melanjutkan:
Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang
acuh tak acuh … Carilah Tuhan, hari semua orang yang rendah hati di negeri,
yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin
kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan (2:1, 3).
Maka, mari sekarang juga
kita bersemangat dan berkumpul, dari seluruh dunia, dan ‘mencari keadilan’ dan
‘kerendahan hati’ saat kita bersatu dalam doa.
Doa
Ya Allah yang perkasa,
ampunilah kami akan segala dosa kami dan jadikan kami umat-Mu yang kudus.
Tolong kami untuk memiliki kerendahan hati, dan menunjukkan kepedulian dan
belas kasihan kepada semua orang. Jaga hati kami agar selalu dekat pada-Mu. Ini
doa kami.
Rabu 5 Desember Zefanya
3:14-20
Kidung Kasih
Tuhan Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang
memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui
engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai (ayat
17).
Banyak nabi mengakhiri
kitabnya dengan pesan pengharapan; ‘cahaya’ di ujung terowongan yang sangat
gelap. Mengapa? Untuk mendorong orang-orang, bukan saja berserah diri kepada
Tuhan yang Berdaulat, tetapi juga menjadi berkat bagi orang-orang yang terus
setia kepada Tuhan. Mereka perlu mendengar sesuatu yang baik terjadi di
hari-hari mendatang, karenanya kepada umat yang sisa Tuhan berkata:
Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertepuk-soraklah,
hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri
Yerusalem! Tuhan telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas
binasa musuhmu. Raja Israel, yakni Tuhan, ada di antaramu; engkau tidak akan
takut kepada malapetaka lagi (ayat 14-15).
Ayat penekanan hari ini
merupakan salah satu ayat kesayangan saya! Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan
tidak saja beserta kita, tetapi juga sesungguhnya bersorak-sorak karena kita dengan sorak-sorai. Luar biasa!
Bagaimana perasaan Anda terhadap hal ini? Tuhan Pencipta bersorak-sorak karena seluruh korps dan institusi Bala
Keselamatan juga gereja-gereja Tuhan lainnya. Ia bersorak-sorak karena laki-laki
dan perempuan yang terbukti setia kepada Dia. Tuhan bersorak-sorak karena semua
orang muda – yang kadang sulit untuk dimengerti! – tetapi Tuhan bergirang dan
bersorak-sorak karena mereka. Tuhan bersorak-sorak karena semua anak-anak
kecil, yang dengan senyuman menikmati energi dan rasa ingin tahu mereka. Dan
Dia bersorak-sorak karena Anda dan saya. Meskipun kadang kita melakukan
kesalahan, Ia menenteramkan kita, mengampuni kita, dan menyanyikan kidung kasih
– yang digubah-Nya hanya bagi saya, bagi Anda.
Dan Tuhan berjanji suatu hari nanti Ia akan membawa kita
pulang:
Pada waktu itu Aku akan membawa kamu pulang, yakni
pada waktu Aku mengumpulkan kamu, sebab Aku mau membuat kamu menjadi kenamaan
dan kepujian di antara segala bangsa di bumi dengan memulihkan keadaanmu di
depan mata mereka,” firman Tuhan (ayat 20).
Bagi orang-orang Yahudi
pada zaman Zefanya, pulang berarti kembali ke Yerusalem yang sudah dipulihkan.
Bagi kita, pulang berarti bersama dengan Tuhan dalam Kemuliaan – untuk selama-lamanya!
Doa
Aku merasa begitu kecil,
Tuhan, sebab Engkau bergirang dan bersorak-sorak karenaku. Karenanya, semoga
aku terbukti setia – sampai akhir hidupku.
Kamis 6 Desember 2 Petrus 3:1-13
Pengertian …
Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang
kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan
pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan (ayat 1).
Apa yang Anda pikirkan
ketika pikiran Anda mengembara? Tidak diragukan lagi segudang hal yang
berbeda-beda! Mulai dari apa yang barusan terjadi dua menit lalu, sampai pada
kejadian-kejadian yang terjadi bertahun-tahun silam. Atau barangkali pikiran
tentang apa yang Anda rencanakan untuk dikerjakan pada hari ini … atau jauh di
masa depan. Proses berpikir kita adalah fenomena yang sangat menarik!
Kita sering mendapat penghiburan, dalam pengertian bahwa
pemikiran kita adalah milik kita sendiri. Tetapi kita tahu itu tidak benar,
sebab Tuhan mengetahui semuanya
tentang kita – termasuk semua pikiran
kita – pikiran-pikiran yang baik dan yang kurang
baik. Sayangnya, pikiran-pikiran yang kurang baik biasanya mengarah pada
akibat-akibat yang negatif.
Petrus mendorong rekan-rekan seimannya untuk menganut ‘pemikiran
yang murni’, dengan pikiran-pikiran saleh yang berasal dari benak dan hati yang
murni dan kudus. Demikian pula halnya dengan William Booth (Pendiri Bala
Keselamatan) yang menuliskan:
‘Hanya Tuhan yang dapat mengambil keluar dari hati
[benak] Anda temperamen buruk, kebanggaan, kedengkian, balas dendam, cinta
duniawi, semua hal-hal jahat lainnya yang telah menguasai hati dan benak Anda,
dan mengisinya dengan kasih dan damai sejahtera yang kudus. Kepada Tuhan engkau
harus memandang; kepada Tuhan engkau harus berlabuh. Inilah pekerjaan Roh Kudus;
Ia adalah Api Pemurnian; Ia adalah Bara Penyucian; hanya Ia saja yang dapat
memerciki Anda dengan air yang membasuh noda dan menghapus dosa; hanya Ia saja
yang dapat menjadikan dan menjaga Anda tetap bersih. Sungguh berkat yang luar
biasa kita memiliki dari Tuhan yang tidak saja amat perkasa, tetapi juga bersedia
menyelamatkan!’
Kita tidak mampu memahami
bagaimana cara kerja pikiran kita. Tetapi apa yang kita dapat lakukan, dengan pertolongan Roh Kudus, adalah mengusir semua
pikiran yang bukan berasal dari Tuhan. Izinkan Dia untuk terus-menerus mentransformasi
hati dan pikiran kita – menjadi serupa dengan Kristus. Agar hidup dengan
pikiran-pikiran yang menyenangkan Tuhan dalam segala hal.
Doa
Suci dan murnikan
kehidupan pikiranku, ini doaku, Tuhan Yesus.
Jumat 7 Desember 2
Petrus 3:14-18
Bertumbuh Dalam Kasih Karunia
Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil
menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak
bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia (ayat 14).
Tahun lalu sebuah
fasilitas baru dibuka di Helsingborg, Swedia, yang disebut ‘Museum Kegagalan’. Psikolog
Dr Samuel West mendirikan museum tersebut ‘untuk mendorong
organisasi-organisasi menjadi lebih baik dalam hal belajar dari kegagalan - bukan
mengabaikan kegagalan dan berpura-pura kegagalan tidak pernah terjadi’. Dr West
melanjutkan: ‘Tujuan museum adalah untuk menunjukkan bahwa inovasi menuntut
kegagalan. Jika takut gagal, kita tidak dapat berinovasi.’ Sebuah artikel di New York Times menyatakan: ‘Belajar dari
kegagalan adalah salah satu cara mencapai kesuksesan.’
Surat kedua Petrus dimaksudkan untuk memperingatkan
orang-orang yang baru percaya akan doktrin dan ajaran palsu yang secara
bertahap diperkenalkan ke dalam Gereja. Keduanya dapat menyebabkan
saudara-saudaranya seiman jatuh ke dalam perangkap agama palsu, dan menjauh
dari kebenaran. Jika ini memang kasusnya, mereka telah mengecewakan Tuhan
dengan menyerah pada tipu daya. Namun dia hendak meyakinkan mereka bahwa ada jalan
kembali, yang semuanya berakar pada bertumbuh dalam kasih karunia.
Kegagalan bukan akhir segalanya. Sebaliknya, ketika
kegagalan diterima dan diakui, maka ada
permulaan baru dalam Kristus. Mulai sekarang mereka diperintahkan untuk melihat
‘ke depan’, terbukti ‘tak bercacat, tak bernoda’; barulah sesudahnya mereka
akan menemukan ‘damai sejahtera’ sejati dengan Kristus.
Tak seorangpun ingin mengalami ‘museum kegagalan’. Namun
kita semua kadang mengecewakan Tuhan.
Dan ketika kita membuat Tuhan kecewa, kita diperintahkan untuk bangkit dan – dengan
pertolongan Roh Kudus – bergerak maju, rindu menyenangkan Tuhan dan setia
kepada-Nya.
Kita menuntaskan
renungan hari ini dengan doa berkat yang indah dari Petrus atas hidup kita:
Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam
pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan,
sekarang dan sampai selama-lamanya (ayat 18).
Doa
Tuhan, aku begitu sering
gagal dan mengecewakan-Mu. Ketika aku melakukannya, tolong aku untuk mencari
pengampunan dan melanjutkan hidup dalam kasih karunia – supaya aku pun dapat
menolong orang lain yang bergumul dengan kegagalan. Pakai aku, Tuhan. Ini doaku.
Sabtu 8 Desember Mazmur
45
Lagu Pernikahan
Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak
menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang
mahir (ayat 1)
Kita diberitahukan bahwa
perkataan pemazmur – sajak ini – datang langsung dari ‘hati’; perkataan Raja. Dan
saat kita membacanya atau ‘mendeklamasikannya’, sajak ini merupakan goresan pena
‘seorang jurutulis yang mahir’. Syair-syairnya membentuk sebuah maskil – yang dianggap merupakan tulisan
yang puitis dan piawai yang menawarkan pencerahan. Jadi tentang apa
sesungguhnya sajak ini?
