cursor blog

Rabu, 02 Januari 2019

Renungan Harian Oasis Fajar Bala Keselamatan Bulan Desember


Sabtu 1 Desember                                                                                 Mazmur 44:1-8

Kebanggaan

Karena Allah nyanyikan puji-pujian sepanjang hari, dan bagi nama-Mu kami mengucapkan syukur selama-lamanya (ayat 8)

Kita semua pernah bertemu dengan orang-orang yang terus-menerus membanggakan sesuatu. Barangkali anak mereka, cucu mereka. Mungkin ada kaitannya dengan rumah, perjalanan, banyaknya prestasi mereka. Kita semua, dari waktu ke waktu, pernah sedikit sesumbar. Seringkali cukup polos: tentang orang-orang dan hal-hal yang membuat kita bahagia. Namun ketika kebanggaan menjadi obsesif, ia dapat dengan segera berubah menjadi keangkuhan – memamerkan, yang berefek merugikan orang lain. Yang kemudian menjadi ofensif, sesuatu yang sangat tidak sehat dan tidak berfaedah.
Namun, bersama dengan pemazmur, kita sepenuhnya bebas – bahkan, didorong – untuk membanggakan Tuhan ‘sepanjang hari’! Menyanyikan puji-pujian selalu. Kita dapat dengan bangga berkata:

Engkaulah Rajaku dan Allahku (ayat 4)

Tuhan senang ketika kita membanggakan Tuhan kepada orang-orang. Ketika kita menceritakan kepada orang dewasa dan anak-anak tentang perubahan yang dapat terjadi dalam hidup mereka – perubahan yang berlangsung sampai kekekalan!
Tuhan telah, dan masih mengerjakan hal-hal yang indah bagi kita semua. Dan ketika ujian datang, ketika penderitaan sepertinya menelan kita, kepada kita dijanjikan bahwa Dia akan memberi ‘kemenangan terhadap para lawan kami’ (ayat 7) – tidak peduli apapun atau siapapun musuh kita. Memang benar, musuh mungkin tidak akan membiarkan kita hidup tenang. Tetapi dengan kekuatan Tuhan kita dapat melewati peperangan yang kita hadapi, memproklamirkan kemenangan dalam nama Tuhan.
Jadi, hari ini, mari kita mulai membanggakan kepada orang lain; bukan tentang diri kita, melainkan Yesus. Dan saat kita melakukannya, mari kita memberikan pujian bagi nama-Nya yang kudus!

Doa
Tuhan Yesus, terutama pada waktu yang istimewa tahun ini, kami ingin membanggakan tentang betapa indahnya, betapa menakjubkannya Engkau. Kiranya orang-orang tertarik untuk datang kepada-Mu pada masa raya ini – bersedia mengambil keputusan yang mengubah hidup, supaya mereka juga dapat berani membanggakan Engkau!





Minggu 2 Desember                                                                              Matius 2:1-12

Mereka Semua Mencari

Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya; “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (ayat 1-2)

Mereka tidak melihat sembarang bintang; melainkan, ‘bintang-Nya’! Bintang yang menunjukkan di mana Yesus dilahirkan. Orang-orang majus – para cendekia dari timur – secara naluriah ingin pergi menyembah dan memuja Raja segala raja. Namun, orang-orang pada zaman itu mempunyai ekspektasi yang berbeda:

Mereka semua mencari raja yang ‘akan menghabisi musuh dan meninggikan mereka;
Namun lahir bayi kecil yang membuat para perempuan meratap. (SASB 128 ayat 1)

George MacDonald, yang lahir di Skotlandia pada tahun 1824, tumbuh dewasa di lingkungan yang luar biasa terpelajar di Gereja Kongregasi. Sesudah lulus dari Universitas Aberdeen ia pindah ke London, memulai studi untuk pelayanan.  
Karena kecintaannya pada menulis dan puisi, terciptalah lagu pujian kita hari ini. Lagu ini berbicara tentang pencarian umat manusia akan seorang ‘raja’ yang membawa pemulihan, akan satu ‘kehadiran’ – yang semuanya ditujukan untuk memahami kehidupan itu sendiri:

Ya Anak Manusia, ‘tuk tebus takdirku hadir-Mu belaka sanggup tolong;
Roda kehidupan-Mu bersanding relung, layar kehidupan-Mu berapit gelombang (ayat 2)

Ayat terakhir lebih merupakan doa. Kita minta agar Raja kita untuk datang dan memenuhi kebutuhan kita, untuk datang dan menjawab doa-doa kita. Saat kita memasuki masa raya Natal kita akui kita semua mempunyai kebutuhan dan keinginan – bagi diri sendiri, bagi keluarga dan sahabat, bagi dunia kita. Jadi mari kita menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran – berdoa agar Dia menjawab permohonan kita sesuai dengan kehendak-Nya yang sempurna.  

Semua inginku apa sebab Engkau hiraukan? Engkau datang lewat jalan tersirat;
Engkau datang ‘tuk penuhi semua yang perlu, ya, setiap doa yang terlewat (ayat 3)




Senin 3 Desember                                                                                              Mikha 6:1-8

Apa Yang Dituntut Tuhan Dari Kita?

Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? (ayat 8)

Yang Mikha saksikan adalah sebuah ruang sidang. Ada kasus yang diajukan terhadap umat Tuhan (ayat 2). Karenanya, Tuhan – melalui nabi-Nya Mikha – menyampaikan kepada umat-Nya tanggapan yang dituntut Tuhan dari mereka.
Sama seperti Mikha berbicara kepada umat Tuhan ratusan tahun yang lalu, Ia berbicara kepada kita sekarang. Ada banyak hal yang seharusnya kita lakukan untuk Tuhan, tetapi apa yang sesungguhnya Ia tuntut dari masing-masing kita? Kita menemukan jawabannya dalam ayat penekanan kita hari ini.
Berlaku adil. Kita tidak hanya memikirkan orang lain, tetapi juga memperlakukan mereka dengan hormat, kebaikan dan kemurahan hati. Bersikap adil – berjuang untuk selalu menolong orang-orang yang mungkin sangat membutuhkan, baik secara jasmaniah, emosional, spiritual. Agar memperhatikan orang yang miskin, terpinggirkan, terkucilkan, dan memberikan kepedulian yang lebih di manapun dan kapanpun diperlukan.
Mencintai kesetiaan. Kita diperintahkan untuk menghargai dan menghormati semua yang Allah telah kerjakan bagi kita. Dan sebagai balasannya, kita diperintahkan untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain – semua dalam nama Kristus.
Hidup dengan rendah hati di hadapan Allah. Kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rendah hati, yang sadar sepenuhnya bahwa adalah Tuhanlah yang memampukan dan memberdayakan kita. Berjalan dengan segala kerendahan hati, kita diperintahkan untuk selalu dekat Tuhan dengan mata tertuju kepada wajah Yesus yang indah!

Doa
Tuhan, ada banyak ketidakadilan terjadi di sekitar kami. Orang-orang dieksploitasi; laki-laki dan perempuan diperlakukan dengan tidak adil. Orang-orang jahat memanfaatkan anak-anak yang lemah. Jika hal ini membuat kami menangis, betapa lebih hancurnya lagi hati-Mu. Bapa, tolong kami untuk menegakkan keadilan di sekitar kami. Tidak pernah takut untuk berbicara dengan terus terang dan mengambil tindakan yang tepat. Tuhan Yesus, kami melakukan semua ini dalam nama-Mu yang mulia dan berkuasa!





Selasa 4 Desember                                                        Zefanya 1:1-3, 14-18; 2:1-3

Bersemangatlah dan Berkumpullah

Firman Tuhan yang datang kepada Zefanya bin Kusyi bin Gedalya bin Amarya bin Hizkia dalam zaman Yosia bin Amon, raja Yehuda (1:1).

Tidak diketahui secara pasti, tetapi banyak cendekiawan berpendirian bahwa Hizkia yang disebutkan dalam silsilah Zefanya adalah Raja Hizkia yang memerintah di Yehuda dari tahun 715 hingga 686 SM. Periodenya tepat karena Zefanya melayani selama pemerintahan Raja Yosia di Yehuda (640-609 sm). Ini berarti bahwa sang nabi adalah cucu buyut dari raja. Zefanya berasal dari ‘’keturunan terhormat’, keluarga bangsawan!  

Zefanya diperintahkan untuk menyampaikan pesan tentang penghakiman yang akan datang:

Sudah dekat hari Tuhan yang hebat itu, sudah dekat dan datang dengan cepat sekali! Dengar, hari Tuhan pahit, pahlawanpun akan menangis. Hari kegemasan hari itu, hari kesusahan dan kesulitan, hari kemusnahan dan pemusnahan, hari kegelapan dan kesuraman, hari berawan dan kelam … Aku akan menyusahkan manusia, sehingga mereka berjalan seperti orang buta, sebab mereka telah berdosa kepada Tuhan. Darah mereka akan tercurah seperti debu dan usus mereka seperti tahi (ayat 14-15, 17)

Jika saya mendengarkan perkataan ini, saya akan cepat-cepat bertobat dari dosa-dosa saya – memohon pengampunan Tuhan! Saya yakin Anda tentu akan berbuat yang sama. Bukan sekadar untuk menghindarkan diri dari penghakiman yang akan segera terjadi, melainkan karena kita tidak bisa menjalani hidup dengan beban perasaan bersalah dan malu, mendukakan hati Tuhan.  

Nabi melanjutkan:

Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh … Carilah Tuhan, hari semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan (2:1, 3).

Maka, mari sekarang juga kita bersemangat dan berkumpul, dari seluruh dunia, dan ‘mencari keadilan’ dan ‘kerendahan hati’ saat kita bersatu dalam doa.

Doa
Ya Allah yang perkasa, ampunilah kami akan segala dosa kami dan jadikan kami umat-Mu yang kudus. Tolong kami untuk memiliki kerendahan hati, dan menunjukkan kepedulian dan belas kasihan kepada semua orang. Jaga hati kami agar selalu dekat pada-Mu. Ini doa kami.





Rabu 5 Desember                                                                                  Zefanya 3:14-20

Kidung Kasih

Tuhan Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai (ayat 17).

Banyak nabi mengakhiri kitabnya dengan pesan pengharapan; ‘cahaya’ di ujung terowongan yang sangat gelap. Mengapa? Untuk mendorong orang-orang, bukan saja berserah diri kepada Tuhan yang Berdaulat, tetapi juga menjadi berkat bagi orang-orang yang terus setia kepada Tuhan. Mereka perlu mendengar sesuatu yang baik terjadi di hari-hari mendatang, karenanya kepada umat yang sisa Tuhan berkata:

Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertepuk-soraklah, hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem! Tuhan telah menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa musuhmu. Raja Israel, yakni Tuhan, ada di antaramu; engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi (ayat 14-15).