Sajak ini diberi judul ‘Lili’, dan merupakan ‘lagu
pernikahan’. Sebagian besar dari kita, barangkali tidak semuanya, senang
menghadiri pernikahan! Pernikahan merupakan satu perayaan yang agung, dan momen
komitmen yang mendalam tatkala sumpah diucapkan dan janji dinyatakan.
Dalam mazmur ini, siapa pengantin prianya? Raja, Tuhan
kita. Dan pengantin perempuannya? Kita – Gereja, umat Tuhan. Saat lagu
dilantunkan, dan saat Raja menatap kita – sama seperti pengantin pria menatap
wajah mempelai perempuannya yang cantik di hari pernikahan mereka – kita
menuturkan kata-kata yang indah ini:
Biarlah raja menjadi gairah
karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya! (ayat 11)
Raja ‘bergairah’ karena keelokan kita! Baik laki-laki
maupun perempuan, Kristus menatap kita dengan sukacita penuh. Ia terpikat pada
pengantin-Nya – hati-Nya, penuh dengan cinta. Ia memandang kita semua sebagai
umat-Nya yang elok! Maka kita kemudian, sebagai tanggapannya, diperintahkan
untuk menghormati Dia – dengan segala cara. Dan dengan demikian, ketika kita ‘dibawa
kepada raja’ (ayat 14), kita diperintahkan untuk merendahkan diri di hadapan
Dia; kita diperintahkan untuk menyembah Raja segala raja. Raja kita, Raja kemuliaan!
Meskipun kita tidak mengetahui nada lagu ‘Lili’, kita
mengetahui koor dari lagu Natal ’Mari Orang Saleh’. Jadi mari kita menyanyikan koor
di bawah dengan menggunakan nada lagu di atas sambil kita menyembah Raja kita
sekarang:
My King, I bow before you, (ulangi tiga kali)
I love you, Lord!
Rajaku, ku sembah Kau (ulangi tiga kali)
Ku cinta Kau
Minggu 9 Desember Lukas 2:1-20
Natal Yang Pertama
Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji
dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat,
semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka (ayat 20).
Kita tidak tahu siapa
yang menggubah lagu pujian hari ini, namun lagu Natal ini ialah lagu yang
sangat istimewa – karena lagu ini mengungkapkan tentang kisah kelahiran Yesus
dengan cara yang alamiah dan emosional:
Waktu malam yang sunyi sepi,
Terdengarlah m’laikat bernyanyi,
Menyampaikan berita surga
Pada gembala miskin hina (BNBK 402 ayat 1)
Lirik dan musiknya kemungkinan digubah pada tahun 1600an.
Tetapi barulah ketika William Sandys, seorang pengacara dan musisi, berhasrat
untuk menyusun Lagu Natal Kristen, menghidupkan lagu pujian yang sebelumnya tidak
pernah didengar oleh publik. Ia menerbitkan buku Christmas Carols Ancient and Modern pada tahun 1833; termasuk di
dalamnya lagu pujian hari ini ‘The First Nowell’.
Ayat 2 menceritakan tentang Orang Majus:
Mengikuti bintang t’rang serlah,
Orang Majus cari Sang Raja;
Berjalan t’rus tak rasa lelah,
Hingga jumpa Raja yang mulia.
Ketika orang majus melihat bintang itu, ‘sangat
bersukacitalah mereka’ (Matius 2:10). Mereka datang dari timur. Berita yang
mereka bawa tentang kelahiran kanak-kanak Kristus akan membawa sukacita bagi
bangsa-bangsa – ya, bagi seluruh dunia!
‘Nowell’ dapat dikaitkan dengan kata Latin novella, yang berarti ‘baru’. Para
malaikat memaklumkan pesan baru tentang
kelahiran Kristus. Dan itu memang kabar baik bagi seluruh umat manusia! Dengan pemikiran
yang luar biasa ini, mari kita bernyanyi bersama ayat terakhir dan koornya:
Marilah kita naikkan
suara
Memuji Kristus Anak Allah;
Pencipta alam, Juru S’lamat,
Memb’ri darah-Nya jadi berkat.
Natal, natal, natal, natal,
T’lah lahir Raja Israel.
Senin 10 Desember Hagai 1:1-11
Kembali Bekerja!
Pada tahun yang kedua zaman raja Darius, dalam
bulan yang keenam, pada hari pertama bulan itu, datanglah firman Tuhan dengan
perantaraan nabi Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan kepada
Yosua bin Yozadak, imam besar (ayat 1)
Kita berasumsi Hagai
merupakan salah satu dari hampir 50,000 orang buangan bangsa Yahudi yang
meninggalkan Babel menuju Yehuda pada tahun 537 sm
– yang dipulangkan untuk membangun kembali Bait Suci di Yerusalem atas dekrit
dari Raja Persia (lihat Ezra 1:1-4; 5:1-2). Pengerjaan pembangunan kembali
terhenti selama 16 tahun. Baik Hagai dan Zakaria diutus Tuhan untuk mendorong
umat-Nya kembali bekerja!
Kadang kita bisa menjadi begitu keletihan, bahkan patah
semangat dalam melakukan pekerjaan Tuhan. Barangkali kita sudah mengajar di Sekolah
Minggu selama bertahun-tahun. Mungkin kita sudah melayani di bagian lainnya di korps
atau gereja. Kita merasa orang lain yang seharusnya mengerjakan hal ini. Kita
sudah mengerjakan bagian kita; jadi kita menuntut libur. Orang lain sekarang
dapat menangani pekerjaan itu. Kita merasa bahwa kita sekarang sudah berhak
untuk mengerjakan yang kita kehendaki. Tetapi benarkah demikian?
Tuhan menegur umat-Nya sebab telah mengabaikan
pekerjaan-Nya dan hanya berfokus pada prioritas egois mereka mereka sendiri:
“Apakah sudah tiba waktunya
bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah
ini tetap menjadi reruntuhan? …sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan
rumahnya sendiri (ayat 4, 9)
Tak seorangpun akan membantah betapa pentingnya untuk
merawat ‘rumah’ kita sendiri – untuk memastikan agar kita memelihara keluarga
kita, rumah kita, kesejahteraan rohani kita. Namun jangan sampai merugikan
pelayanan Tuhan!
Apa yang Tuhan panggil supaya kita kerjakan atau terus
mengerjakannya untuk Dia? Apabila panggilan itu adalah mengajar Sekolah Minggu,
akankah kita menyadari dampak dari apa yang kita kerjakan terhadap kehidupan
anak-anak? Apabila itu adalah pekerjaan sosial, akankah kita mengetahui
bagaimana imbas pekerjaan yang kita kerjakan atas nama Tuhan terhadap
orang-orang lainnya? Barangkali Tuhan ingin agar kita terus melanjutkan apa
yang telah kita kerjakan selama bertahun-tahun, tetapi mungkin dengan semangat
yang baru! Atau barangkali Ia ingin supaya kita mengerjakan sesuatu yang sama
sekali berbeda – sesuatu yang inovatif, menarik orang lain kepada Kristus. Apapun
itu, maukah kita taat – dan kembali bekerja, demi Tuhan yang kita sembah?
Semoga demikian!
Selasa 11 Desember Hagai 2:1-5, 15-19
Roh Tuhan Tinggal Di Dalam Kita
Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu.
Janganlah takut! (ayat 5)
Bait Suci yang baru
akhirnya selesai dibangun pada 515 sm, terutama
karena pembangunannya menjadi prioritas nomor satu bagi umat Tuhan yang
didorong oleh nabi Tuhan, Hagai. Dan pengerjaannya tuntas karena umat Tuhan
tahu Tuhan tetap tinggal di tengah-tengah mereka.
Diperlukan niat untuk menjaga prioritas tetap lurus. Sepertinya
ada terlalu banyak pekerjaan yang perlu kita rampungkan dalam sehari: tugas-tugas
untuk diselesaikan, orang-orang untuk ditemui, hal-hal dalam ‘daftar untuk
dikerjakan’. Apa yang harus kita kerjakan terlebih dahulu? Apa prioritas utama kita
setiap harinya? Kita ‘takut’ melakukan kekeliruan, mengacaukan urutan yang
benar – dan dengan demikian mengacaukan prioritas lainnya. Kita menjadi
tertekan, cemas, bingung.
Barangkali kita dapat menggunakan pedoman sederhana di
bawah ini untuk menolong kita meluruskan prioritas kita, dimulai dengan yang
terpenting:
Berdoa. Kita tidak akan melakukan kesalahan jika kita mengawali
hari dengan berdoa! Sebab bagaimanapun juga, Tuhan mengenal kita lebih baik
dari pada kita mengenal diri sendiri. Roh Kudus-Nya akan membimbing,
mengarahkah, memotivasi, memberanikan kita.
Membaca. Kita juga diperintahkan untuk membuka setiap hari dengan
membaca firman Tuhan, sebab Tuhan berbicara kepada kita melalui Surat Cinta-Nya
– yang akan menolong kita dalam prioritas-prioritas kita.
Diri Sendiri. Mungkin terdengar ganjil
mengedepankan diri sendiri sebelum orang lain; sebab kita diajarkan untuk
selalu mengutamakan orang lain! Tetapi jika kita tidak memiliki kerohanian yang
baik, kita sama sekali tidak ada manfaatnya bagi orang lain. Adakah damai sejahtera dalam jiwamu?
Jika tidak, mari minta pertolongan Tuhan.
Keluarga dan Sahabat. Kita diperintahkan untuk mendoakan
mereka, menjangkau mereka, memastikan adakah yang bisa kita lakukan untuk
menolong mereka dengan cara apapun.
Pelayanan. Apakah kita melakukan apa yang Tuhan kehendaki supaya
kita melakukannya? Adakah hal lain yang Ia rencanakan bagi kita – bahkan hari
ini?
Orang Sekitar. Apakah kita secara terencana
menjangkau lingkungan kita dalam nama Tuhan?
Dunia. Apakah kita berdoa bagi dunia dan para pemimpin dunia?
Ketika Roh Tuhan tinggal
di dalam kita, dan prioritas kita sejalan dengan kehendak Tuhan bagi hidup
kita, maka janji Tuhan, melalui Hagai kepada umat Tuhan, akan menjadi milik
kita:
Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat! (ayat
19)
Rabu 12 Desember Lukas
1:5-13
Kegetiran
Tetapi mereka tidak
mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya (ayat
7)
Saya dan istri saya telah melayani Bala Keselamatan di beberapa wilayah di
Afrika, di mana lazimnya pasangan diharapkan telah memiliki anak dalam tahun
pertama pernikahan mereka. Tidak dapat memberikan keturunan merupakan alasan
yang cukup untuk bercerai – yang seringkali dipaksakan terhadap pasangan oleh
orangtua suami. Oleh sebab itu, tidak dapat memberikan keturunan menyebabkan kekhawatiran
dan sakit hati. Elisabet hanyalah salah satu dari beberapa perempuan dalam
Alkitab yang menghadapi situasi yang sama: beberapa di antaranya adalah Sara, istri
Abram; Hana, istri Elkana.
Sebagian dari perempuan-perempuan
ini secara terang-terangan menunjukkan perasaan mereka dan kegetiran batin
mereka nyata terlihat oleh semua orang. Sebagian lainnya menderita dalam diam,
beban berat itu sangat menghimpit hati mereka. Penderitaan Hana jelas menjadi
beban bagi suaminya, sebab dalam 1 Samuel 1:8 kita membaca Elkana bertanya
kepadanya, ‘Hana, mengapa engkau menangis ... Mengapa hatimu sedih?’ Kemudian,
setelah Hana mendapat kepastian dari Elia bahwa Tuhan akan mengabulkan
permohonannya, ‘mukanya tidak muram lagi’ (ayat 18)
Tentu saja, ada banyak kondisi-kondisi
lainnya yang berkontribusi menciptakan beban batin serupa – dukacita; relasi
yang rusak atau ketiadaan relasi yang memuaskan; kehilangan kesehatan;
kehilangan pekerjaan; kegagalan mencapai nilai ujian yang diwajibkan; sesuatu
yang mungkin menjadi peluang untuk memulai awal yang baru namun yang secara
berkelanjutan tidak bisa dicapai. Untuk dapat memproses dan mengatasi
kekecewaan seperti diperlukan kasih karunia.
Kita tidak mengetahui rahasia rumah
tangga Zakaria dan Elisabet: apakah kondisi ketiadaan anak telah menjadi
masalah yang berkelanjutan bagi mereka. Dari perspektif eksternal kita, mereka
sepertinya telah berhasil melewati pergumulan ini tanpa kehilangan iman atau
keyakinan mereka kepada Tuhan. Namun, keputusan untuk tetap tinggal bersama
tanpa kehadiran seorang anak menunjukkan adanya tekad bersama dan kasih sayang
yang timbal-balik.
Jika ada sesuatu yang menjadi beban
hidup Anda, atau yang menyebabkan kegetiran, carilah jaminan kepastian dari
Tuhan dalam hati Anda.
Kamis 13 Desember Lukas
1:14-17
Bersukacita
‘Engkau akan bersukacita
dan bergembira’ (ayat 14).
Sebagian orang sepertinya tidak pernah merasa puas; mereka seolah
terus-menerus terlihat gelisah dan tidak bahagia. Sebagian lainnya bernafsu
mengejar ambisi pribadi, sehingga selamanya mereka seolah berlari mengejar
sesuatu yang tampaknya berada di luar jangkauan. Meskipun kita mungkin tidak
mau menerima nasihat atau pengalaman orang lain, menarik sekali untuk membaca
renungan Raja Salomo bahwa perjuangan mengejar ambisi yang demikian diibaratkan
dengan mengejar kesia-siaan (lihat Pengkhotbah 2:23) – untuk kemajuan rohani
kita sendiri saja.
Laporan terkini, yang disusun setiap
tahun oleh Sustainable Development Solutions
Network (SDSN) (Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan) dan Earth Institute di
Universitas Columbia, Amerika Serikat, menuliskan: ‘Ketika negara-negara dengan
satu pemikiran mengejar tujuan-tujuan individual, seperti tujuan pembangunan
ekonomi dengan mengabaikan sosial dan lingkungan, hasilnya bisa sangat
merugikan bagi kesejahteraan manusia, bahkan membahayakan bagi keberlangsungan
kehidupan.’ Laporan tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang hidup di
negara-negara demikian mungkin makmur secara ekonomi namun tidak serta merta
menjadi lebih berbahagia. ‘Bagi masyarakat yang hanya mengejar uang, kita
mengejar hal-hal yang salah’, demikian dituliskan.
Lantas apa yang
seharusnya menjadi tujuan kita, ambisi kita? Yang kita kejar seharusnya adalah kepuasan.
Kepuasan sejati terwujud bukan karena memiliki yang kita inginkan, melainkan
menginginkan yang kita miliki. Perikop Alkitab hari ini mengungkapkan sukacita
Elisabet muncul sebab mendapat kepastian bahwa ia akan diberkati dengan
kelahiran seorang anak yang sudah lama dinantikan.
Saya menganjurkan
bahwa kepuasan batin merupakan dasar dari lima relasi yang positif: relasi
dengan diri sendiri; relasi dengan pasangan; relasi dengan persekutuan atau
komunitas; relasi dengan lingkungan; dan relasi dengan Tuhan. Relasi-relasi ini
setara dengan lima digit di tangan kita – relasi kita dengan Tuhan memiliki
kesesuaian dengan ibu jari kita, sebab ibu jari mampu berinteraksi secara unik
dengan jari-jari lainnya. Ketika setiap relasi berada dalam perspektif dan
posisi yang benar, maka tangan dapat bekerja, merespons dan berfungsi secara
terpadu.
Sepertinya
Elisabet menempatkan relai-relasi ini dalam perspektif yang benar, sehingga
mendatangkan harapan dan prospek kepuasan. Demikian pula, ketika kita
terpuaskan maka kita akan lebih mampu mengetahui dan mengekspresikan baik
sukacita maupun kebahagiaan.
Jumat 14 Desember Lukas
1:26-47
Kebahagiaan
Lalu kata Maria: “Jiwaku
memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (ayat
46-47)
Ada perbedaan antara bersukacita dan berbahagia. Kebahagiaan bersifat
sementara dan seringkali bergantung pada kondisi; sukacita ialah kualitas batin
yang sebagian besar didasarkan pada antisipasi yang penuh pengharapan dan
kepuasan yang mendalam. Namun, dalam pembacaan ini, dan dalam ayat-ayat
selanjutnya, sukacita seringkali meluap menjadi kebahagiaan belaka: Maria saat
menyapa Elisabet setibanya di rumah saudaranya; kerabat dan sahabat ketika
Elisabet kemudian melahirkan bayi yang telah lama dirindukannya (lihat ayat
57-59).
Ada kebahagiaan di tengah-tengah
sanak keluarga ketika kehamilan yang didambakan diumumkan, dan kebahagiaan
terjadi di tengah komunitas ketika seorang anak lahir dengan selamat. Tetapi betapa
lebih besarnya lagi kebahagiaan yang menyertai ketika orang-orang yang terlibat
mengakui tangan Tuhan berada dalam proses segala sesuatu. Pengalaman
dianugerahkan hak istimea untuk hadir menyaksikan kelahiran anak-anak kami
membuat saya dapat bersaksi tentang cahaya berbinar-binar pada wajah seorang
ibu sebab kami telah menyaksikan mukjizat.
Tentu saja ada banyak orang yang mengukur
kebahagiaan mereka dengan apa yang mereka miliki. Orang-orang yang menyimpan banyak
uang di bank atau yang hidupnya mewah seringkali mengeluh bahwa kekayaan tidak serta
merta menjamin kebahagiaan. Sebuah klip di YouTube yang berkeliling dari satu
tempat ke tempat-tempat lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, memperlihatkan
sebuah ruang kelas anak-anak di satu negara berkembang, di mana kepada masing-masing
anak diberikan sebuah dos sepatu yang berisi hadiah-hadiah kecil, seperti pensil,
penggaris, kaos kaki, pakaian dalam, camilan, dan mainan-mainan kecil. Kebahagiaan
yang tidak terkendalikan terlihat jelas di wajah anak-anak itu, mereka
hampir-hampir tidak dapat membendung kegirangan mereka – membuka kotaknya lagi
dan lagi dan menatap isinya dengan kepuasan.
Tentu saja, ada banyak orang di
dunia yang jauh dari bahagia. Kondisi-kondisi yang sedemikian berat yang
membuat mereka menghadapi banyak cobaan dan kesukaran, yang bisa meredupkan emosi
siapapun. Jangan sampai kita buta terhadap penderitaan orang-orang yang dalam
pergumulan, berjuang untuk berempati dengan mereka yang tidak bahagia karena
kondisi-kondisi di luar kendali mereka.
Apa yang membuat kita bersukacita,
dan bagaimana kita mengekspresikan sukacita? Bagaimana kita berkontribusi untuk
kebahagiaan orang lain? Mari kita juga merayakannya dengan bebas bersama
orang-orang yang ingin berbagi sukacita dengan kita!