Ayat penekanan hari ini merupakan salah satu ayat kesayangan saya! Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak saja beserta kita, tetapi juga sesungguhnya bersorak-sorak karena kita dengan sorak-sorai. Luar biasa!
Bagaimana perasaan Anda terhadap hal ini? Tuhan Pencipta bersorak-sorak karena seluruh korps dan institusi Bala Keselamatan juga gereja-gereja Tuhan lainnya. Ia bersorak-sorak karena laki-laki dan perempuan yang terbukti setia kepada Dia. Tuhan bersorak-sorak karena semua orang muda – yang kadang sulit untuk dimengerti! – tetapi Tuhan bergirang dan bersorak-sorak karena mereka. Tuhan bersorak-sorak karena semua anak-anak kecil, yang dengan senyuman menikmati energi dan rasa ingin tahu mereka. Dan Dia bersorak-sorak karena Anda dan saya. Meskipun kadang kita melakukan kesalahan, Ia menenteramkan kita, mengampuni kita, dan menyanyikan kidung kasih – yang digubah-Nya hanya bagi saya, bagi Anda.

Dan Tuhan berjanji suatu hari nanti Ia akan membawa kita pulang:

Pada waktu itu Aku akan membawa kamu pulang, yakni pada waktu Aku mengumpulkan kamu, sebab Aku mau membuat kamu menjadi kenamaan dan kepujian di antara segala bangsa di bumi dengan memulihkan keadaanmu di depan mata mereka,” firman Tuhan (ayat 20).

Bagi orang-orang Yahudi pada zaman Zefanya, pulang berarti kembali ke Yerusalem yang sudah dipulihkan. Bagi kita, pulang berarti bersama dengan Tuhan dalam Kemuliaan – untuk selama-lamanya!

Doa
Aku merasa begitu kecil, Tuhan, sebab Engkau bergirang dan bersorak-sorak karenaku. Karenanya, semoga aku terbukti setia – sampai akhir hidupku.







Kamis 6 Desember                                                                                 2 Petrus 3:1-13

Pengertian …

Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan (ayat 1).

Apa yang Anda pikirkan ketika pikiran Anda mengembara? Tidak diragukan lagi segudang hal yang berbeda-beda! Mulai dari apa yang barusan terjadi dua menit lalu, sampai pada kejadian-kejadian yang terjadi bertahun-tahun silam. Atau barangkali pikiran tentang apa yang Anda rencanakan untuk dikerjakan pada hari ini … atau jauh di masa depan. Proses berpikir kita adalah fenomena yang sangat menarik!  
Kita sering mendapat penghiburan, dalam pengertian bahwa pemikiran kita adalah milik kita sendiri. Tetapi kita tahu itu tidak benar, sebab Tuhan mengetahui semuanya tentang kita – termasuk semua pikiran kita – pikiran-pikiran yang baik dan yang kurang baik. Sayangnya, pikiran-pikiran yang kurang baik biasanya mengarah pada akibat-akibat yang negatif.  
Petrus mendorong rekan-rekan seimannya untuk menganut ‘pemikiran yang murni’, dengan pikiran-pikiran saleh yang berasal dari benak dan hati yang murni dan kudus. Demikian pula halnya dengan William Booth (Pendiri Bala Keselamatan) yang menuliskan:

‘Hanya Tuhan yang dapat mengambil keluar dari hati [benak] Anda temperamen buruk, kebanggaan, kedengkian, balas dendam, cinta duniawi, semua hal-hal jahat lainnya yang telah menguasai hati dan benak Anda, dan mengisinya dengan kasih dan damai sejahtera yang kudus. Kepada Tuhan engkau harus memandang; kepada Tuhan engkau harus berlabuh. Inilah pekerjaan Roh Kudus; Ia adalah Api Pemurnian; Ia adalah Bara Penyucian; hanya Ia saja yang dapat memerciki Anda dengan air yang membasuh noda dan menghapus dosa; hanya Ia saja yang dapat menjadikan dan menjaga Anda tetap bersih. Sungguh berkat yang luar biasa kita memiliki dari Tuhan yang tidak saja amat perkasa, tetapi juga bersedia menyelamatkan!’

Kita tidak mampu memahami bagaimana cara kerja pikiran kita. Tetapi apa yang kita dapat lakukan, dengan pertolongan Roh Kudus, adalah mengusir semua pikiran yang bukan berasal dari Tuhan. Izinkan Dia untuk terus-menerus mentransformasi hati dan pikiran kita – menjadi serupa dengan Kristus. Agar hidup dengan pikiran-pikiran yang menyenangkan Tuhan dalam segala hal.  

Doa
Suci dan murnikan kehidupan pikiranku, ini doaku, Tuhan Yesus.









Jumat 7 Desember                                                                                 2 Petrus 3:14-18
                                          
Bertumbuh Dalam Kasih Karunia

Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia (ayat 14).

Tahun lalu sebuah fasilitas baru dibuka di Helsingborg, Swedia, yang disebut ‘Museum Kegagalan’. Psikolog Dr Samuel West mendirikan museum tersebut ‘untuk mendorong organisasi-organisasi menjadi lebih baik dalam hal belajar dari kegagalan - bukan mengabaikan kegagalan dan berpura-pura kegagalan tidak pernah terjadi’. Dr West melanjutkan: ‘Tujuan museum adalah untuk menunjukkan bahwa inovasi menuntut kegagalan. Jika takut gagal, kita tidak dapat berinovasi.’ Sebuah artikel di New York Times menyatakan: ‘Belajar dari kegagalan adalah salah satu cara mencapai kesuksesan.’
Surat kedua Petrus dimaksudkan untuk memperingatkan orang-orang yang baru percaya akan doktrin dan ajaran palsu yang secara bertahap diperkenalkan ke dalam Gereja. Keduanya dapat menyebabkan saudara-saudaranya seiman jatuh ke dalam perangkap agama palsu, dan menjauh dari kebenaran. Jika ini memang kasusnya, mereka telah mengecewakan Tuhan dengan menyerah pada tipu daya. Namun dia hendak meyakinkan mereka bahwa ada jalan kembali, yang semuanya berakar pada bertumbuh dalam kasih karunia.
Kegagalan bukan akhir segalanya. Sebaliknya, ketika kegagalan diterima dan diakui, maka  ada permulaan baru dalam Kristus. Mulai sekarang mereka diperintahkan untuk melihat ‘ke depan’, terbukti ‘tak bercacat, tak bernoda’; barulah sesudahnya mereka akan menemukan ‘damai sejahtera’ sejati dengan Kristus.
Tak seorangpun ingin mengalami ‘museum kegagalan’. Namun kita semua kadang mengecewakan Tuhan. Dan ketika kita membuat Tuhan kecewa, kita diperintahkan untuk bangkit dan – dengan pertolongan Roh Kudus – bergerak maju, rindu menyenangkan Tuhan dan setia kepada-Nya.

Kita menuntaskan renungan hari ini dengan doa berkat yang indah dari Petrus atas hidup kita:

Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya (ayat 18).

Doa
Tuhan, aku begitu sering gagal dan mengecewakan-Mu. Ketika aku melakukannya, tolong aku untuk mencari pengampunan dan melanjutkan hidup dalam kasih karunia – supaya aku pun dapat menolong orang lain yang bergumul dengan kegagalan. Pakai aku, Tuhan. Ini doaku.





Sabtu 8 Desember                                                                                             Mazmur 45

Lagu Pernikahan

Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir (ayat 1)

Kita diberitahukan bahwa perkataan pemazmur – sajak ini – datang langsung dari ‘hati’; perkataan Raja. Dan saat kita membacanya atau ‘mendeklamasikannya’, sajak ini merupakan goresan pena ‘seorang jurutulis yang mahir’. Syair-syairnya membentuk sebuah maskil – yang dianggap merupakan tulisan yang puitis dan piawai yang menawarkan pencerahan. Jadi tentang apa sesungguhnya sajak ini?  
Sajak ini diberi judul ‘Lili’, dan merupakan ‘lagu pernikahan’. Sebagian besar dari kita, barangkali tidak semuanya, senang menghadiri pernikahan! Pernikahan merupakan satu perayaan yang agung, dan momen komitmen yang mendalam tatkala sumpah diucapkan dan janji dinyatakan.
Dalam mazmur ini, siapa pengantin prianya? Raja, Tuhan kita. Dan pengantin perempuannya? Kita – Gereja, umat Tuhan. Saat lagu dilantunkan, dan saat Raja menatap kita – sama seperti pengantin pria menatap wajah mempelai perempuannya yang cantik di hari pernikahan mereka – kita menuturkan kata-kata yang indah ini:

Biarlah raja menjadi gairah karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya! (ayat 11)

Raja ‘bergairah’ karena keelokan kita! Baik laki-laki maupun perempuan, Kristus menatap kita dengan sukacita penuh. Ia terpikat pada pengantin-Nya – hati-Nya, penuh dengan cinta. Ia memandang kita semua sebagai umat-Nya yang elok! Maka kita kemudian, sebagai tanggapannya, diperintahkan untuk menghormati Dia – dengan segala cara. Dan dengan demikian, ketika kita ‘dibawa kepada raja’ (ayat 14), kita diperintahkan untuk merendahkan diri di hadapan Dia; kita diperintahkan untuk menyembah Raja segala raja. Raja kita, Raja kemuliaan!
Meskipun kita tidak mengetahui nada lagu ‘Lili’, kita mengetahui koor dari lagu Natal ’Mari Orang Saleh’. Jadi mari kita menyanyikan koor di bawah dengan menggunakan nada lagu di atas sambil kita menyembah Raja kita sekarang:

My King, I bow before you, (ulangi tiga kali)
I love you, Lord!
Rajaku, ku sembah Kau (ulangi tiga kali)
Ku cinta Kau





Minggu 9 Desember                                                                              Lukas 2:1-20

Natal Yang Pertama

Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka (ayat 20).

Kita tidak tahu siapa yang menggubah lagu pujian hari ini, namun lagu Natal ini ialah lagu yang sangat istimewa – karena lagu ini mengungkapkan tentang kisah kelahiran Yesus dengan cara yang alamiah dan emosional:

Waktu malam yang sunyi sepi,
Terdengarlah m’laikat bernyanyi,
Menyampaikan berita surga
Pada gembala miskin hina (BNBK 402 ayat 1)

Lirik dan musiknya kemungkinan digubah pada tahun 1600an. Tetapi barulah ketika William Sandys, seorang pengacara dan musisi, berhasrat untuk menyusun Lagu Natal Kristen, menghidupkan lagu pujian yang sebelumnya tidak pernah didengar oleh publik. Ia menerbitkan buku Christmas Carols Ancient and Modern pada tahun 1833; termasuk di dalamnya lagu pujian hari ini ‘The First Nowell’.
Ayat 2 menceritakan tentang Orang Majus:

Mengikuti bintang t’rang serlah,
Orang Majus cari Sang Raja;
Berjalan t’rus tak rasa lelah,
Hingga jumpa Raja yang mulia.

Ketika orang majus melihat bintang itu, ‘sangat bersukacitalah mereka’ (Matius 2:10). Mereka datang dari timur. Berita yang mereka bawa tentang kelahiran kanak-kanak Kristus akan membawa sukacita bagi bangsa-bangsa – ya, bagi seluruh dunia!
‘Nowell’ dapat dikaitkan dengan kata Latin novella, yang berarti ‘baru’. Para malaikat memaklumkan pesan baru tentang kelahiran Kristus. Dan itu memang kabar baik bagi seluruh umat manusia! Dengan pemikiran yang luar biasa ini, mari kita bernyanyi bersama ayat terakhir dan koornya:

Marilah kita naikkan suara
Memuji Kristus Anak Allah;
Pencipta alam, Juru S’lamat,
Memb’ri darah-Nya jadi berkat.
Natal, natal, natal, natal,
T’lah lahir Raja Israel.





Senin 10 Desember                                                                                Hagai 1:1-11

Kembali Bekerja!

Pada tahun yang kedua zaman raja Darius, dalam bulan yang keenam, pada hari pertama bulan itu, datanglah firman Tuhan dengan perantaraan nabi Hagai kepada Zerubabel bin Sealtiel, bupati Yehuda, dan kepada Yosua bin Yozadak, imam besar (ayat 1)

Kita berasumsi Hagai merupakan salah satu dari hampir 50,000 orang buangan bangsa Yahudi yang meninggalkan Babel menuju Yehuda pada tahun 537 sm – yang dipulangkan untuk membangun kembali Bait Suci di Yerusalem atas dekrit dari Raja Persia (lihat Ezra 1:1-4; 5:1-2). Pengerjaan pembangunan kembali terhenti selama 16 tahun. Baik Hagai dan Zakaria diutus Tuhan untuk mendorong umat-Nya kembali bekerja!
Kadang kita bisa menjadi begitu keletihan, bahkan patah semangat dalam melakukan pekerjaan Tuhan. Barangkali kita sudah mengajar di Sekolah Minggu selama bertahun-tahun. Mungkin kita sudah melayani di bagian lainnya di korps atau gereja. Kita merasa orang lain yang seharusnya mengerjakan hal ini. Kita sudah mengerjakan bagian kita; jadi kita menuntut libur. Orang lain sekarang dapat menangani pekerjaan itu. Kita merasa bahwa kita sekarang sudah berhak untuk mengerjakan yang kita kehendaki. Tetapi benarkah demikian?
Tuhan menegur umat-Nya sebab telah mengabaikan pekerjaan-Nya dan hanya berfokus pada prioritas egois mereka mereka sendiri:

“Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan? …sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri (ayat 4, 9)

Tak seorangpun akan membantah betapa pentingnya untuk merawat ‘rumah’ kita sendiri – untuk memastikan agar kita memelihara keluarga kita, rumah kita, kesejahteraan rohani kita. Namun jangan sampai merugikan pelayanan Tuhan!
Apa yang Tuhan panggil supaya kita kerjakan atau terus mengerjakannya untuk Dia? Apabila panggilan itu adalah mengajar Sekolah Minggu, akankah kita menyadari dampak dari apa yang kita kerjakan terhadap kehidupan anak-anak? Apabila itu adalah pekerjaan sosial, akankah kita mengetahui bagaimana imbas pekerjaan yang kita kerjakan atas nama Tuhan terhadap orang-orang lainnya? Barangkali Tuhan ingin agar kita terus melanjutkan apa yang telah kita kerjakan selama bertahun-tahun, tetapi mungkin dengan semangat yang baru! Atau barangkali Ia ingin supaya kita mengerjakan sesuatu yang sama sekali berbeda – sesuatu yang inovatif, menarik orang lain kepada Kristus. Apapun itu, maukah kita taat – dan kembali bekerja, demi Tuhan yang kita sembah? Semoga demikian!





Selasa 11 Desember                                                                  Hagai 2:1-5, 15-19

Roh Tuhan Tinggal Di Dalam Kita

Dan Roh-Ku tetap tinggal di tengah-tengahmu. Janganlah takut! (ayat 5)

Bait Suci yang baru akhirnya selesai dibangun pada 515 sm, terutama karena pembangunannya menjadi prioritas nomor satu bagi umat Tuhan yang didorong oleh nabi Tuhan, Hagai. Dan pengerjaannya tuntas karena umat Tuhan tahu Tuhan tetap tinggal di tengah-tengah mereka.
Diperlukan niat untuk menjaga prioritas tetap lurus. Sepertinya ada terlalu banyak pekerjaan yang perlu kita rampungkan dalam sehari: tugas-tugas untuk diselesaikan, orang-orang untuk ditemui, hal-hal dalam ‘daftar untuk dikerjakan’. Apa yang harus kita kerjakan terlebih dahulu? Apa prioritas utama kita setiap harinya? Kita ‘takut’ melakukan kekeliruan, mengacaukan urutan yang benar – dan dengan demikian mengacaukan prioritas lainnya. Kita menjadi tertekan, cemas, bingung.
Barangkali kita dapat menggunakan pedoman sederhana di bawah ini untuk menolong kita meluruskan prioritas kita, dimulai dengan yang terpenting:
Berdoa. Kita tidak akan melakukan kesalahan jika kita mengawali hari dengan berdoa! Sebab bagaimanapun juga, Tuhan mengenal kita lebih baik dari pada kita mengenal diri sendiri. Roh Kudus-Nya akan membimbing, mengarahkah, memotivasi, memberanikan kita.
Membaca. Kita juga diperintahkan untuk membuka setiap hari dengan membaca firman Tuhan, sebab Tuhan berbicara kepada kita melalui Surat Cinta-Nya – yang akan menolong kita dalam prioritas-prioritas kita.
Diri Sendiri. Mungkin terdengar ganjil mengedepankan diri sendiri sebelum orang lain; sebab kita diajarkan untuk selalu mengutamakan orang lain! Tetapi jika kita tidak memiliki kerohanian yang baik, kita sama sekali tidak ada manfaatnya bagi orang lain. Adakah damai sejahtera dalam jiwamu? Jika tidak, mari minta pertolongan Tuhan.
Keluarga dan Sahabat. Kita diperintahkan untuk mendoakan mereka, menjangkau mereka, memastikan adakah yang bisa kita lakukan untuk menolong mereka dengan cara apapun.
Pelayanan. Apakah kita melakukan apa yang Tuhan kehendaki supaya kita melakukannya? Adakah hal lain yang Ia rencanakan bagi kita – bahkan hari ini?
Orang Sekitar. Apakah kita secara terencana menjangkau lingkungan kita dalam nama Tuhan?
Dunia. Apakah kita berdoa bagi dunia dan para pemimpin dunia?

Ketika Roh Tuhan tinggal di dalam kita, dan prioritas kita sejalan dengan kehendak Tuhan bagi hidup kita, maka janji Tuhan, melalui Hagai kepada umat Tuhan, akan menjadi milik kita:

Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat! (ayat 19)





Rabu 12 Desember                                                                                Lukas 1:5-13

Kegetiran

Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya (ayat 7)

Saya dan istri saya telah melayani Bala Keselamatan di beberapa wilayah di Afrika, di mana lazimnya pasangan diharapkan telah memiliki anak dalam tahun pertama pernikahan mereka. Tidak dapat memberikan keturunan merupakan alasan yang cukup untuk bercerai – yang seringkali dipaksakan terhadap pasangan oleh orangtua suami. Oleh sebab itu, tidak dapat memberikan keturunan menyebabkan kekhawatiran dan sakit hati. Elisabet hanyalah salah satu dari beberapa perempuan dalam Alkitab yang menghadapi situasi yang sama: beberapa di antaranya adalah Sara, istri Abram; Hana, istri Elkana.
Sebagian dari perempuan-perempuan ini secara terang-terangan menunjukkan perasaan mereka dan kegetiran batin mereka nyata terlihat oleh semua orang. Sebagian lainnya menderita dalam diam, beban berat itu sangat menghimpit hati mereka. Penderitaan Hana jelas menjadi beban bagi suaminya, sebab dalam 1 Samuel 1:8 kita membaca Elkana bertanya kepadanya, ‘Hana, mengapa engkau menangis ... Mengapa hatimu sedih?’ Kemudian, setelah Hana mendapat kepastian dari Elia bahwa Tuhan akan mengabulkan permohonannya, ‘mukanya tidak muram lagi’ (ayat 18)
Tentu saja, ada banyak kondisi-kondisi lainnya yang berkontribusi menciptakan beban batin serupa – dukacita; relasi yang rusak atau ketiadaan relasi yang memuaskan; kehilangan kesehatan; kehilangan pekerjaan; kegagalan mencapai nilai ujian yang diwajibkan; sesuatu yang mungkin menjadi peluang untuk memulai awal yang baru namun yang secara berkelanjutan tidak bisa dicapai. Untuk dapat memproses dan mengatasi kekecewaan seperti diperlukan kasih karunia.
Kita tidak mengetahui rahasia rumah tangga Zakaria dan Elisabet: apakah kondisi ketiadaan anak telah menjadi masalah yang berkelanjutan bagi mereka. Dari perspektif eksternal kita, mereka sepertinya telah berhasil melewati pergumulan ini tanpa kehilangan iman atau keyakinan mereka kepada Tuhan. Namun, keputusan untuk tetap tinggal bersama tanpa kehadiran seorang anak menunjukkan adanya tekad bersama dan kasih sayang yang timbal-balik.  
Jika ada sesuatu yang menjadi beban hidup Anda, atau yang menyebabkan kegetiran, carilah jaminan kepastian dari Tuhan dalam hati Anda.  





Kamis 13 Desember                                                                               Lukas 1:14-17

Bersukacita

‘Engkau akan bersukacita dan bergembira’ (ayat 14).