Sabtu 15 Desember Lukas
1:39-45
Belas Kasihan
‘…anak yang di dalam
rahimku melonjak kegirangan’ (ayat 44)
Selama kehamilan kedua menantu perempuan kami, menarik sekali ketika
diingatkan bagaimana bayi dalam kandungan bereaksi terhadap pengaruh luar. Beberapa
jenis makanan dapat menyebabkan janin menjadi lebih aktif, jenis-jenis lainnya
sepertinya mempunyai efek yang menenangkan. Suara, terutama suara yang keras,
juga dapat menyebabkan reaksi. Sesaat sebelum anak pertama kami lahir, saya dan
istri saya menghadiri konser pop. Menariknya, sejak saat itu anak laki-laki
kami sangat berminat pada musik dan sekarang bekerja secara profesional di
industri media!
Jelas sekali, emosi ibu juga
mempengaruhi bayi yang sedang dikandungnya: ibu yang tertekan, membuat bayi
tertekan; ibu yang tenang, bayipun tenang. Pengaruh langsung pada janin
tercermin dalam rekomendasi bagi perempuan hamil untuk menghindari minuman
beralkohol, merokok, dan bentuk lain dari pengobatan yang tidak diresepkan.
Respons bayi Elisabet yang belum
lahir terhadap kedatangan Maria untuk kunjungan yang diperpanjang karena
merupakan cerminan cinta dan kasih sayang yang timbal-balik antara kedua
perempuan itu. Tentu saja pada zaman itu mustahil untuk tetap menjaga
berhubungan dengan cara-cara yang lazim pada zaman kita: email, sms, pesan Facebook.
Oleh karenanya kunjungan pribadi barangkali menjadi lebih signifikan sebab
menjadi peluang untuk bertukar berita, saling memberikan dukungan dan dorongan
semangat.
Namun kadang, dalam komunikasi dapat
terjadi kerenggangan, pesan tidak utuh antara
apa yang disampaikan dan perasaan sesungguhnya dari si pengirim. Yakobus
menangkap ide ini dalam suratnya, yang mengatakan, ‘… Jika ya, hendaklah kamu
katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak’ (5:12). Dengan kata lain,
apapun yang kita katakan, kiranya perkataan itu merupakan cerminan apa yang
sesungguhnya terjadi dalam hati kita – tidak ada sikap bermuka dua!
Bagi Elisabet, reaksi dari bayinya
yang belum lahir tidak bisa tidak menjadi cerminan emosi batinnya sendiri. Cinta
dan welas asihnya dalam momen perjumpaan itu selaras sepenuhnya dengan
keberadaan jasmaniahnya. Mari kita berupaya menghindari sikap bermuka dua dalam
interaksi kita, dalam komunikasi kita dengan orang lain. Sebab bagaimanapun
juga, emosi kita tidak bisa tidak menceritakan kisah kita.
Minggu 16 Desember Lukas
1:46-55
Keangkuhan
Sebab Ia telah
memperhatikan kerendahan hamba-Nya (ayat 48)
Tujuh dosa mematikan – yang, secara kebetulan, tidak terdapat dalam Alkitab
dalam bentuk zaman sekarang – merupakan pengelompokan dan klasifikasi dari
perilaku atau kebiasaan manusia. Daftar yang standar mencakup keangkuhan,
keserakahan, nafsu, iri hati, kerakusan, kemarahan dan kemalasan. Keangkuhan – yang
pertama dalam daftar – diidentifikasi sebagai ketiadaan kerendahan hati. Agustinus
dari Hippo, seorang teolog Kristen mula-mula, mendefinisikan keangkuhan sebagai
kasih akan keunggulan diri sendiri.
Amsal mengkontraskan antara keangkuhan
dan hikmat: ‘Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada
orang yang rendah hati’ (11:2). Beberapa tahun lalu, saya dan istri saya
melayani di Bala Keselamatan Zimbabwe. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa,
sebelum makan, terutama ketika kita menjadi tamu, semangkuk air panas, sabun
dan handuk akan dibawakan ke tempat di mana kita duduk supaya kita dapat
membasuh tangan kita sebelum makan. Namun hal ini bukan merupakan bagian dari
budaya kami, namun dengan cepat kami belajar bahwa sangat tidak sopan apabila
kami menolak ungkapan selamat datang ini. Kami cukup berhikmat untuk bersikap
rendah hati!
Dua kali Maria menyebut dirinya
sebagai ‘hamba’ (Lukas 1:38 dan 48), dengan demikian jelas mengkonfirmasikan
kerendahan hatinya dan kerendahan statusnya. Oleh sebab itu pertanyaan yang
harus kita ajukan adalah apakah Maria menganggap dirinya sebagai orang dengan
status yang rendah oleh karena budaya kondisinya saat itu? Tradisi menunjukkan
bahwa Maria masih remaja pada waktu Gabriel mengunjunginya, jadi kemungkinan ia
tidak diberikan kesempatan untuk mencicipi bangku pendidikan seperti layaknya
anak laki-laki. Namun, Magnificat, yaitu
salah satu dari empat himne pujian yang dicatat dalam Kitab Lukas, mencerminkan
puisi Ibrani pra-Kristen dalam mempersembahkan pujian kepada Tuhan: ‘jiwaku’ adalah
cerminan ‘rohku’– perkataan atau konsep yang sulit kita kaitkan dengan anak
yang tidak berpendidikan.
Perkataan itu menggemakan pujian doa
Hana dan magnificat kegembiraannya dalam 1 Samuel 2:1-10. Meskipun ada
perdebatan ilmiah mengenai apakah Maria sendiri yang mengucapkan perkataan itu,
Lukas melukiskan Maria sebagai lambang dari Israel kuno sekaligus komunitas
iman Kristen yang baru.
Yang menjadi tantangan bagi kita
adalah menyelami cermin budaya dari tanggapan dan pengakuan Maria dalam
dirinya, yaitu seorang perempuan dengan kapasitas, pengertian, kepekaan, dan
kerendahan hati yang luar biasa.
Senin 17 Desember Lukas
1:59-66
Kejutan
Lalu mereka memberi
isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada
anaknya itu (ayat 62)
Kontra dengan tradisi dan ekspektasi, Elisabet
mengumumkan kepada para pejabat Bait Suci bahwa anak yang sudah lama
dinantikannya akan diberi nama Yohanes. Suaminya, Zakaria, bisu selama lebih
dari sembilan bulan – kondisi ini memberikan kesempatan kepada Elisabet untuk
berbicara. Bahkan tanggapan ini, yang didukung oleh Zakaria, menunjukkan kualitas
penghormatan dan pengertian timbal-balik di antara keduanya, karena dia bersikeras
bahwa anak itu harus diberi nama sesuai dengan instruksi malaikat Gabriel (lihat
1:13).
Sebagai tambahan, tanggapan Gabriel kepada
Zakaria merupakan salah satu tanggapan ironis yang paling berkuasa dalam
Alkitab: ‘Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk
berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik kepadamu’ (ayat 18). Pernyataannya
menegaskan posisinya, posisinya menegaskan otoritasnya, dan otoritasnya
menuntut penghormatan. Dia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi!
Namun kembali kepada Zakaria dan
Elisabet. Tampaknya mungkin mengejutkan, mengingat nubuatan sebelumnya dari
malaikat kepada Zakaria (ayat 14-17), bahwa nama bayi tidak diungkapkan
sebelumnya – terutama karena keluarga dan sahabat adalah bagian dari perayaan (lihat
ayat 58). Pada zaman sekarang, kabar yang demikian jarang bisa dirahasiakan
sampai detik-detik terakhir.
Di beberapa bagian di Afrika, telah
menjadi kelaziman untuk tidak memberikan nama kepada anak sampai anak itu
berumur tiga bulan. Hal ini dimaksudkan agar orangtua dapat mulai melihat
karakter bayi mereka dan dengan demikian memilih nama yang lebih mencerminkan
sifat bayi mereka. Semakin mendapat pengakuan bahwa nama yang diberikan kepada
anak adalah salah satu pengaruh terbesar yang dapat orangtua wariskan pada anak
mereka.
Akar kata bahasa Inggris Yohanes
[John] berasal dari nama Ibrani Yochanan,
yang berarti ‘YAHWEH itu maha pemurah’. Namun, sama sekali bukan nama yang
tidak biasa. Beberapa anak dalam periode
Perjanjian Lama dinamakan demikian, dengan semakin populernya nama tersebut,
sesudah kematian imam tinggi Yohanan (meninggal 407 sm) dan John Hyrcanus I (imam agung sekaligus penguasa
Yehuda tahun 134 sampai 104 sm). Hal
ini juga merupakan kelaziman di wilayah Yehuda selama periode Bait Suci yang
kedua.
Barangkali pemberian nama Yohanes
merupakan kejutan bagi keluarga dan masyarakat sekitar, tetapi nama tersebut
menubuatkan tantangan yang radikal kepada orang-orang pada zaman itu – suara orang
yang berseru-seru di padang gurun dengan roh dan otoritas Elia sendiri.
Selasa 18 Desember Lukas
2:1-7
Malu
…karena tidak ada tempat
bagi mereka di rumah penginapan (ayat 7)
Ada satu kisah nyata tentang seorang laki-laki yang tinggal di Skotlandia
pada akhir abad ke-19. Suatu sore, saat itu hujan turun dengan sangat deras, ia
menjawab ketukan pintu rumahnya dengan membukakan pintu dan mendapati seorang
perempuan tua berdiri di hadapannya. Perempuan itu menjelaskan bahwa ia telah
basah kuyub oleh hujan dan bertanya bolehkah ia meminjam payungnya. Nah,
laki-laki itu mempunyai tiga payung yang tergeletak di lorong rumahnya: payung
sehari-hari, payung terbaik, dan satu lagi payung yang sudah rusak. Rupanya
laki-laki itu memberikan kepada perempuan tua itu payung yang paling tua dan
usang, lalu menutup pintu, dan melupakan kejadian itu.