Sebagian orang sepertinya tidak pernah merasa puas; mereka seolah terus-menerus terlihat gelisah dan tidak bahagia. Sebagian lainnya bernafsu mengejar ambisi pribadi, sehingga selamanya mereka seolah berlari mengejar sesuatu yang tampaknya berada di luar jangkauan. Meskipun kita mungkin tidak mau menerima nasihat atau pengalaman orang lain, menarik sekali untuk membaca renungan Raja Salomo bahwa perjuangan mengejar ambisi yang demikian diibaratkan dengan mengejar kesia-siaan (lihat Pengkhotbah 2:23) – untuk kemajuan rohani kita sendiri saja.
Laporan terkini, yang disusun setiap tahun oleh Sustainable Development Solutions Network (SDSN) (Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan) dan Earth Institute di Universitas Columbia, Amerika Serikat, menuliskan: ‘Ketika negara-negara dengan satu pemikiran mengejar tujuan-tujuan individual, seperti tujuan pembangunan ekonomi dengan mengabaikan sosial dan lingkungan, hasilnya bisa sangat merugikan bagi kesejahteraan manusia, bahkan membahayakan bagi keberlangsungan kehidupan.’ Laporan tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang hidup di negara-negara demikian mungkin makmur secara ekonomi namun tidak serta merta menjadi lebih berbahagia. ‘Bagi masyarakat yang hanya mengejar uang, kita mengejar hal-hal yang salah’, demikian dituliskan.
Lantas apa yang seharusnya menjadi tujuan kita, ambisi kita? Yang kita kejar seharusnya adalah kepuasan. Kepuasan sejati terwujud bukan karena memiliki yang kita inginkan, melainkan menginginkan yang kita miliki. Perikop Alkitab hari ini mengungkapkan sukacita Elisabet muncul sebab mendapat kepastian bahwa ia akan diberkati dengan kelahiran seorang anak yang sudah lama dinantikan.  
Saya menganjurkan bahwa kepuasan batin merupakan dasar dari lima relasi yang positif: relasi dengan diri sendiri; relasi dengan pasangan; relasi dengan persekutuan atau komunitas; relasi dengan lingkungan; dan relasi dengan Tuhan. Relasi-relasi ini setara dengan lima digit di tangan kita – relasi kita dengan Tuhan memiliki kesesuaian dengan ibu jari kita, sebab ibu jari mampu berinteraksi secara unik dengan jari-jari lainnya. Ketika setiap relasi berada dalam perspektif dan posisi yang benar, maka tangan dapat bekerja, merespons dan berfungsi secara terpadu.
Sepertinya Elisabet menempatkan relai-relasi ini dalam perspektif yang benar, sehingga mendatangkan harapan dan prospek kepuasan. Demikian pula, ketika kita terpuaskan maka kita akan lebih mampu mengetahui dan mengekspresikan baik sukacita maupun kebahagiaan.  





Jumat 14 Desember                                                                               Lukas 1:26-47

Kebahagiaan

Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (ayat 46-47)

Ada perbedaan antara bersukacita dan berbahagia. Kebahagiaan bersifat sementara dan seringkali bergantung pada kondisi; sukacita ialah kualitas batin yang sebagian besar didasarkan pada antisipasi yang penuh pengharapan dan kepuasan yang mendalam. Namun, dalam pembacaan ini, dan dalam ayat-ayat selanjutnya, sukacita seringkali meluap menjadi kebahagiaan belaka: Maria saat menyapa Elisabet setibanya di rumah saudaranya; kerabat dan sahabat ketika Elisabet kemudian melahirkan bayi yang telah lama dirindukannya (lihat ayat 57-59).
Ada kebahagiaan di tengah-tengah sanak keluarga ketika kehamilan yang didambakan diumumkan, dan kebahagiaan terjadi di tengah komunitas ketika seorang anak lahir dengan selamat. Tetapi betapa lebih besarnya lagi kebahagiaan yang menyertai ketika orang-orang yang terlibat mengakui tangan Tuhan berada dalam proses segala sesuatu. Pengalaman dianugerahkan hak istimea untuk hadir menyaksikan kelahiran anak-anak kami membuat saya dapat bersaksi tentang cahaya berbinar-binar pada wajah seorang ibu sebab kami telah menyaksikan mukjizat.
Tentu saja ada banyak orang yang mengukur kebahagiaan mereka dengan apa yang mereka miliki. Orang-orang yang menyimpan banyak uang di bank atau yang hidupnya mewah seringkali mengeluh bahwa kekayaan tidak serta merta menjamin kebahagiaan. Sebuah klip di YouTube yang berkeliling dari satu tempat ke tempat-tempat lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, memperlihatkan sebuah ruang kelas anak-anak di satu negara berkembang, di mana kepada masing-masing anak diberikan sebuah dos sepatu yang berisi hadiah-hadiah kecil, seperti pensil, penggaris, kaos kaki, pakaian dalam, camilan, dan mainan-mainan kecil. Kebahagiaan yang tidak terkendalikan terlihat jelas di wajah anak-anak itu, mereka hampir-hampir tidak dapat membendung kegirangan mereka – membuka kotaknya lagi dan lagi dan menatap isinya dengan kepuasan.
Tentu saja, ada banyak orang di dunia yang jauh dari bahagia. Kondisi-kondisi yang sedemikian berat yang membuat mereka menghadapi banyak cobaan dan kesukaran, yang bisa meredupkan emosi siapapun. Jangan sampai kita buta terhadap penderitaan orang-orang yang dalam pergumulan, berjuang untuk berempati dengan mereka yang tidak bahagia karena kondisi-kondisi di luar kendali mereka.  
Apa yang membuat kita bersukacita, dan bagaimana kita mengekspresikan sukacita? Bagaimana kita berkontribusi untuk kebahagiaan orang lain? Mari kita juga merayakannya dengan bebas bersama orang-orang yang ingin berbagi sukacita dengan kita!





Sabtu 15 Desember                                                                               Lukas 1:39-45

Belas Kasihan

‘…anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan’ (ayat 44)

Selama kehamilan kedua menantu perempuan kami, menarik sekali ketika diingatkan bagaimana bayi dalam kandungan bereaksi terhadap pengaruh luar. Beberapa jenis makanan dapat menyebabkan janin menjadi lebih aktif, jenis-jenis lainnya sepertinya mempunyai efek yang menenangkan. Suara, terutama suara yang keras, juga dapat menyebabkan reaksi. Sesaat sebelum anak pertama kami lahir, saya dan istri saya menghadiri konser pop. Menariknya, sejak saat itu anak laki-laki kami sangat berminat pada musik dan sekarang bekerja secara profesional di industri media!  
Jelas sekali, emosi ibu juga mempengaruhi bayi yang sedang dikandungnya: ibu yang tertekan, membuat bayi tertekan; ibu yang tenang, bayipun tenang. Pengaruh langsung pada janin tercermin dalam rekomendasi bagi perempuan hamil untuk menghindari minuman beralkohol, merokok, dan bentuk lain dari pengobatan yang tidak diresepkan.
Respons bayi Elisabet yang belum lahir terhadap kedatangan Maria untuk kunjungan yang diperpanjang karena merupakan cerminan cinta dan kasih sayang yang timbal-balik antara kedua perempuan itu. Tentu saja pada zaman itu mustahil untuk tetap menjaga berhubungan dengan cara-cara yang lazim pada zaman kita: email, sms, pesan Facebook. Oleh karenanya kunjungan pribadi barangkali menjadi lebih signifikan sebab menjadi peluang untuk bertukar berita, saling memberikan dukungan dan dorongan semangat.  
Namun kadang, dalam komunikasi dapat terjadi kerenggangan, pesan tidak utuh  antara apa yang disampaikan dan perasaan sesungguhnya dari si pengirim. Yakobus menangkap ide ini dalam suratnya, yang mengatakan, ‘… Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak’ (5:12). Dengan kata lain, apapun yang kita katakan, kiranya perkataan itu merupakan cerminan apa yang sesungguhnya terjadi dalam hati kita – tidak ada sikap bermuka dua!
Bagi Elisabet, reaksi dari bayinya yang belum lahir tidak bisa tidak menjadi cerminan emosi batinnya sendiri. Cinta dan welas asihnya dalam momen perjumpaan itu selaras sepenuhnya dengan keberadaan jasmaniahnya. Mari kita berupaya menghindari sikap bermuka dua dalam interaksi kita, dalam komunikasi kita dengan orang lain. Sebab bagaimanapun juga, emosi kita tidak bisa tidak menceritakan kisah kita.  





Minggu 16 Desember                                                                            Lukas 1:46-55

Keangkuhan

Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya (ayat 48)

Tujuh dosa mematikan – yang, secara kebetulan, tidak terdapat dalam Alkitab dalam bentuk zaman sekarang – merupakan pengelompokan dan klasifikasi dari perilaku atau kebiasaan manusia. Daftar yang standar mencakup keangkuhan, keserakahan, nafsu, iri hati, kerakusan, kemarahan dan kemalasan. Keangkuhan – yang pertama dalam daftar – diidentifikasi sebagai ketiadaan kerendahan hati. Agustinus dari Hippo, seorang teolog Kristen mula-mula, mendefinisikan keangkuhan sebagai kasih akan keunggulan diri sendiri.  
Amsal mengkontraskan antara keangkuhan dan hikmat: ‘Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati’ (11:2). Beberapa tahun lalu, saya dan istri saya melayani di Bala Keselamatan Zimbabwe. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa, sebelum makan, terutama ketika kita menjadi tamu, semangkuk air panas, sabun dan handuk akan dibawakan ke tempat di mana kita duduk supaya kita dapat membasuh tangan kita sebelum makan. Namun hal ini bukan merupakan bagian dari budaya kami, namun dengan cepat kami belajar bahwa sangat tidak sopan apabila kami menolak ungkapan selamat datang ini. Kami cukup berhikmat untuk bersikap rendah hati!
Dua kali Maria menyebut dirinya sebagai ‘hamba’ (Lukas 1:38 dan 48), dengan demikian jelas mengkonfirmasikan kerendahan hatinya dan kerendahan statusnya. Oleh sebab itu pertanyaan yang harus kita ajukan adalah apakah Maria menganggap dirinya sebagai orang dengan status yang rendah oleh karena budaya kondisinya saat itu? Tradisi menunjukkan bahwa Maria masih remaja pada waktu Gabriel mengunjunginya, jadi kemungkinan ia tidak diberikan kesempatan untuk mencicipi bangku pendidikan seperti layaknya anak laki-laki. Namun, Magnificat, yaitu salah satu dari empat himne pujian yang dicatat dalam Kitab Lukas, mencerminkan puisi Ibrani pra-Kristen dalam mempersembahkan pujian kepada Tuhan: ‘jiwaku’ adalah cerminan ‘rohku’– perkataan atau konsep yang sulit kita kaitkan dengan anak yang tidak berpendidikan.
Perkataan itu menggemakan pujian doa Hana dan magnificat kegembiraannya dalam 1 Samuel 2:1-10. Meskipun ada perdebatan ilmiah mengenai apakah Maria sendiri yang mengucapkan perkataan itu, Lukas melukiskan Maria sebagai lambang dari Israel kuno sekaligus komunitas iman Kristen yang baru.
Yang menjadi tantangan bagi kita adalah menyelami cermin budaya dari tanggapan dan pengakuan Maria dalam dirinya, yaitu seorang perempuan dengan kapasitas, pengertian, kepekaan, dan kerendahan hati yang luar biasa.