Keesokan harinya sebuah kereta
berhenti di depan rumahnya dan seorang pengawal berseragam mendekati pintu
rumah. Ketika membuka pintu, laki-laki itu melihat payungnya yang sudah usang
dan bulukan diletakkan di atas bantal ornamen yang sangat indah. ‘Yang Mulia
Ratu Victoria’, pengawal itu mengumumkan, ‘sangat menghargai pinjaman payung
Anda kemarin sore dan memerintahkan saya untuk mengembalikannya kepada Anda
secara pribadi.’ Tidak perlu dikatakan lagi, laki-laki itu sangat malu sebab
tidak memberikan payung yang terbaik kepada sang Ratu.
Narasi Injil Lukas tidak menyebutkan
tentang pemilik penginapan, namun setiap pementasan kelahiran bayi Yesus di
sekolah atau gereja selalu menyertakan karakter dengan deskripsi seperti ini,
yakni yang membuka pintu penginapan dan dengan tandas menggelengkan kepala sambil
menunjuk ke arah kandang, yang mengindikasikan bahwa itulah satu-satunya
akomodasi yang tersedia.
Terlepas dari ada tidaknya pemilik
penginapan, jika saja orang itu tahu siapa yang sesungguhnya sedang mencari
penginapan di penghujung perjalanan yang panjang, pastinya dia akan memberikan
kamar terbaik yang ada. Apakah kemudian dia malu ketika palungan menjadi
panggung utama? Para gembala yang kembali memberitahukan apa yang telah mereka
dengar dan lihat, Alkitab mencatat bahwa semua orang yang mendengar cerita mereka
‘keheranan’ dengan berita yang mereka dengar (lihat Lukas 2:17-18). Kita
mungkin bertanya-tanya apakah pemilik penginapan belakangan menjadi malu sebab
tidak memberikan tempat yang lebih baik.
Seringkali gangguan yang menyela
hari atau jadwal kita terjadi pada saat yang paling tidak menyenangkan: orang
yang sangat membutuhkan, hal-hal mendesak yang perlu dikerjakan, tempat-tempat
yang mendadak harus didatangi. Barangkali penulis Kitab Ibrani mengetahui
tentang kisah pemilik penginapan ketika menuliskan, ‘Jangan kamu lupa memberi
tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan
tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat’ (13:2).
Rabu 19 Desember Lukas
2:8-14
Takut
Lalu kata malaikat itu
kepada mereka: “Jangan takut” (ayat 10)
Segelintir orang senang dibuat terkejut, terutama ditakut-takuti. Sebagian
orang menikmati menjadikan orang lain sebagai bahan lelucon, kegirangan melihat
reaksi ketakutan pada diri orang lain. Kadang menyenangkan rasanya bisa
mengejutkan seseorang dengan satu tindakan kebaikan – hadiah atau berita baik. Tindakan
kebaikan yang dilakukan dengan spontan menjadi semakin marak dipraktikkan di
beberapa bagian dunia, memberikan hadiah kepada orang-orang yang dianggap
menolong atau bersikap baik pada seseorang yang membutuhkan.
Malaikat sepertinya memiliki
pekerjaan ganda yang terlihat pada tiga kesempatan yang tercatat dalam dua bab
pertama Injil Lukas. Pertama, ketika mengumumkan kepada Zakaria bahwa istrinya
Elisabet akan melahirkan seorang putra; kedua ketika mengumumkan kepada Maria
bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan seorang putera; ketiga,
mengumumkan kepada gembala bahwa Yesus telah dilahirkan pada hari itu di
Betlehem. Dan pada setiap kesempatan, malaikat pertama harus menenangkan
ketakutan sebelum menyampaikan pengumuman yang dimaksudkan.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa ‘fools
rush in where angels fear to tread [peribahasa
dimaksudkan bahwa orang yang tidak berpengalaman atau kurang berpengetahuan akan
melakukan sesuatu yang orang berpengalaman atau berpengetahuan akan
menghindarinya]’ – sebuah kutipan dari karya penyair Inggris, Alexander
Pope, yang berjudul An Essay on Criticism,
yang ditulis pada tahun 1709. Peribahasa ini mengindikasikan bahwa orang
gegabah atau tidak berpengalaman akan cenderung mencoba hal-hal yang orang
bijak akan mengambil tindakan ekstra hati-hati.
Adapun para malaikat, mereka tampaknya tidak takut dengan tujuan yang
diperintahkan, namun mengakui bahwa kedatangan mereka yang tidak disangka-sangka
mungkin akan menimbulkan keterkejutan bagi orang-orang ke tempat di mana
malaikat diutus untuk datang.
Tentu saja, setiap orang yang
mendapat kunjungan malaikat merasa sangat terkejut – mereka sama sekali tidak
menduganya. Namun ada orang-orang yang sudah mengkhawatirkan hal-hal yang tidak
terduga, bahkan sebelum itu terjadi. Dalam ajaran Yesus, kita ditantang untuk
tidak mencemaskan hal-hal apapun, sebelum itu terjadi (lihat Matius 6:25-34).
Kekhawatiran dan ketakutan adalah
emosi-emosi yang Tuhan tidak pernah ingin kita mengalaminya. Ketakutan apa yang
mungkin Tuhan ingin supaya kita melepaskannya hari ini?
Kamis 20 Desember Lukas
2:36-38
Kelaparan
Ia tidak pernah
meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa (ayat
37)
Tujuh puluh tujuh tahun! Terus-menerus berada di dalam Bait Suci, menyembah
dan memuji Tuhan. Alkitab tidak memberitahukan bagaimana suami Hana meninggal
dunia, atau apakah ia mempunyai anak sebelum menjadi janda, atau mengapa – pada
usia yang relatif muda – ia tidak menikah kembali. Juga kita tidak tahu bagaimana
ia menjadi seorang saleh yang beriman. Tentu saja sebagai seorang perempuan,
dia hanya diperbolehkan untuk masuk ke dalam Bait Suci sejauh Court of the
Women [Pelataran Khusus Perempuan] – yakni melewati Court of the Gentiles
[Pelataran Khusus non-Yahudi], namun tidak diizinkan untuk masuk ke pelataran
dalam Bait. Tetapi aturan ini sepertinya tidak menghalangi Hana untuk masuk
sejauh mungkin ke dalam Bait Suci dan tetap berada di sana untuk waktu yang
sangat lama.
Semangat keagamaan Hana merupakan
cerminan duniawi dari nubuatan surgawi Yohanes (lihat Wahyu 4:8-11) di mana
seluruh makhluk hidup menyanyikan pujian bagi Tuhan siang dan malam. Dan, dapat
dikatakan, bahwa selama berabad-abad banyak orang yang telah menunjukkan
pengabdian yang sama, menjalani hidup yang kudus di hadapan Allah yang hidup – dan
tampaknya tidak pernah lelah menjalaninya. Tetapi bagi kita semua, selalu ada
banyak hal lain yang perlu dilakukan, segudang tuntutan dan prioritas lain terutama
di hari-hari terakhir yang sangat sibuk dan kalut menjelang Natal!
Beberapa tahun silam saya menemui
sebuah tantangan yang sangat sederhana namun penting, yang berbunyi demikian: ‘Yang
paling utama adalah menjaga hal utama tetap menjadi yang utama!’ Kadang fokus
kita bergeser dan perhatian kita teralihkan dari hal yang paling penting. Yesus
berbicara tentang lapar dan haus akan kebenaran. Ketika jasmani kita lapar atau
haus, sering fokus kita menjadi sangat terbatas. Tidak mudah untuk tetap
berfokus, terus lapar akan hal-hal lain yang barangkali lebih penting.
Hanya sedikit dari kita yang
mendapat kesempatan untuk berada dekat Tuhan di tempat ibadah untuk jangka
waktu yang lama, selama beberapa hari ke depan pada khususnya. Namun mari kita
bertekad untuk terus berada dekat Tuhan secara rohani – memelihara rasa lapar
akan kehadiran-Nya, momen demi momen, hari demi hari.
Jumat 21 Desember Matius
1:18-25
Kemarahan
Karena Yusuf, seorang
yang tulus hati ... ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (ayat 19)
Kemarahan merupakan reaksi yang alamiah ketika sesuatu menantang rasa
keadilan kita. Barangkali sesuatu itu adalah hukuman yang dijatuhkan pada kita
secara keliru, atau jika kita didisiplinkan untuk sesuatu yang bukan merupakan
kesalahan kita. Kita juga menunjukkan reaksi marah ketika seseorang
mengecewakan kita. Kita bisa membayangkan respons pertama Yusuf ketika
mendengar bahwa tunangannya Maria hamil: kecewa, bingung, marah. Kembali kepada
Kitab Kejadian, kita melihat contoh lain ketika seseorang diperhadapkan pada
sesuatu yang tampaknya adalah kemunafikan seksual. Reaksi kemarahan Yehuda
terhadap Tamar, menantunya, pada peristiwa itu sangat cepat dan brutal: ‘Bawalah
perempuan itu, supaya dibakar’ (38:24).
Kelembutan adalah karakteristik yang
telah menjadi identik dengan kelemahan, tetapi definisi aslinya adalah jauh
lebih deskriptif yakni, dengan sengaja menahan kekuatannya. Satu gambar
fotografi yang memiliki dampak luar biasa baru-baru ini beredar yang
menunjukkan seorang bayi yang baru lahir digendong oleh tangan-tangan kuat
seorang laki-laki berotot. Tentu saja, tangan-tangan itu dapat dengan mudah
melukai tubuh bayi yang lemah itu, namun sebaliknya foto itu memperlihatkan
kelembutan.
Sementara masih menimbang-nimbang untuk mengambil suatu tindakan, Yusuf
bertekad untuk melakukannya dengan cara yang bermartabat, peka dan sama sekali
tidak membahayakan Maria.
Mudah sekali untuk membenarkan
luapan amarah ketika kita diperhadapkan pada hal-hal yang tampaknya mengusik rasa
keadilan dan kebenaran kita. Mungkin saja seorang anak yang tertangkap basah
mencuri atau melakukan hal-hal yang menyimpang dari harapan keluarga; mungkin
saja pasangan yang kedapatan melanggar janji pernikahan; mungkin saja seseorang
yang tadinya kita hormati namun yang belakangan ternyata melakukan perbuatan
yang menyimpang dari standar yang diharapkan.
Meski selalu ada pembenaran untuk
kemarahan kita, mari kita mengingat perkataan Yesus ketika seorang perempuan
yang berzinah dibawa ke hadapan-Nya: ‘Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa,
hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu’ (Yohanes 8:7).
Mungkin Yesus sadar akan reaksi ayah duniawi-Nya ketika menanggapi dengan kasih
karunia dan belas kasihan ketika menghadapi kejadian yang sama.
Sabtu 22 Desember Matius
2:1-12
Kegembiraan
Ketika mereka melihat
bintang itu, sangat bersukacitalah mereka (ayat 10)
Mencapai puncak kesuksesan sering menghadirkan perasaan yang meluap-luap.
Sesudah menyelesaikan maraton pertama saya, saya merasakan gelombang
kegembiraan dan emosi yang luar biasa. Demikian juga kegembiraan terpancar dari
raut wajah seorang atlet yang baru saja memenangkan perlombaan atau pemain
sepakbola yang mencetak gol.
Gelombang emosi yang sama tercatat
pada akhir perjalanan panjang orang majus, para bijak dari Timur, ketika
bintang yang telah lama mereka ikuti berhenti di atas sebuah tempat di mana
kanak-kanak Yesus berada: ‘Sangat bersukacitalah mereka.’ Mereka melupakan status
mereka, semua kesukaran selama perjalanan tidak lagi berarti ketika saat yang
mereka nanti-nantikan terwujud dan mereka pun berlutut di hadapan kanak-kanak
Kristus dalam penyembahan yang khidmat.
Ungkapan ‘Lebih baik mencoba dan
gagal dari pada tidak pernah mencoba sama sekali’ sebenarnya adalah kutipan
yang kurang akurat dari puisi karya Alfred Lord Tennyson berjudul ‘In Memoriam:
27, 1850’: ‘Lebih baik mencintai dan kehilangan dari pada tidak pernah
mencintai sama sekali.’ Tema ini muncul dalam The Story of The Other Wise Man, sebuah novel pendek karya Henry
van Dyke, pertama kali diterbitkan pada tahun 1895. Buku ini merupakan lanjutan
dari kisah Matius, yang menceritakan tentang Orang majus ke-empat. Seperti
orang-orang majus lainnya, ia berangkat untuk melihat penguasa yang baru lahir,
sambil membawa harta untuk dipersembahkan kepada anak itu sebagai hadiah.
Namun, ia berhenti di tengah jalan untuk menolong seorang laki-laki yang sedang
sekarat sehingga terlambat tiba di Betlehem untuk menjumpai anak itu, sebab
orangtuanya telah mengungsi ke Mesir.
Tiba-tiba kepalanya tertimpa oleh
genteng yang jatuh dan membuatnya sekarat, tetapi sebuah suara berkata
kepadanya, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku’ (Matthew 25:40). Ia mati dalam terang damai sejahtera ketakjuban
dan sukacita.
Apakah orang majus ke-empat itu mati
sia-sia?
Meski hanya sebuah cerita, kisah ini
menyarankan bahwa tindakan kedermawanan dapat disamakan dengan tindakan ibadah
dan menghadirkan perasaan sukacita dan ketakjuban seperti yang dialami oleh orang-orang
majus pada waktu mereka menyembah Yesus.
Kiranya tekad dan dedikasi kita
menginspirasi dan mendorong pelayanan serta upaya kita supaya kita pun menjadi murid-murid
yang melakukan ‘segala sesuatu’. Sebab dengan demikian, akan sangat
bersukacitalah kita!
Minggu 23 Desember Matius
2:13-18
Kemarahan
Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh
orang-orang majus itu, ia sangat marah (ayat 16)
Tidak ada yang lebih buruk dari pada menyadari bahwa kita telah ditipu. Bisa
jadi menyadari bahwa dompet atau ponsel kita telah dicuri, raibnya simpanan
tabungan yang telah kita sisihkan selama ini, atau – yang semakin marak
belakangan ini Cybertheft (pencurian
dunia maya) – bahkan pencurian identitas pribadi kita. Pada kesempatan seperti
itu, kita dapat dengan mudah tergoda untuk memberikan tanggapan secara liar
atau brutal, kadang bahkan menyalahkan orang lain karena kurangnya kendali atau
karena kegagalan kita.
Seiring kepemimpinan dan tanggung
jawab seharusnya
dituntut diplomasi dan pengendalian diri yang lebih besar dalam diri Raja Herodes, tetapi tampaknya ia
kurang memiliki kualitas yang sedemikian. Dalam Kitab Amsal kita membaca satu
peringatan yang bermanfaat: ‘Kegeraman raja adalah bentara maut’ (16:14). Sangat
disayangkan, tampaknya kemarahan yang tidak terkendali pada tingkat
kepemimpinan seperti itu adalah kejadian yang lazim. Yang disesalkan, bahkan
pada hari ini, terdapat bukti-bukti penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya
pengendalian diri yang berujung pada penindasan kehidupan manusia.
Meskipun ada legitimasi untuk
righteous anger (kemarahan kudus), sebagaimana terbukti ketika Yesus sendiri
mengusir para penukar uang dari Bait Suci (lihat Matius 21:12), tidak pernah
ada alasan untuk penyalahgunaan posisi, atau kemarahan atau kemurkaan yang
tidak terkendali – terutama yang diarahkan kepada mereka yang tidak mampu
membela diri sendiri.
Sayangnya, mudah sekali untuk
memaafkan atau memperbolehkan perilaku buruk dari orang-orang yang berkuasa, ketika barangkali bukan kita yang menjadi sasarannya! – tetapi berapa
seringkah perilaku tidak terkendali berpotensi merusak reputasi atau integritas
kita?
Henry Kravis, seorang pengusaha dan
filantropis berkebangsaan Amerika, menulis: ‘Jika Anda tidak punya integritas,
Anda tidak punya apa-apa. Anda tidak bisa membeli integritas. Anda bisa
mempunyai semua uang di dunia, tetapi jika Anda bukan orang yang bermoral dan
beretika, Anda sesungguhnya tidak punya apa-apa.’ Kiranya kita berupaya untuk
bertindak – dan terutama bereaksi – dengan integritas, budi bahasa yang baik,
dan pengendalian diri.
Senin 24 Desember Matius
2:16-22
Kejijikan
Ketika Herodes tahu … ia
menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya (ayat 16)
Meskipun tidak disebutkan dalam narasi Alkitab, kita bisa ikut merasakan
perasaan dari orang-orang yang dikirim untuk menjalankan misi yang mengerikan
ini. Membunuh orang-orang yang tidak bersalah, terutama anak-anak yang tidak
berdaya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.. Sayangnya, kekejaman yang terkutuk
ini bukan sesuatu yang langka pada zaman sekarang. Diperkirakan terdapat
sekitar 100,000 orang Kristen menjadi martir setiap tahunnya.
Selama pelayanan kami di wilayah Afrika
Barat, saya dan istri saya melayani sejumlah orang muda yang mengalami cacat akibat
perang saudara yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Melihat mantan tentara
anak-anak yang kehilangan tangan atau kaki mereka – yang ditebas secara brutal
hanya karena mereka menjadi anggota suku lawan atau berada di tempat dan waktu
yang salah – menjadi satu pengingat yang tragis akan kemampuan manusia untuk
melakukan kekejaman yang tak terkatakan pada sesamanya. Banyak dari mantan
tentara anak-anak itu mengalami trauma yang hampir mustahil untuk dipulihkan
akibat pengalaman mereka. Tanpa anggota tubuh, bersamaan dengan hilangnya
bertahun-tahun masa sekolah selama berlangsungnya perang saudara telah
menjadikan potensi mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan sangat
terbatas; banyak dari mereka yang akhirnya menjadi peminta-minta atau buruh
kasar.
Kita, dan semua orang-orang baik
lainnya, sudah sepatutnya merasa muak dengan kekejian itu. Namun kasus-kasus
pelecehan dan perilaku kasar terjadi di semua tempat, meskipun dalam skala
kecil dan acak. Benih dosa, potensi kejahatan ada dalam setiap kehidupan, dalam
setiap hati manusia, dan pengalaman mengingatkan kita bahwa tanpa intervensi
yang radikal, hal seperti itu akan terus berlanjut.
Sesungguhnya hati manusia dapat
mengalami transformasi. Bahkan tentara-tentara yang paling keras hati dapat
menunjukkan belas kasihan! Seorang perwira Romawi menghampiri Yesus sebab mengkhawatirkan
pelayannya yang lumpuh dan menderita. Meski mengakui otoritas tentara itu,
Yesus memuji iman dan kepeduliannya terhadap orang lain yang membutuhkan (lihat Matius 8:5-13).