Senin 17 Desember                                                                                Lukas 1:59-66

Kejutan

Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu (ayat 62)

Kontra dengan tradisi dan ekspektasi, Elisabet mengumumkan kepada para pejabat Bait Suci bahwa anak yang sudah lama dinantikannya akan diberi nama Yohanes. Suaminya, Zakaria, bisu selama lebih dari sembilan bulan – kondisi ini memberikan kesempatan kepada Elisabet untuk berbicara. Bahkan tanggapan ini, yang didukung oleh Zakaria, menunjukkan kualitas penghormatan dan pengertian timbal-balik di antara keduanya, karena dia bersikeras bahwa anak itu harus diberi nama sesuai dengan instruksi malaikat Gabriel (lihat 1:13).
Sebagai tambahan, tanggapan Gabriel kepada Zakaria merupakan salah satu tanggapan ironis yang paling berkuasa dalam Alkitab: ‘Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik kepadamu’ (ayat 18). Pernyataannya menegaskan posisinya, posisinya menegaskan otoritasnya, dan otoritasnya menuntut penghormatan. Dia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi!
Namun kembali kepada Zakaria dan Elisabet. Tampaknya mungkin mengejutkan, mengingat nubuatan sebelumnya dari malaikat kepada Zakaria (ayat 14-17), bahwa nama bayi tidak diungkapkan sebelumnya – terutama karena keluarga dan sahabat adalah bagian dari perayaan (lihat ayat 58). Pada zaman sekarang, kabar yang demikian jarang bisa dirahasiakan sampai detik-detik terakhir.  
Di beberapa bagian di Afrika, telah menjadi kelaziman untuk tidak memberikan nama kepada anak sampai anak itu berumur tiga bulan. Hal ini dimaksudkan agar orangtua dapat mulai melihat karakter bayi mereka dan dengan demikian memilih nama yang lebih mencerminkan sifat bayi mereka. Semakin mendapat pengakuan bahwa nama yang diberikan kepada anak adalah salah satu pengaruh terbesar yang dapat orangtua wariskan pada anak mereka.  
Akar kata bahasa Inggris Yohanes [John] berasal dari nama Ibrani Yochanan, yang berarti ‘YAHWEH itu maha pemurah’. Namun, sama sekali bukan nama yang tidak biasa.  Beberapa anak dalam periode Perjanjian Lama dinamakan demikian, dengan semakin populernya nama tersebut, sesudah kematian imam tinggi Yohanan (meninggal 407 sm) dan John Hyrcanus I (imam agung sekaligus penguasa Yehuda tahun 134 sampai 104 sm). Hal ini juga merupakan kelaziman di wilayah Yehuda selama periode Bait Suci yang kedua.
Barangkali pemberian nama Yohanes merupakan kejutan bagi keluarga dan masyarakat sekitar, tetapi nama tersebut menubuatkan tantangan yang radikal kepada orang-orang pada zaman itu – suara orang yang berseru-seru di padang gurun dengan roh dan otoritas Elia sendiri.  





Selasa 18 Desember                                                                              Lukas 2:1-7

Malu

…karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (ayat 7)

Ada satu kisah nyata tentang seorang laki-laki yang tinggal di Skotlandia pada akhir abad ke-19. Suatu sore, saat itu hujan turun dengan sangat deras, ia menjawab ketukan pintu rumahnya dengan membukakan pintu dan mendapati seorang perempuan tua berdiri di hadapannya. Perempuan itu menjelaskan bahwa ia telah basah kuyub oleh hujan dan bertanya bolehkah ia meminjam payungnya. Nah, laki-laki itu mempunyai tiga payung yang tergeletak di lorong rumahnya: payung sehari-hari, payung terbaik, dan satu lagi payung yang sudah rusak. Rupanya laki-laki itu memberikan kepada perempuan tua itu payung yang paling tua dan usang, lalu menutup pintu, dan melupakan kejadian itu.  
Keesokan harinya sebuah kereta berhenti di depan rumahnya dan seorang pengawal berseragam mendekati pintu rumah. Ketika membuka pintu, laki-laki itu melihat payungnya yang sudah usang dan bulukan diletakkan di atas bantal ornamen yang sangat indah. ‘Yang Mulia Ratu Victoria’, pengawal itu mengumumkan, ‘sangat menghargai pinjaman payung Anda kemarin sore dan memerintahkan saya untuk mengembalikannya kepada Anda secara pribadi.’ Tidak perlu dikatakan lagi, laki-laki itu sangat malu sebab tidak memberikan payung yang terbaik kepada sang Ratu.
Narasi Injil Lukas tidak menyebutkan tentang pemilik penginapan, namun setiap pementasan kelahiran bayi Yesus di sekolah atau gereja selalu menyertakan karakter dengan deskripsi seperti ini, yakni yang membuka pintu penginapan dan dengan tandas menggelengkan kepala sambil menunjuk ke arah kandang, yang mengindikasikan bahwa itulah satu-satunya akomodasi yang tersedia.
Terlepas dari ada tidaknya pemilik penginapan, jika saja orang itu tahu siapa yang sesungguhnya sedang mencari penginapan di penghujung perjalanan yang panjang, pastinya dia akan memberikan kamar terbaik yang ada. Apakah kemudian dia malu ketika palungan menjadi panggung utama? Para gembala yang kembali memberitahukan apa yang telah mereka dengar dan lihat, Alkitab mencatat bahwa semua orang yang mendengar cerita mereka ‘keheranan’ dengan berita yang mereka dengar (lihat Lukas 2:17-18). Kita mungkin bertanya-tanya apakah pemilik penginapan belakangan menjadi malu sebab tidak memberikan tempat yang lebih baik.  
Seringkali gangguan yang menyela hari atau jadwal kita terjadi pada saat yang paling tidak menyenangkan: orang yang sangat membutuhkan, hal-hal mendesak yang perlu dikerjakan, tempat-tempat yang mendadak harus didatangi. Barangkali penulis Kitab Ibrani mengetahui tentang kisah pemilik penginapan ketika menuliskan, ‘Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat’ (13:2).





Rabu 19 Desember                                                                                Lukas 2:8-14

Takut

Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut” (ayat 10)

Segelintir orang senang dibuat terkejut, terutama ditakut-takuti. Sebagian orang menikmati menjadikan orang lain sebagai bahan lelucon, kegirangan melihat reaksi ketakutan pada diri orang lain. Kadang menyenangkan rasanya bisa mengejutkan seseorang dengan satu tindakan kebaikan – hadiah atau berita baik. Tindakan kebaikan yang dilakukan dengan spontan menjadi semakin marak dipraktikkan di beberapa bagian dunia, memberikan hadiah kepada orang-orang yang dianggap menolong atau bersikap baik pada seseorang yang membutuhkan.  
Malaikat sepertinya memiliki pekerjaan ganda yang terlihat pada tiga kesempatan yang tercatat dalam dua bab pertama Injil Lukas. Pertama, ketika mengumumkan kepada Zakaria bahwa istrinya Elisabet akan melahirkan seorang putra; kedua ketika mengumumkan kepada Maria bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan seorang putera; ketiga, mengumumkan kepada gembala bahwa Yesus telah dilahirkan pada hari itu di Betlehem. Dan pada setiap kesempatan, malaikat pertama harus menenangkan ketakutan sebelum menyampaikan pengumuman yang dimaksudkan.  
Ada pepatah yang mengatakan bahwa ‘fools rush in where angels fear to tread [peribahasa dimaksudkan bahwa orang yang tidak berpengalaman atau kurang berpengetahuan akan melakukan sesuatu yang orang berpengalaman atau berpengetahuan akan menghindarinya]’ – sebuah kutipan dari karya penyair Inggris, Alexander Pope, yang berjudul An Essay on Criticism, yang ditulis pada tahun 1709. Peribahasa ini mengindikasikan bahwa orang gegabah atau tidak berpengalaman akan cenderung mencoba hal-hal yang orang bijak akan mengambil tindakan ekstra hati-hati.  Adapun para malaikat, mereka tampaknya tidak takut dengan tujuan yang diperintahkan, namun mengakui bahwa kedatangan mereka yang tidak disangka-sangka mungkin akan menimbulkan keterkejutan bagi orang-orang ke tempat di mana malaikat diutus untuk datang.
Tentu saja, setiap orang yang mendapat kunjungan malaikat merasa sangat terkejut – mereka sama sekali tidak menduganya. Namun ada orang-orang yang sudah mengkhawatirkan hal-hal yang tidak terduga, bahkan sebelum itu terjadi. Dalam ajaran Yesus, kita ditantang untuk tidak mencemaskan hal-hal apapun, sebelum itu terjadi (lihat Matius 6:25-34).
Kekhawatiran dan ketakutan adalah emosi-emosi yang Tuhan tidak pernah ingin kita mengalaminya. Ketakutan apa yang mungkin Tuhan ingin supaya kita melepaskannya hari ini?  