Mari kita tidak melupakan orang-orang
yang menderita hari ini oleh karena tindakan-tindakan kejam, serta mendoakan
mereka yang menganiaya orang-orang yang tidak bersalah, seperti yang
diperintahkan Yesus (Matius 5:44). Meskipun kita mungkin tidak mengerti, namun
orang-orang itu – seperti kita – diciptakan menurut peta teladan Tuhan.
Selasa 25 Desember Roma
5:6-11
Kasih
Akan tetapi Allah
menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita,
ketika kita masih berdosa (ayat 8)
Dalam kalender Kristen terdapat dua hari raya
keagamaan yang utama: Natal dan Paskah. Bagi sebagian besar kita, Natal
merupakan festival tahunan yang paling besar dan agung, yang seringkali menyibukkan
perhatian dan persiapan kita berminggu-minggu sebelumnya. Menjadi momen di mana
kita berkumpul bersama keluarga dan sahabat; kita bernyanyi, kita merayakan,
kita tertawa, dan kita bertukar hadiah. Natal telah menjadi perayaan yang
penting sepanjang tahun dan yang telah banyak diadopsi oleh masyarakat luas.
Barangkali selain dari Hari Valentine di banyak negara, Natal menjadi saat di
mana kita mengkomunikasikan kasih lebih dari kesempatan-kesempatan lain. Ketika
kita mengirimkan kartu Natal, kita dengan senang menuliskan ‘Salam sayang dari’;
ketika kita menempelkan label pada hadiah Natal kita tidak lupa menuliskan ‘Dengan
cinta dari’. Setiap hadiah merupakan ungkapan cinta – dan tak ada yang mewakili
cinta lebih dari kelahiran Yesus itu sendiri.
Tetapi jika
Paskah tidak terjadi, Natal menjadi tidak ada artinya. Jika Paskah tidak pernah
terjadi, Natal menjadi tidak lebih dari sekadar cerita. Jika cerita Paskah itu tidak
benar, maka Natal hanya menjadi sekadar cerita tentang bayi yang tidak dikenal,
yang lahir di pinggiran kota, di negeri yang terlupakan 2,000 tahun silam. Makna
penting Paskah memberikan Natal makna yang sejati.
Apa makna
penting Paskah? Bagi banyak orang, Paskah hanyalah akhir pekan yang panjang, istirahat pada bulan-bulan
antara Natal dan liburan tengah tahun. Sebagian orang Kristen bahkan memandang
Paskah sebagai peristiwa kelas dua, meski ada penekanan dalam narasi Injil. Tetapi
pada kenyataannya, meskipun kita mengakui ungkapan kasih pada peristiwa Natal,
makna pentingnya terkait erat dengan ungkapan kasih pamungkas pada peristiwa
Paskah.
Ya, mari
menikmati memberi dan menerima ekspresi cinta pada momen Natal, tetapi mari
juga mengingat kasih pamungkas yang ditunjukkan pada Jumat Agung dan yang
ditegaskan pada Minggu Paskah. Kiranya kita mengalami realitas kasih yang
diungkapkan di seluruh dunia pada hari ini!
Rabu 26 Desember Mazmur
46
Ketika Tragei Menyerang
Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan
kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti (ayat 1)
Hari ini adalah hari
sesudah Natal. Kemarin menjadi hari penuh dengan kegembiraan yang luar biasa
saat kita menghargai dan menghormati kelahiran Kristus. Lantas mengapa saya
memberikan judul yang melankolis untuk perenungan hari ini, sementara sebagian
besar kita masih dalam semangat perayaan? Sebab kapan saja, pada siapa saja,
tragedi dapat menyerang.
Sebagian orang bahkan pernah mengalami saat-saat sulit
pada waktu Natal. Karenanya perikop Alkitab hari ini menjadi bacaan yang penting.
Teks yang sering menjadi acuan kita. Dengan maraknya terorisme di banyak tempat,
dan dengan frekuensi yang semakin kerap, kita perlu sesuatu untuk menopang
kita. Sesuatu untuk membantu menenangkan ketakutan kita.
Tragedi juga dapat
menyerang pada tingkat yang sangat pribadi. Barangkali ini diagnosa yang menakutkan,
kecelakaan yang mengerikan, pelanggaran kepercayaan yang mengejutkan. Apabila
semua ini terjadi pada hidup kita, ke mana kita berpaling? Mazmur memberikan
jawabannya:
Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi
berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun
ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela (ayat
2-3)
Waktunya untuk
mengambil napas panjang. Waktu istirahat yang direncanakan di mana kita menjadi
tenang – menyerahkan seluruh kesedihan dan kesengsaraan, penderitaan dan
kedukacitaan, bahkan kemarahan kita kepada Tuhan. Lalu, melalui air mata yang
mengalir, kita mendengar Dia berbisik di telinga kita:
Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! (ayat
10)
Kita diperintahkan untuk mengakui
kehadiran Tuhan dalam hidup kita, lalu menyerahkan seluruhnya kepada Dia untuk dikerjakan sesuai dengan kehendak-Nya
yang sempurna.
Ketika tragedi menyerang, ketika tiba-tiba hati, jiwa dan
roh kita terkoyak-koyak, satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah berpegang
erat pada janji Tuhan dan mempercayai Dia dengan mutlak tanpa ragu-ragu:
Tuhan semesta alam menyertai kita, kota benteng
kita ialah Allah Yakub. Sela (ayat 11)
Maukah kita
mempercayakan semuanya kepada Tuhan –
sekarang juga?
Kamis 27 Desember Mazmur 47
Elu-Elukanlah Dengan Sorak-Sorai
Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah
Allah dengan sorak-sorai! (ayat 1)
Sebagian besar kita
familier dengan maskot. Barangkali orang, binatang atau benda digunakan sebagai
maskot, yang dimaksudkan untuk tidak saja mendatangkan keberuntungan (atau
begitu yang orang percayai) tetapi juga sukacita. ‘Maskot’ berasal dari istilah
bahasa Perancis mascotte, yang
berarti jimat keberuntungan. Maskot pertama kali tercatat pada tahun 1867 dan
dipopulerkan oleh opera Edmond Audran berjudul La Mascotte, yang dipentaskan pada tahun 1880. Kata itu dditambahkan
ke dalam bahasa Inggris setahun kemudian.
Di beberapa negara, seperti Jepang, berdandan sebagai
maskot adalah pilihan karier yang baik, dan orang-orang berkarier di bidang ini
sebab, secara umum, maskot menghadirkan kegembiraan ke dalam hati orang-orang –
kelegaan dari tekanan hidup. Maskot untuk tim olahraga mengobarkan sorak-sorai
penggemar. Ketika bisnis menggunakan maskot, hal itu umumnya dimaksudkan agar
orang mengingat perusahaan tersebut – dan berinvestasi di dalamnya.
Dalam Mazmur hari ini, kita diberanikan untuk ‘mengelu-elukan
Allah dengan sorak-sorai’. Dengan kata lain, memberikan ‘tepuk tangan’ yang
keras bagi Tuhan – hati kita melimpah dengan sukacita penuh. Sebab:
...Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja
yang besar atas seluruh bumi (ayat 2)
Tuhan datang kepada kita, berdiam dalam kita. Kita, pada
gilirannya, diperintahkan untuk memberikan seluruh pujian – dengan sukacita
penuh dalam hati:
Allah telah naik dengan diiringi sorak-sorai, ya
Tuhan itu, dengan diiringi bunyi sangkakala. Bermazmurlah bagi Allah,
bermazmurlah bagi Raja kita,
bermazmurlah! (ayat 5-6)
Kita tidak membutuhkan maskot untuk merasakan sukacita,
sebab sukacita datang dari dalam jiwa. Ketika kita merenungkan tentang Tuhan
dan siapa Dia bagi kita, respons spontan kita adalah mengelu-elukan sorak-sorai
kepada Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus. Jadi sekarang, dengan seluruh
dunia, mari elukan sorak-sorai – dengan senyuman lebar di wajah kita – dan
serukan: ‘Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus!’
Betapa semaraknya sukacita kita!
Jumat 28 Desember Mazmur 48
Mengingat …
Kami mengingat, ya Allah, kasih setia-Mu di dalam
bait-Mu (ayat 9)
Kadang ada baiknya untuk
menjadi tenang, berdiam diri. Untuk menyediakan waktu mengingat kasih Tuhan
yang menakjubkan dan merenungkan Firman-Nya yang meneguhkan. Kita bisa
memberikan seribu macam alasan untuk tidak melakukan semuanya ini. Jadwal kita,
terlalu sibuk. Agenda kita, sudah diatur. Urusan keluarga, terlalu penting. Hidup
kita sendiri, tampaknya krisis demi krisis. Namun, yang cukup mengejutkan, biasanya
ketika kita dengan sungguh-sungguh
mengambil waktu untuk tenang di hadapan Tuhan, entah bagaimana lebih banyak produktivitas terwujud. Dan
pada akhirnya banyak hal berjalan lebih baik dari yang kita pikirkan.
Ketika kita mengambil waktu untuk merenungkan dengan cara
yang benar di hadapan Tuhan secara teratur, kita menerima nutrisi rohani yang
tidak saja kita perlukan untuk menopang kita, tetapi juga untuk menolong kita
melangkah maju dalam hidup. Kita kemudian akan dimampukan untuk mengerjakan apa
yang Tuhan kehendaki dari kita; menjadi orang yang Tuhan kehendaki. Kita
mengambil waktu untuk mencerna bahwa semua yang Tuhan sediakan bagi kita adalah
penting untuk memelihara kehidupan batin kita dan memberi makan jiwa kita.