Kamis 20 Desember                                                                               Lukas 2:36-38

Kelaparan

Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa (ayat 37)

Tujuh puluh tujuh tahun! Terus-menerus berada di dalam Bait Suci, menyembah dan memuji Tuhan. Alkitab tidak memberitahukan bagaimana suami Hana meninggal dunia, atau apakah ia mempunyai anak sebelum menjadi janda, atau mengapa – pada usia yang relatif muda – ia tidak menikah kembali. Juga kita tidak tahu bagaimana ia menjadi seorang saleh yang beriman. Tentu saja sebagai seorang perempuan, dia hanya diperbolehkan untuk masuk ke dalam Bait Suci sejauh Court of the Women [Pelataran Khusus Perempuan] – yakni melewati Court of the Gentiles [Pelataran Khusus non-Yahudi], namun tidak diizinkan untuk masuk ke pelataran dalam Bait. Tetapi aturan ini sepertinya tidak menghalangi Hana untuk masuk sejauh mungkin ke dalam Bait Suci dan tetap berada di sana untuk waktu yang sangat lama.
Semangat keagamaan Hana merupakan cerminan duniawi dari nubuatan surgawi Yohanes (lihat Wahyu 4:8-11) di mana seluruh makhluk hidup menyanyikan pujian bagi Tuhan siang dan malam. Dan, dapat dikatakan, bahwa selama berabad-abad banyak orang yang telah menunjukkan pengabdian yang sama, menjalani hidup yang kudus di hadapan Allah yang hidup – dan tampaknya tidak pernah lelah menjalaninya. Tetapi bagi kita semua, selalu ada banyak hal lain yang perlu dilakukan, segudang tuntutan dan prioritas lain terutama di hari-hari terakhir yang sangat sibuk dan kalut menjelang Natal!  
Beberapa tahun silam saya menemui sebuah tantangan yang sangat sederhana namun penting, yang berbunyi demikian: ‘Yang paling utama adalah menjaga hal utama tetap menjadi yang utama!’ Kadang fokus kita bergeser dan perhatian kita teralihkan dari hal yang paling penting. Yesus berbicara tentang lapar dan haus akan kebenaran. Ketika jasmani kita lapar atau haus, sering fokus kita menjadi sangat terbatas. Tidak mudah untuk tetap berfokus, terus lapar akan hal-hal lain yang barangkali lebih penting.
Hanya sedikit dari kita yang mendapat kesempatan untuk berada dekat Tuhan di tempat ibadah untuk jangka waktu yang lama, selama beberapa hari ke depan pada khususnya. Namun mari kita bertekad untuk terus berada dekat Tuhan secara rohani – memelihara rasa lapar akan kehadiran-Nya, momen demi momen, hari demi hari.  





Jumat 21 Desember                                                                               Matius 1:18-25

Kemarahan

Karena Yusuf, seorang yang tulus hati ... ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam (ayat 19)

Kemarahan merupakan reaksi yang alamiah ketika sesuatu menantang rasa keadilan kita. Barangkali sesuatu itu adalah hukuman yang dijatuhkan pada kita secara keliru, atau jika kita didisiplinkan untuk sesuatu yang bukan merupakan kesalahan kita. Kita juga menunjukkan reaksi marah ketika seseorang mengecewakan kita. Kita bisa membayangkan respons pertama Yusuf ketika mendengar bahwa tunangannya Maria hamil: kecewa, bingung, marah. Kembali kepada Kitab Kejadian, kita melihat contoh lain ketika seseorang diperhadapkan pada sesuatu yang tampaknya adalah kemunafikan seksual. Reaksi kemarahan Yehuda terhadap Tamar, menantunya, pada peristiwa itu sangat cepat dan brutal: ‘Bawalah perempuan itu, supaya dibakar’ (38:24).
Kelembutan adalah karakteristik yang telah menjadi identik dengan kelemahan, tetapi definisi aslinya adalah jauh lebih deskriptif yakni, dengan sengaja menahan kekuatannya. Satu gambar fotografi yang memiliki dampak luar biasa baru-baru ini beredar yang menunjukkan seorang bayi yang baru lahir digendong oleh tangan-tangan kuat seorang laki-laki berotot. Tentu saja, tangan-tangan itu dapat dengan mudah melukai tubuh bayi yang lemah itu, namun sebaliknya foto itu memperlihatkan kelembutan.  
Sementara masih menimbang-nimbang untuk mengambil suatu tindakan, Yusuf bertekad untuk melakukannya dengan cara yang bermartabat, peka dan sama sekali tidak membahayakan Maria.
Mudah sekali untuk membenarkan luapan amarah ketika kita diperhadapkan pada hal-hal yang tampaknya mengusik rasa keadilan dan kebenaran kita. Mungkin saja seorang anak yang tertangkap basah mencuri atau melakukan hal-hal yang menyimpang dari harapan keluarga; mungkin saja pasangan yang kedapatan melanggar janji pernikahan; mungkin saja seseorang yang tadinya kita hormati namun yang belakangan ternyata melakukan perbuatan yang menyimpang dari standar yang diharapkan.  
Meski selalu ada pembenaran untuk kemarahan kita, mari kita mengingat perkataan Yesus ketika seorang perempuan yang berzinah dibawa ke hadapan-Nya: ‘Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu’ (Yohanes 8:7). Mungkin Yesus sadar akan reaksi ayah duniawi-Nya ketika menanggapi dengan kasih karunia dan belas kasihan ketika menghadapi kejadian yang sama.  





Sabtu 22 Desember                                                                               Matius 2:1-12

Kegembiraan

Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka (ayat 10)

Mencapai puncak kesuksesan sering menghadirkan perasaan yang meluap-luap. Sesudah menyelesaikan maraton pertama saya, saya merasakan gelombang kegembiraan dan emosi yang luar biasa. Demikian juga kegembiraan terpancar dari raut wajah seorang atlet yang baru saja memenangkan perlombaan atau pemain sepakbola yang mencetak gol.
Gelombang emosi yang sama tercatat pada akhir perjalanan panjang orang majus, para bijak dari Timur, ketika bintang yang telah lama mereka ikuti berhenti di atas sebuah tempat di mana kanak-kanak Yesus berada: ‘Sangat bersukacitalah mereka.’ Mereka melupakan status mereka, semua kesukaran selama perjalanan tidak lagi berarti ketika saat yang mereka nanti-nantikan terwujud dan mereka pun berlutut di hadapan kanak-kanak Kristus dalam penyembahan yang khidmat.  
Ungkapan ‘Lebih baik mencoba dan gagal dari pada tidak pernah mencoba sama sekali’ sebenarnya adalah kutipan yang kurang akurat dari puisi karya Alfred Lord Tennyson berjudul ‘In Memoriam: 27, 1850’: ‘Lebih baik mencintai dan kehilangan dari pada tidak pernah mencintai sama sekali.’ Tema ini muncul dalam The Story of The Other Wise Man, sebuah novel pendek karya Henry van Dyke, pertama kali diterbitkan pada tahun 1895. Buku ini merupakan lanjutan dari kisah Matius, yang menceritakan tentang Orang majus ke-empat. Seperti orang-orang majus lainnya, ia berangkat untuk melihat penguasa yang baru lahir, sambil membawa harta untuk dipersembahkan kepada anak itu sebagai hadiah. Namun, ia berhenti di tengah jalan untuk menolong seorang laki-laki yang sedang sekarat sehingga terlambat tiba di Betlehem untuk menjumpai anak itu, sebab orangtuanya telah mengungsi ke Mesir.
Tiba-tiba kepalanya tertimpa oleh genteng yang jatuh dan membuatnya sekarat, tetapi sebuah suara berkata kepadanya, ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku’ (Matthew 25:40). Ia mati dalam terang damai sejahtera ketakjuban dan sukacita.  
Apakah orang majus ke-empat itu mati sia-sia?
Meski hanya sebuah cerita, kisah ini menyarankan bahwa tindakan kedermawanan dapat disamakan dengan tindakan ibadah dan menghadirkan perasaan sukacita dan ketakjuban seperti yang dialami oleh orang-orang majus pada waktu mereka menyembah Yesus.  
Kiranya tekad dan dedikasi kita menginspirasi dan mendorong pelayanan serta upaya kita supaya kita pun menjadi murid-murid yang melakukan ‘segala sesuatu’. Sebab dengan demikian, akan sangat bersukacitalah kita!





Minggu 23 Desember                                                                            Matius 2:13-18

Kemarahan

Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah (ayat 16)

Tidak ada yang lebih buruk dari pada menyadari bahwa kita telah ditipu. Bisa jadi menyadari bahwa dompet atau ponsel kita telah dicuri, raibnya simpanan tabungan yang telah kita sisihkan selama ini, atau – yang semakin marak belakangan ini  Cybertheft (pencurian dunia maya) – bahkan pencurian identitas pribadi kita. Pada kesempatan seperti itu, kita dapat dengan mudah tergoda untuk memberikan tanggapan secara liar atau brutal, kadang bahkan menyalahkan orang lain karena kurangnya kendali atau karena kegagalan kita.
Seiring kepemimpinan dan tanggung jawab seharusnya dituntut diplomasi dan pengendalian diri yang lebih besar dalam diri Raja Herodes, tetapi tampaknya ia kurang memiliki kualitas yang sedemikian. Dalam Kitab Amsal kita membaca satu peringatan yang bermanfaat: ‘Kegeraman raja adalah bentara maut’ (16:14). Sangat disayangkan, tampaknya kemarahan yang tidak terkendali pada tingkat kepemimpinan seperti itu adalah kejadian yang lazim. Yang disesalkan, bahkan pada hari ini, terdapat bukti-bukti penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya pengendalian diri yang berujung pada penindasan kehidupan manusia.
Meskipun ada legitimasi untuk righteous anger (kemarahan kudus), sebagaimana terbukti ketika Yesus sendiri mengusir para penukar uang dari Bait Suci (lihat Matius 21:12), tidak pernah ada alasan untuk penyalahgunaan posisi, atau kemarahan atau kemurkaan yang tidak terkendali – terutama yang diarahkan kepada mereka yang tidak mampu membela diri sendiri.  
Sayangnya, mudah sekali untuk memaafkan atau memperbolehkan perilaku buruk dari orang-orang yang berkuasa, ketika barangkali bukan kita yang menjadi sasarannya! – tetapi berapa seringkah perilaku tidak terkendali berpotensi merusak reputasi atau integritas kita?
Henry Kravis, seorang pengusaha dan filantropis berkebangsaan Amerika, menulis: ‘Jika Anda tidak punya integritas, Anda tidak punya apa-apa. Anda tidak bisa membeli integritas. Anda bisa mempunyai semua uang di dunia, tetapi jika Anda bukan orang yang bermoral dan beretika, Anda sesungguhnya tidak punya apa-apa.’ Kiranya kita berupaya untuk bertindak – dan terutama bereaksi – dengan integritas, budi bahasa yang baik, dan pengendalian diri.  