Firman Tuhan menggunakan kata ‘mengingat’ empat belas
kali – sembilan di antaranya ditemukan dalam Mazmur. Dalam konteks perikop hari
ini, kita diperintahkan untuk mengingat kasih setia Tuhan. Betapa luar biasanya
sebab Dia mengasihi kita begitu dalam, dan Dia tidak pernah mengecewakan kita! Dia
menganugerahkan kita secara konsisten dengan kasih karunia dan belas
kasihan-Nya, sekaligus mencurahkan kasih-Nya yang berkelimpahan atas kita.
Inilah sebabnya mengapa kita bersama dengan pemazmur berkata:
Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah
kita! (ayat 1)
Karena sudah pasti Dia layak mendapat pujian kita secara
berkesinambungan, maka kita dapat menyimpulkan:
Sesungguhnya inilah Allah, Allah kitalah Dia
seterusnya dan untuk selamanya! Dialah yang memimpin kita! (ayat 14)
Nah, sebelum melakukan apapun juga, mari kita mengambil
waktu beberapa menit untuk datang ke hadapan Tuhan … Tidak ada kata yang
terucap … Semua pikiran lain terhapus dari benak kita … Waktu hanya untuk
mengingat – kasih setia Tuhan.
Tenang … Berdiam diri … Di
hadirat-Nya.
Sabtu 29 Desember Mazmur 49
Menghilangkan Rasa Takut
Mengapa aku takut pada
hari-hari celaka pada waktu aku dikepung oleh kejahatan pengejar-pengejarku,
mereka yang percaya akan harta bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya
kekayaan mereka? (ayat 5-6)
Adalah perasaan yang
mengerikan, ketika kita dicekam rasa takut. Takut akan keselamatan nyawa
seseorang; takut akan kekerasan emosional; takut akan serangan rohani. Namun
kejahatan itu ada, dan sangat nyata. Kadang tampaknya kejahatan hadir di
sekitar kita – yang seringkali muncul di tempat-tempat yang tidak terduga dan
datang dari sumber yang sama sekali mengejutkan. Tidak heran bila kita menjadi
takut!
Ketika dicengkeram oleh rasa takut, bernapas sekadar
untuk bertahan hidup, kita dipaksa – sebagai orang percaya – untuk menyerahkan
diri hanya pada Tuhan. Ketika pembebasan kita tampaknya hampir mustahil, kita
didesak oleh Roh Kudus untuk mempercayai Tuhan secara mutlak tanpa ragu-ragu; untuk bergantung sepenuhnya pada kedaulatan-Nya dalam
semua situasi. Dan, terlepas dari apakah kita menyadarinya atau tidak pada
waktu itu, betapa luar biasanya berkat itu bagi kita! Badai yang hebat, angin
ribut yang mengamuk menggerakkan jiwa kita datang kepada Tuhan. Akhirnya
keselamatan didapatkan! Dia-lah tempat perlindungan – yang menghilangkan rasa
takut.
Namun, seperti dikatakan pemazmur, kita kadang kehilangan
berkat ini, sebab di saat kita diperhadapkan pada penderitaan yang sangat
berat, kita sebaliknya berpaling mencari pertolongan kepada mereka yang
memiliki kekayaan dan kekuasaan. Kepada orang-orang yang memancarkan
kepercayaan diri; orang-orang yang percaya pada diri sendiri. Kita berpikir: ‘Jika
saja saya mempunyai ini atau itu – seperti mereka – semuanya akan baik-baik
saja. Saya tidak lagi perlu terpaksa hidup dalam ketakutan, sebab pada saat itu
saya akan dapat mengendalikan semuanya.’
Bukan begitu! Tuhan tidak menghendaki kita hidup dalam ketakutan; tetapi Dia sesungguhnya ingin agar kita percaya
pada-Nya, bergantung pada-Nya. Maka, tidak peduli apapun yang kita hadapi, kita
akan dapat berkata bersama dengan pemazmur:
Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari
cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku (ayat 15)
Kiranya masing-masing kita beriman untuk percaya bahwa
Tuhan akan menghilangkan rasa takut.
Dia akan membebaskan kita, dan akan membawa kita kepada Diri-Nya sendiri suatu hari nanti!
Doa
Tuhan, aku tidak lagi
ingin hidup dalam ketakutan. Tolong aku mempunyai keyakinan penuh dalam-Mu, dan
beranikan aku – semuanya bagi kemuliaan-Mu!
Minggu 30 Desember Kolose
1:15-20
Lord of the Dance
Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang
sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan … Karena seluruh kepenuhan
Allah berkenan diam di dalam Dia (ayat 15, 19)
Lagu pujian kita hari
ini digubah pada tahun 1963 oleh seorang komponis Inggris, Sydney Carter, yang
meminjam musiknya dari lagu American Shaker berjudul, ‘Simple Gifts’. Lagu ini
segera menjadi sangat populer. Berbicara dalam suara orang pertama sebagai Yesus,
lagu pujian ini menggambarkan kehidupan dan misi Tuhan, semuanya sebagai tarian
yang luar biasa:
Aku menari di pagi hari kala dunia memulai,
Dan aku menari di bawah purnama dan bintang dan matahari’
…
(SASB 141 ayat
1)
Di akhir masa remaja saya, saya mengingat dengan jelas
lagu ini dinyanyikan oleh seorang pemuda yang sangat tulus di korps (gereja)
Bala Keselamatan – dan beberapa orang menjadi sangat kecewa terhadapnya. Mereka
amat tersinggung dengan lagu itu sendiri, sebab mereka bisa membayangkan Yesus
betul-betul menari! Inilah yang dituliskan Carter tentang lagunya:
‘Aku melihat Kristus sebagai inkarnasi dari peniup
seruling yang memanggil kita. Ia menari bentuk dan pola yang merupakan inti
dari realitas kita … Aku menyanyikan pola tarian tentang kehidupan dan
perkataan Yesus … Fakta bahwa banyak orang Kristen menganggap tarian sebagai
sesuatu yang sedikit durhaka (paling tidak di dalam gereja) tidak berarti Yesus
menganggapnya demikian.’
Apakah saat ini Anda merasa ingin menari? Jika ya, mari
kita menyanyikan koornya bersama-sama – dan, ya, mengapa tidak menyanyi sambil
menari? Sebab bagaimanapun juga, Tuhan berkata Ia akan ‘memimpin’ kita dalam
tarian. Jadi, mari kita mulai; tidak ada yang melihat kita. Atau … adakah ‘Seseorang’ yang mengawasi kita –
dengan senyuman lebar di wajah-Nya yang indah?
‘Maka, menarilah, di manapun engkau berada,
Akulah Tuhan atas tarian,’ kata-Nya,
‘Dan Aku akan memimpin kalian semua, di manapun kalian
berada,
Dan Aku akan memimpin kalian semua dalam tarian,’ kata-Nya.
Senin 31 Desember Mazmur 50:1-6, 22-23
Apa Yang Ada Di Depan?
Yang Mahakuasa, Tuhan Allah, berfirman dan
memanggil bumi, dan terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya (ayat 1)
Apa yang membedakan kita
dari binatang? Apa yang pertama kali muncul dalam pikiran barangkali adalah
bahasa, pemanfaatan alat, mempunyai budaya yang berbeda, kerjasama antar
individu – meski beberapa dari poin ini mungkin diperdebatkan oleh sebagian
orang! Apa yang barangkali paling tepat membedakan kita adalah bahwa kita
mempunyai jiwa; roh yang dapat terhubung dengan Tuhan Pencipta. Binatang tidak berpikir tentang masa
depan. Selain itu, binatang tidak mengkhawatirkan hal-hal negatif yang mungkin akan
terjadi besok, maupun mengantisipasi hal-hal baik dan positif di hari-hari yang
akan datang.
Melihat ke masa depan adalah fungsi sentral dari otak
besar kita, sebagaimana hasil temuan para psikolog dan ahli saraf. Pikiran kita
digiring ke masa depan, bukan digerakkan oleh masa lalu. Kita berpikir, secara
naluriah, tentang kemungkinan-kemungkinan di masa depan – memiliki ‘visi’ tentang
apa yang mungkin ada di depan.
Hari ini kita sampai di penghujung tahun. Tetapi
bagaimana dengan besok – awal tahun yang baru? Apa yang tahun 2019 sediakan
bagi masing-masing kita? Kemungkinan-kemungkinan
apa yang ada, dan apa yang kita harapkan pada level pribadi?
Setiap hari yang diberikan kepada kita, ‘dari terbitnya
sampai kepada terbenamnya matahari’, merupakan anugerah dari Tuhan. Maukah kita
memakainya setiap hari dengan bijak? Akankah kita meminta pimpinan dan
bimbingan dari Tuhan? Apakah kita mengantisipasi satu tahun yang penuh dengan
curahan berkat, dan kelimpahan sukacita? Saat kita menantikan tahun yang akan
datang – ya, bahkan barangkali bersama dengan hewan peliharaan yang menemani
kita! – izinkan saya mendoakan Anda:
Bapa terkasih, Pencipta Langit dan
bumi, terima kasih untuk saudara-saudaraku yang berada di seluruh dunia. Aku
bersyukur untuk kelimpahan sukacita yang Engkau anugerahkan kepada kami selama
satu tahun terakhir ini. Tetapi sekarang kami menatap tahun yang baru – dan
untuk semua yang Engkau sediakan bagi masing-masing kami. Aku mohon agar Engkau
memberkati setiap orang yang membaca atau mendengar doa ini hari ini. Penuhi
mereka, sekali lagi, dengan sukacita-Mu yang luar biasa dan kasih-Mu yang
sempurna. Anugerahkan mereka kekuatan dan keberanian yang diperlukan untuk
melangkah maju dalam perjalanan kerohanian yang penuh suka cita bersama-Mu. Semuanya ini aku minta dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Amin.