Senin 24 Desember                                                                               Matius 2:16-22

Kejijikan

Ketika Herodes tahu … ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya (ayat 16)

Meskipun tidak disebutkan dalam narasi Alkitab, kita bisa ikut merasakan perasaan dari orang-orang yang dikirim untuk menjalankan misi yang mengerikan ini. Membunuh orang-orang yang tidak bersalah, terutama anak-anak yang tidak berdaya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.. Sayangnya, kekejaman yang terkutuk ini bukan sesuatu yang langka pada zaman sekarang. Diperkirakan terdapat sekitar 100,000 orang Kristen menjadi martir setiap tahunnya.
Selama pelayanan kami  di wilayah Afrika Barat, saya dan istri saya melayani sejumlah orang muda yang mengalami cacat akibat perang saudara yang terjadi beberapa tahun sebelumnya. Melihat mantan tentara anak-anak yang kehilangan tangan atau kaki mereka – yang ditebas secara brutal hanya karena mereka menjadi anggota suku lawan atau berada di tempat dan waktu yang salah – menjadi satu pengingat yang tragis akan kemampuan manusia untuk melakukan kekejaman yang tak terkatakan pada sesamanya. Banyak dari mantan tentara anak-anak itu mengalami trauma yang hampir mustahil untuk dipulihkan akibat pengalaman mereka. Tanpa anggota tubuh, bersamaan dengan hilangnya bertahun-tahun masa sekolah selama berlangsungnya perang saudara telah menjadikan potensi mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan sangat terbatas; banyak dari mereka yang akhirnya menjadi peminta-minta atau buruh kasar.  
Kita, dan semua orang-orang baik lainnya, sudah sepatutnya merasa muak dengan kekejian itu. Namun kasus-kasus pelecehan dan perilaku kasar terjadi di semua tempat, meskipun dalam skala kecil dan acak. Benih dosa, potensi kejahatan ada dalam setiap kehidupan, dalam setiap hati manusia, dan pengalaman mengingatkan kita bahwa tanpa intervensi yang radikal, hal seperti itu akan terus berlanjut.
Sesungguhnya hati manusia dapat mengalami transformasi. Bahkan tentara-tentara yang paling keras hati dapat menunjukkan belas kasihan! Seorang perwira Romawi menghampiri Yesus sebab mengkhawatirkan pelayannya yang lumpuh dan menderita. Meski mengakui otoritas tentara itu, Yesus memuji iman dan kepeduliannya terhadap  orang lain yang membutuhkan (lihat Matius 8:5-13).
Mari kita tidak melupakan orang-orang yang menderita hari ini oleh karena tindakan-tindakan kejam, serta mendoakan mereka yang menganiaya orang-orang yang tidak bersalah, seperti yang diperintahkan Yesus (Matius 5:44). Meskipun kita mungkin tidak mengerti, namun orang-orang itu – seperti kita – diciptakan menurut peta teladan Tuhan.





Selasa 25 Desember                                                                              Roma 5:6-11

Kasih

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (ayat 8)

Dalam kalender Kristen terdapat dua hari raya keagamaan yang utama: Natal dan Paskah. Bagi sebagian besar kita, Natal merupakan festival tahunan yang paling besar dan agung, yang seringkali menyibukkan perhatian dan persiapan kita berminggu-minggu sebelumnya. Menjadi momen di mana kita berkumpul bersama keluarga dan sahabat; kita bernyanyi, kita merayakan, kita tertawa, dan kita bertukar hadiah. Natal telah menjadi perayaan yang penting sepanjang tahun dan yang telah banyak diadopsi oleh masyarakat luas.  
Barangkali selain dari Hari Valentine di banyak negara, Natal menjadi saat di mana kita mengkomunikasikan kasih lebih dari kesempatan-kesempatan lain. Ketika kita mengirimkan kartu Natal, kita dengan senang menuliskan ‘Salam sayang dari’; ketika kita menempelkan label pada hadiah Natal kita tidak lupa menuliskan ‘Dengan cinta dari’. Setiap hadiah merupakan ungkapan cinta – dan tak ada yang mewakili cinta lebih dari kelahiran Yesus itu sendiri.  
Tetapi jika Paskah tidak terjadi, Natal menjadi tidak ada artinya. Jika Paskah tidak pernah terjadi, Natal menjadi tidak lebih dari sekadar cerita. Jika cerita Paskah itu tidak benar, maka Natal hanya menjadi sekadar cerita tentang bayi yang tidak dikenal, yang lahir di pinggiran kota, di negeri yang terlupakan 2,000 tahun silam. Makna penting Paskah memberikan Natal makna yang sejati.
Apa makna penting Paskah? Bagi banyak orang, Paskah hanyalah akhir pekan yang panjang, istirahat pada bulan-bulan antara Natal dan liburan tengah tahun. Sebagian orang Kristen bahkan memandang Paskah sebagai peristiwa kelas dua, meski ada penekanan dalam narasi Injil. Tetapi pada kenyataannya, meskipun kita mengakui ungkapan kasih pada peristiwa Natal, makna pentingnya terkait erat dengan ungkapan kasih pamungkas pada peristiwa Paskah.  
Ya, mari menikmati memberi dan menerima ekspresi cinta pada momen Natal, tetapi mari juga mengingat kasih pamungkas yang ditunjukkan pada Jumat Agung dan yang ditegaskan pada Minggu Paskah. Kiranya kita mengalami realitas kasih yang diungkapkan di seluruh dunia pada hari ini!





Rabu 26 Desember                                                                                Mazmur 46

Ketika Tragei Menyerang

Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti (ayat 1)

Hari ini adalah hari sesudah Natal. Kemarin menjadi hari penuh dengan kegembiraan yang luar biasa saat kita menghargai dan menghormati kelahiran Kristus. Lantas mengapa saya memberikan judul yang melankolis untuk perenungan hari ini, sementara sebagian besar kita masih dalam semangat perayaan? Sebab kapan saja, pada siapa saja, tragedi dapat menyerang.
Sebagian orang bahkan pernah mengalami saat-saat sulit pada waktu Natal. Karenanya perikop Alkitab hari ini menjadi bacaan yang penting. Teks yang sering menjadi acuan kita.   Dengan maraknya terorisme di banyak tempat, dan dengan frekuensi yang semakin kerap, kita perlu sesuatu untuk menopang kita. Sesuatu untuk membantu menenangkan ketakutan kita.
Tragedi juga dapat menyerang pada tingkat yang sangat pribadi. Barangkali ini diagnosa yang menakutkan, kecelakaan yang mengerikan, pelanggaran kepercayaan yang mengejutkan. Apabila semua ini terjadi pada hidup kita, ke mana kita berpaling? Mazmur memberikan jawabannya:

Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Sela (ayat 2-3)

 Waktunya untuk mengambil napas panjang. Waktu istirahat yang direncanakan di mana kita menjadi tenang – menyerahkan seluruh kesedihan dan kesengsaraan, penderitaan dan kedukacitaan, bahkan kemarahan kita kepada Tuhan. Lalu, melalui air mata yang mengalir, kita mendengar Dia berbisik di telinga kita:

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! (ayat 10)

Kita diperintahkan untuk mengakui kehadiran Tuhan dalam hidup kita, lalu menyerahkan seluruhnya kepada Dia untuk dikerjakan sesuai dengan kehendak-Nya yang sempurna.   
Ketika tragedi menyerang, ketika tiba-tiba hati, jiwa dan roh kita terkoyak-koyak, satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah berpegang erat pada janji Tuhan dan mempercayai Dia  dengan mutlak tanpa ragu-ragu:

Tuhan semesta alam menyertai kita, kota benteng kita ialah Allah Yakub. Sela (ayat 11)

Maukah kita mempercayakan semuanya kepada Tuhan – sekarang juga?





Kamis 27 Desember                                                                               Mazmur 47

Elu-Elukanlah Dengan Sorak-Sorai

Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! (ayat 1)

Sebagian besar kita familier dengan maskot. Barangkali orang, binatang atau benda digunakan sebagai maskot, yang dimaksudkan untuk tidak saja mendatangkan keberuntungan (atau begitu yang orang percayai) tetapi juga sukacita. ‘Maskot’ berasal dari istilah bahasa Perancis mascotte, yang berarti jimat keberuntungan. Maskot pertama kali tercatat pada tahun 1867 dan dipopulerkan oleh opera Edmond Audran berjudul La Mascotte, yang dipentaskan pada tahun 1880. Kata itu dditambahkan ke dalam bahasa Inggris setahun kemudian.
Di beberapa negara, seperti Jepang, berdandan sebagai maskot adalah pilihan karier yang baik, dan orang-orang berkarier di bidang ini sebab, secara umum, maskot menghadirkan kegembiraan ke dalam hati orang-orang – kelegaan dari tekanan hidup. Maskot untuk tim olahraga mengobarkan sorak-sorai penggemar. Ketika bisnis menggunakan maskot, hal itu umumnya dimaksudkan agar orang mengingat perusahaan tersebut – dan berinvestasi di dalamnya.
Dalam Mazmur hari ini, kita diberanikan untuk ‘mengelu-elukan Allah dengan sorak-sorai’. Dengan kata lain, memberikan ‘tepuk tangan’ yang keras bagi Tuhan – hati kita melimpah dengan sukacita penuh. Sebab:

...Tuhan, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi (ayat 2)

Tuhan datang kepada kita, berdiam dalam kita. Kita, pada gilirannya, diperintahkan untuk memberikan seluruh pujian – dengan sukacita penuh dalam hati:

Allah telah naik dengan diiringi sorak-sorai, ya Tuhan itu, dengan diiringi bunyi sangkakala. Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah bagi Raja kita,  bermazmurlah! (ayat 5-6)

Kita tidak membutuhkan maskot untuk merasakan sukacita, sebab sukacita datang dari dalam jiwa. Ketika kita merenungkan tentang Tuhan dan siapa Dia bagi kita, respons spontan kita adalah mengelu-elukan sorak-sorai kepada Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus. Jadi sekarang, dengan seluruh dunia, mari elukan sorak-sorai – dengan senyuman lebar di wajah kita – dan serukan: ‘Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus!’

 Betapa semaraknya sukacita kita!





Jumat 28 Desember                                                                               Mazmur 48

Mengingat …

Kami mengingat, ya Allah, kasih setia-Mu di dalam bait-Mu (ayat 9)

Kadang ada baiknya untuk menjadi tenang, berdiam diri. Untuk menyediakan waktu mengingat kasih Tuhan yang menakjubkan dan merenungkan Firman-Nya yang meneguhkan. Kita bisa memberikan seribu macam alasan untuk tidak melakukan semuanya ini. Jadwal kita, terlalu sibuk. Agenda kita, sudah diatur. Urusan keluarga, terlalu penting. Hidup kita sendiri, tampaknya krisis demi krisis. Namun, yang cukup mengejutkan, biasanya ketika kita dengan sungguh-sungguh mengambil waktu untuk tenang di hadapan Tuhan, entah bagaimana lebih banyak produktivitas terwujud. Dan pada akhirnya banyak hal berjalan lebih baik dari yang kita pikirkan.
Ketika kita mengambil waktu untuk merenungkan dengan cara yang benar di hadapan Tuhan secara teratur, kita menerima nutrisi rohani yang tidak saja kita perlukan untuk menopang kita, tetapi juga untuk menolong kita melangkah maju dalam hidup. Kita kemudian akan dimampukan untuk mengerjakan apa yang Tuhan kehendaki dari kita; menjadi orang yang Tuhan kehendaki. Kita mengambil waktu untuk mencerna bahwa semua yang Tuhan sediakan bagi kita adalah penting untuk memelihara kehidupan batin kita dan memberi makan jiwa kita.
Firman Tuhan menggunakan kata ‘mengingat’ empat belas kali – sembilan di antaranya ditemukan dalam Mazmur. Dalam konteks perikop hari ini, kita diperintahkan untuk mengingat kasih setia Tuhan. Betapa luar biasanya sebab Dia mengasihi kita begitu dalam, dan Dia tidak pernah mengecewakan kita! Dia menganugerahkan kita secara konsisten dengan kasih karunia dan belas kasihan-Nya, sekaligus mencurahkan kasih-Nya yang berkelimpahan atas kita. Inilah sebabnya mengapa kita bersama dengan pemazmur berkata:

Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita! (ayat 1)

Karena sudah pasti Dia layak mendapat pujian kita secara berkesinambungan, maka kita dapat menyimpulkan:

Sesungguhnya inilah Allah, Allah kitalah Dia seterusnya dan untuk selamanya! Dialah yang memimpin kita! (ayat 14)

Nah, sebelum melakukan apapun juga, mari kita mengambil waktu beberapa menit untuk datang ke hadapan Tuhan … Tidak ada kata yang terucap … Semua pikiran lain terhapus dari benak kita … Waktu hanya untuk mengingat – kasih setia Tuhan.

Tenang … Berdiam diri … Di hadirat-Nya.





Sabtu 29 Desember                                                                                           Mazmur 49

Menghilangkan Rasa Takut

Mengapa aku takut pada hari-hari celaka pada waktu aku dikepung oleh kejahatan pengejar-pengejarku, mereka yang percaya akan harta bendanya, dan memegahkan diri dengan banyaknya kekayaan mereka? (ayat 5-6)

Adalah perasaan yang mengerikan, ketika kita dicekam rasa takut. Takut akan keselamatan nyawa seseorang; takut akan kekerasan emosional; takut akan serangan rohani. Namun kejahatan itu ada, dan sangat nyata. Kadang tampaknya kejahatan hadir di sekitar kita – yang seringkali muncul di tempat-tempat yang tidak terduga dan datang dari sumber yang sama sekali mengejutkan. Tidak heran bila kita menjadi takut!
Ketika dicengkeram oleh rasa takut, bernapas sekadar untuk bertahan hidup, kita dipaksa – sebagai orang percaya – untuk menyerahkan diri hanya pada Tuhan. Ketika pembebasan kita tampaknya hampir mustahil, kita didesak oleh Roh Kudus untuk mempercayai Tuhan secara mutlak tanpa ragu-ragu; untuk bergantung sepenuhnya pada kedaulatan-Nya dalam semua situasi. Dan, terlepas dari apakah kita menyadarinya atau tidak pada waktu itu, betapa luar biasanya berkat itu bagi kita! Badai yang hebat, angin ribut yang mengamuk menggerakkan jiwa kita datang kepada Tuhan. Akhirnya keselamatan didapatkan! Dia-lah tempat perlindungan – yang menghilangkan rasa takut.
Namun, seperti dikatakan pemazmur, kita kadang kehilangan berkat ini, sebab di saat kita diperhadapkan pada penderitaan yang sangat berat, kita sebaliknya berpaling mencari pertolongan kepada mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan. Kepada orang-orang yang memancarkan kepercayaan diri; orang-orang yang percaya pada diri sendiri. Kita berpikir: ‘Jika saja saya mempunyai ini atau itu – seperti mereka – semuanya akan baik-baik saja. Saya tidak lagi perlu terpaksa hidup dalam ketakutan, sebab pada saat itu saya akan dapat mengendalikan semuanya.’
Bukan begitu! Tuhan tidak menghendaki kita hidup dalam ketakutan; tetapi Dia sesungguhnya ingin agar kita percaya pada-Nya, bergantung pada-Nya. Maka, tidak peduli apapun yang kita hadapi, kita akan dapat berkata bersama dengan pemazmur:

Tetapi Allah akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan menarik aku (ayat 15)

Kiranya masing-masing kita beriman untuk percaya bahwa Tuhan akan menghilangkan rasa takut. Dia akan membebaskan kita, dan akan membawa kita kepada Diri-Nya sendiri suatu hari nanti!

Doa
Tuhan, aku tidak lagi ingin hidup dalam ketakutan. Tolong aku mempunyai keyakinan penuh dalam-Mu, dan beranikan aku – semuanya bagi kemuliaan-Mu!





Minggu 30 Desember                                                                            Kolose 1:15-20

Lord of the Dance

Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan … Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia (ayat 15, 19)

Lagu pujian kita hari ini digubah pada tahun 1963 oleh seorang komponis Inggris, Sydney Carter, yang meminjam musiknya dari lagu American Shaker berjudul, ‘Simple Gifts’. Lagu ini segera menjadi sangat populer. Berbicara dalam suara orang pertama sebagai Yesus, lagu pujian ini menggambarkan kehidupan dan misi Tuhan, semuanya sebagai tarian yang luar biasa:

Aku menari di pagi hari kala dunia memulai,
Dan aku menari di bawah purnama dan bintang dan matahari’ …
(SASB 141 ayat 1)

Di akhir masa remaja saya, saya mengingat dengan jelas lagu ini dinyanyikan oleh seorang pemuda yang sangat tulus di korps (gereja) Bala Keselamatan – dan beberapa orang menjadi sangat kecewa terhadapnya. Mereka amat tersinggung dengan lagu itu sendiri, sebab mereka bisa membayangkan Yesus betul-betul menari! Inilah yang dituliskan Carter tentang lagunya:
‘Aku melihat Kristus sebagai inkarnasi dari peniup seruling yang memanggil kita. Ia menari bentuk dan pola yang merupakan inti dari realitas kita … Aku menyanyikan pola tarian tentang kehidupan dan perkataan Yesus … Fakta bahwa banyak orang Kristen menganggap tarian sebagai sesuatu yang sedikit durhaka (paling tidak di dalam gereja) tidak berarti Yesus menganggapnya demikian.’

Apakah saat ini Anda merasa ingin menari? Jika ya, mari kita menyanyikan koornya bersama-sama – dan, ya, mengapa tidak menyanyi sambil menari? Sebab bagaimanapun juga, Tuhan berkata Ia akan ‘memimpin’ kita dalam tarian. Jadi, mari kita mulai; tidak ada yang melihat kita. Atau … adakah ‘Seseorang’ yang mengawasi kita – dengan senyuman lebar di wajah-Nya yang indah?

‘Maka, menarilah, di manapun engkau berada,
Akulah Tuhan atas tarian,’ kata-Nya,
‘Dan Aku akan memimpin kalian semua, di manapun kalian berada,
Dan Aku akan memimpin kalian semua dalam tarian,’ kata-Nya.







Senin 31 Desember                                                                    Mazmur 50:1-6, 22-23

Apa Yang Ada Di Depan?

Yang Mahakuasa, Tuhan Allah, berfirman dan memanggil bumi, dan terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya (ayat 1)

Apa yang membedakan kita dari binatang? Apa yang pertama kali muncul dalam pikiran barangkali adalah bahasa, pemanfaatan alat, mempunyai budaya yang berbeda, kerjasama antar individu – meski beberapa dari poin ini mungkin diperdebatkan oleh sebagian orang! Apa yang barangkali paling tepat membedakan kita adalah bahwa kita mempunyai jiwa; roh yang dapat terhubung dengan Tuhan Pencipta.  Binatang tidak berpikir tentang masa depan. Selain itu, binatang tidak mengkhawatirkan hal-hal negatif yang mungkin akan terjadi besok, maupun mengantisipasi hal-hal baik dan positif di hari-hari yang akan datang.
Melihat ke masa depan adalah fungsi sentral dari otak besar kita, sebagaimana hasil temuan para psikolog dan ahli saraf. Pikiran kita digiring ke masa depan, bukan digerakkan oleh masa lalu. Kita berpikir, secara naluriah, tentang kemungkinan-kemungkinan di masa depan – memiliki ‘visi’ tentang apa yang mungkin ada di depan.
Hari ini kita sampai di penghujung tahun. Tetapi bagaimana dengan besok – awal tahun yang baru? Apa yang tahun 2019 sediakan bagi masing-masing kita? Kemungkinan-kemungkinan apa yang ada, dan apa yang kita harapkan pada level pribadi?
Setiap hari yang diberikan kepada kita, ‘dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari’, merupakan anugerah dari Tuhan. Maukah kita memakainya setiap hari dengan bijak? Akankah kita meminta pimpinan dan bimbingan dari Tuhan? Apakah kita mengantisipasi satu tahun yang penuh dengan curahan berkat, dan kelimpahan sukacita? Saat kita menantikan tahun yang akan datang – ya, bahkan barangkali bersama dengan hewan peliharaan yang menemani kita! – izinkan saya mendoakan Anda:

Bapa terkasih, Pencipta Langit dan bumi, terima kasih untuk saudara-saudaraku yang berada di seluruh dunia. Aku bersyukur untuk kelimpahan sukacita yang Engkau anugerahkan kepada kami selama satu tahun terakhir ini. Tetapi sekarang kami menatap tahun yang baru – dan untuk semua yang Engkau sediakan bagi masing-masing kami. Aku mohon agar Engkau memberkati setiap orang yang membaca atau mendengar doa ini hari ini. Penuhi mereka, sekali lagi, dengan sukacita-Mu yang luar biasa dan kasih-Mu yang sempurna. Anugerahkan mereka kekuatan dan keberanian yang diperlukan untuk melangkah maju dalam perjalanan kerohanian yang penuh suka cita bersama-Mu. Semuanya ini aku minta dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Amin.